Malang, (Metrobali.com) 

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI berkomitmen mendukung pengembangan produk obat berbahan alam sekaligus mengimbangi produk berbahan kimia yang sudah ada selama ini.

“Produk berbahan alam termasuk salah satu prioritas untuk dikembangkan,” ujar Kepala BPOM RI Penny K Lukito di sela peresmian PT Agro Mitra Alimentare dan Peluncuran PRO EM-1 Suplemen Kesehatan Probiotik di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis.

Tak sekadar mendukung, pihaknya juga akan mendampingi serta mengawal prosesnya mulai uji klinik sampai register atau sesuai prosedur berlaku.

“Kami juga harus benar-benar mengawasi makanan dan obat berbahan apapun, mulai alam, kimia maupun tradisional. Dan yang terpenting semuanya harus terjamin dari berbagai aspek,” ucapnya.

BPOM, kata dia, mengapresiasi PT Agro Mitra Alimentare (AMA) yang memproduksi suplemen probiotik berbahan alam dan diharapkan ke depan mampu semakin berinovasi sehingga dapat terus berkembang.

“Di Jatim banyak akademisi berkualitas, khususnya di bidang kesehatan. Dari sana bisa kerja sama untuk pengembangan produk dengan berbagai inovasi. Saya yakin PT AMA bisa melakukannya,” kata Penny.

Sementara itu, Direktur Utama PT AMA, Ge Recta Geson, menyampaikan terima kasih dan bersyukur karena BPOM sudah secara resmi meluncurkan salah satu produksinya, PRO EM-1.

PRO EM-1 merupakan suplemen (konsentrat minuman sehat probiotik) yang berisi probiotik multi-strain, menguntungkan, hidup, aktif dan selaras dengan alam.

“Suplemen probiotik ini sebenarnya diproduksi bukan khusus untuk COVID-19, tapi lebih untuk regulasi dan modulasi sistem imun. Jika respons imun berlebih maka akan dikurangi, dan jika respons terlalu lemah maka akan dinaikkan, atau sampai seimbang,” katanya.

Namun, kata dia, karena saat peluncuran awal pada Maret 2020 bersamaan dengan awal masa pandemi COVID-19 dan terbukti bisa dikonsumsi sebagai pencegahan maupun terapi maka diteruskan.

Di pasaran, saat ini PRO EM-1 dijual dengan harga Rp350 ribu per botol isi 473 mililiter, namun akhir tahun ini diinovasikan dalam kemasan botol isi 90 mililiter untuk menjangkau pasar menengah ke bawah.

Selain itu, pihaknya juga belum bisa melayani pasar luar negeri atau ekspor karena masyarakat Indonesia masih membutuhkan, seiring volume produksi yang masih jauh dari kapasitas terpasang.

“Kapasitas produksi sekarang sebulan 10 tangki yang per tangki mampu 2.000 botol sehingga total 20.000 botol. Sedangkan kapasitas terpasang 60 tangki atau 120.000 botol atau belum sampai 20 persen,” katanya. (Antara)