Mangupura (Metrobali.com)-

Komite worsen budaya dunia UNESCO akan bersidang guna memutuskan penetapan 36 situs yang telah masuk dalam daftar warisan budaya dunia. Sidang ini dilaksanakan di Tavritcheski Palace, St Petersburg, Rusia pada 22 Juni hingga 6 Juli 2012. Sidang tahunan yang ke-36 ini akan dipimpin langsung oleh Eleonora Mitrofanova, Duta Besar Tetap Federasi Rusia untuk UNESCO. Dalam 40 tahun beridirinya UNESCO

Dari 36 situs yang akan diputuskan penetapannya sebagai warisan budaya dunia tersebut, di antaranya terdapat 5 situs alam, 3 situs campuran dan 28 situs budaya. Situs Indonesia terdapat pada kelompok situs budaya ini yang satu-satunya diwakili oleh Provinsi Bali, dengan tema Cultural Landscape of Bali Province: The Subak System as a Manifestation of the Tri Hita Karana Philosophy.  Kawasan Pura Taman Ayun di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, merupakan satu kesatuan sistem dalam penilaian situs warisan budaya Indonesia bertema Subak Sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana tersebut.

Kepala Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Badung, AA Raka Yuda menjelaskan bahwa terkait dengan penilaian tersebut, maka Bupati Gde Agung akan hadir langsung pada sidang tersebut guna memberikan penjelasan tambahan yang dipandang perlu sesuai tema penilaian untuk meyakinkan tim assesor dari UNESCO. Kehadiran Bupati Gde Agung secara langsung pada sidang tersebut akan didampingi para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait langsung dengan pengelolaan kawasan Pura Taman Ayun, yaitu Kepala Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung selaku SKPD membidangi pengelolaan organisasi subak di Kabupaten Badung, Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan selaku pengelola saluran irigasi, Kepala Dinas Kebudayaan, serta profesional pengelola objek wisata Taman Ayun.

AA Raka Yuda menambahkan, bahwa tim UNESCO telah beberapa kali melakukan inspeksi ke Kawasan Pura Taman Ayun dan sesuai beberapa hasil kunjungan lapangan tersebut maka Kawasan Pura Taman Ayun dan situs lainnya di Bali yang berada dalam satu tema, yaitu sistem subak sebagai implementasi filosofi Tri Hita Karana, telah masuk dalam daftar warisan budaya dunia. Sekalipun demikian, ungkapnya, ini bukan berarti situs-situs ini telah mendapatkan status sebagai warisan budaya.  “Penetapan terhadap status Kawasan Pura Taman Ayun dan situs lainnya di Bali ini baru akan diputuskan pada sidang UNESCO ke-36 nanti di St. Petersburg, Rusia. Oleh sebab itu mari kita berikan dukungan agar kita berhasil meraih predikat sebagai warisan budaya dunia,” terangnya.

Menurutnya penetapan sebagai warisan budaya tersebut bukan sekadar untuk kepentingan kepariwisataan, namun nilai strategisnya adalah pengakuan UNESCO sebagai representasi negara-negara di dunia terhadap nilai-nilai kearifan lokal Bali, yaitu Tri Hita Karana, yang salah satunya diwujudkan melalui sistem subak. Tentunya dengan adanya pengakuan dunia ini, akan semakin menggugah kepedulian semua pihak untuk benar-benar melestarikan dan mengimplementasikan nilai-nilai warisan leluhur. Khusus tentang peran Kawasan Pura Taman Ayun dalam penilaian tersebut, AA Raka Yuda menjelaskan bahwa Kawasan Pura Taman Ayun memang merefleksikan nilai-nilai Tri Hita Karana, dengan fungsi sosial ekonomi dan religius.

“Dari aspek sosial ekonomi, Kawasan Pura Taman Ayun berfungsi sebagai estuari dam, sehingga pada saat musim kemarau kebutuhan air irigasi persawahan dapat disuplai dari sini. Warga sekitar juga menggunakan Pura Taman Ayun sebagai tempat untuk bergotong-royong untuk mempersiapkan upacara. Di masa kini, Pura Taman Ayun telah menjadi salah satu objek wisata, sehingga inilah fungsi ekonominya. Sedangkan dari aspek religius, Pura Taman Ayun sampai saat ini masih berfungsi sebagai tempat persembahyangan umat Hindu,” terangnya.  GAB-MB