bung karno

Sejarah mencatat Bung Karno, presiden pertama RI memiliki ikatan emosional tersendiri dengan Pulau Bali karena ibundanya Ida Ayu Nyoman Rai lahir di Pulau Dewata.

Pulau Seribu Pura itu memukau sang proklamator dengan pesona kultural, adat istiadat, dan kesenian yang diwarisi dari leluhur orang Bali yang tetap terpelihara dan lestari hingga sekarang.

Semuanya itu tidak mudah dilupakan begitu saja, terbukti melalui capaian arsitektur yang terbilang unggul, yakni Istana Kepresidenan Tampaksiring dan Hotel Bali Beach Sanur, hotel berbintang berlantai sepuluh, fasilitas pariwisata yang pertama dibangun di Bali tahun 1969 atas gagasan Bung Karno, tutur Mikke Susanto, dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Penulis buku “Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia” yang tampil dalam diskusi sejarah dan seni rupa di Bentara Budaya Bali (BBB) Ketewel Gianyar itu menuturkan Bung Karno pun menjalin persahabatan dengan seniman-seniman asing yang bermukim di Bali.

Seniman asing tersebut antara lain Le Mayeur, R. Bonnet, Antonio Blanco, dan Christiano, serta dengan perupa-perupa Bali antara lain Ida Bagus Made Poleng, Ida Bagus Made Nadera, Lempad, Tungeh dan Regig.

Ada banyak hal yang senantiasa menarik untuk diulas mengenai Bung Karno, baik menyangkut kiprahnya sebagai tokoh sejarah maupun sisi lain dalam kehidupan Sang Proklamator.

Namun demikian belum banyak buku maupun sumber yang mengetengahkan secara khusus keterkaitan Bung Karno dengan dunia seni rupa di Indonesia.

Oleh sebab itu Mikke Susanto mendialogkan buku terkininya yang bertajuk, “Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia” yang melibatkan seniman, budayawan dan berbagai komponen masyarakat Bali.

Dalam diskusi itu menampilkan pembahas Pande Wayan Suteja Neka, budayawan dan pendiri Museum Neka serta moderator Kun Adnyana, mahasiswa program doktor ISI Yogyakarta.

Buku berjudul “Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia” itu merupakan hasil karya penelitian tesis S2 Mikke Susanto, terdiri dari empat bab utama. Bung Karno, tidak saja seorang proklamator, Presiden pertama Republik Indonesia dan Bapak pendiri bangsa, namun juga seorang pecinta dan patron seni.

Dekat Dengan Seniman “Kecintaan Bung Karno terhadap karya seni itu membawa Bung Karno dekat dengan banyak seniman, terutama pelukis. Dari sanalah Bung Karno mulai mengkoleksi karya-karya seni yang dibukukan dalam buku koleksi Bung Karno sebanyak lima jilid,” tutur Mikke Susanto.

Mikke Susanto M.A, pria kelahiran Kencong, Jember, Jawa Timur, 22 Oktober 1973 atau 41 tahun yang silam menjelaskan, kisah sejarah dan seni rupa menjadi bahasan utama dalam buku “Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia”.

Selain itu dipaparkan pula cerita-cerita unik seputar Bung Karno sekaligus sebagai kolektor maupun patron seni rupa Indonesia.

Buku setebal 500 halaman juga menyuguhkan beragam informasi yang selama ini belum terpublikasikan, termasuk pertemuan presiden dengan seniman tersohor, proses pengoleksian karya-karya seni ataupun kejadian lain yang penuh sentuhan kemanusiaan.

Pada bagian pertama buku tersebut juga menjelaskan mengenai munculnya kesadaran artistik dan estetik Bung Karno melalui penelusuran terhadap latar belakang kehidupan terutama yang berkaitan dengan seni.

Bagian Kedua berisi penjelasan tentang buku koleksi seni rupa Bung Karno yang berjumlah lima buah buku. Selanjutnya Bagian Ketiga banyak bercerita tentang kedekatan Bung Karno dengan para pelukis disertai kisah-kisah menarik tentang cara Bung Karno memperoleh karya seni rupa.

Demikian pula sikap-sikap yang menunjukkan sebagai seorang patron. Pada bagian terakhir menjelaskan bagaimana kecintaan Bung Karno terhadap karya seni mempengaruhi dan terimplementasikan pada berbagai kebijakan politiknya.

Buku Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa Indonesia pertama kali diluncurkan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 6 Maret 2014, salah satu karya Mikke Susanto, konsultan kurator koleksi Istana Kepresidenan RI.

Ia telah mencatatkan namanya dalam 408 kurator dunia versi majalah on line Universes in Universe, di antara nama-nama lain seperti Jim Supangkat, M. Dwi Marianto, Amir Sidharta, Agung Hujatnikajenong, Rizki A. Zaelani, & Alia Swastika.

Berikan inspirasi I Made Ada, seorang seniman kelahiran Desa Pakudui, Tegalalang, Kabupaten Gianyar mengaku dalam menciptakan karya seni mendapat inspirasi ketika masih kanak-kanak pernah bertemu langsung dengan Bung Karno di Istana Tampaksiring, Bali.

Desa Pakudui, tempat kelahirannya, sekaligus mengembangkan usaha patung jaraknya hanya sekitar empat kilometer arah utara dari Istana Tampaksiring, yang dulu semasa hidup Bung Karno senantiasa berkunjung ke desa itu.

Seniman sukses mengerjakan patung-patung garuda berukuran besar itu juga menggarap patung-patung berukuran kecil yang cepat laku, meskipun harganya jauh lebih murah (retail).

Bengkel tempat yang berada tepat di depan Pura Bale Agung Desa Pakudui, Tegallalang, 55 Km timur laut Denpasar itu pernah dikunjungi Megawati Soekarnoputri saat menjabat wakil presiden.

Dari puluhan jenis rancang bangun (disain) patung di bengkel kerja Made Ada itu, ada dua buah patung masing-masing Presiden pertama RI, Ir Soekarno yang dibuat dalam bentuk ukuran kecil dengan mengenakan kacamata dan ibunda Bung Karno, Ida Ayu Nyoman Rai.

Kedua patung tersebut mencerminkan keindahan dan keunikan. Selain memberikan inspirasi kepada seniman patung, sosok Bung Karno juga sangat mendorong aktivitas seniman tabuh dan tari Bali.

Ida Bagus Oka Wirjana, pria kelahiran Banjar Blangsinga, Gianyar yang kini berusia 77 tahun misalnya, ketika masih remaja bersama enam rekan seprofesi yang tergabung dalam sanggar “Cinta Manik” itu, menjadi seniman kesayangan Bung Karno.

Seniman pembaharuan kebyar duduk tari Bali itu, senantiasa pentas menghibur tamu-tamu negara di istana Merdeka Jakarta maupun di Istana Tampaksiring.

Demikian pula seniman serba bisa I Made Toya yang berpasangan dengan Ni Made Darmi asal Denpasar, dengan lincahnya menampilkan kebyar duduk, tari yang menggambarkan pergaulan muda-mudi dan sangat digemari Bung Karno.

Tidak ketinggalan seniman-seniman lainnya, juga mendapat kesempatan yang sama. Perhatian yang besar dari seorang pemimpin negara terhadap kesenian Bali secara langsung, kini sangat dirasakan pengaruhnya, terbukti seniman Bali cukup kreatif dalam menciptakan kreasi baru baik tari maupun tabuh.AN-MB