Sekda Suyasa : Kita hormati proses hukum

Buleleng, (Metrobali.com)-
Mencuatnya kasus dugaan penyimpangan dana sewa Rumah Dinas (Rudin) Sekda Buleleng sebesar Rp 800 juta lebih sejak Tahun 2014-2020 yang saat ini di bidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, menjadi perbincangan hangat dimasyarakat.

Sewa rumah dinas Sekda Buleleng yang dianggarkan melalui APBD terhitung sejak Tahun 2014 hingga Tahun 2020 dengan perjanjian sewa menyewa antara Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) dengan pemilik rumah yang menjadi objek sewa rumah dinas di Jalan Kumbakarna kawasan LC Bhaktiseraga, Singaraja. Terhadap hal ini, Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Bali, Zuhandi menyebutkan dugaan kerugian Negara mencapai Rp 836.952.318,-

Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng, Drs. Gede Suyasa, M.Pd mengaku pihaknya menghormati semua proses hukum yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH). Namun demikian, ungkapnya lagi sampai saat ini belum menerima informasi resmi dari aparat APH terkait dengan masalah sewa rumah jabatan Sekda dari Tahun 2014 sampai Tahun 2020. Bagian Hukum juga sedang ditugaskan untuk melakukan analisa di bagian mana yang menjadi masalah.

“Analisa sangat diperlukan, mengingat kegiatannya sudah beberapa tahun dan selama ini tidak ada masalah. Ketika terjadi masalah, Pemkab Buleleng juga ingin mengetahui apa yang menjadi pangkal permasalahannya.” ujar Suyasa.

“Karena kalau lihat dari sisi penganggaran itu sudah ada di dalam perda APBD, kemudian termasuk penjabaran APBD. Ini yang perlu didalami lagi yang bagian mananya yang menjadi sebuah masalah di dalam pelaksanaan sewa rumah sekda itu. Kita menghormati dan mengembalikan ke proses hukum,” imbuhnya.

Berdasarkan regulasi, jelas Suyasa pemberian dana sewa rumah jabatan tersebut menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 7 tahun 2006. Dalam aturan itu disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menyediakan sarana dan prasarana. Salah satunya adalah rumah jabatan bagi kepala daerah, wakil kepala daerah dan Sekda. Jadi, untuk pemerintah daerah yang tidak menyediakan rumah jabatan, penyediaannya dilakukan melalui sewa.

“Sudah sesuai aturan yang ada. Hanya untuk tiga itu saja. Kepala daerah, wakil kepala daerah dan Sekda,” terangnya.

Lebih lanjut dikatakan selama ini anggaran untuk sewa rumah jabatan Sekda Buleleng memang tidak pernah muncul sebagai temuan dalam audit yang dilakukan BPK RI Perwakilan Provinsi Bali. Hanya saja tidak diketahui untuk sewa rumah jabatan itu objek spesifik atau hanya bersifat administrasi dan umum.

“Itu yang kita ketahui. Sehingga tidak ada memang temuan BPK Perwakilan Provinsi Bali terkait dengan sewa rumah jabatan Sekda. Namun, dengan adanya permasalahan ini, untuk selanjutnya kita akan evaluasi lagi mengenai sewa rumah jabatan,” tandas Suyasa. GS