Denpasar (Metrobali.com)-
Ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Bali, Nyoman Suweta tak takut partainya kalah start dari partai lain yang telah mengumumkkan kandidat calon presiden yang akan diusung pada Pemilu 2014. Seperti diketahui, Partai Golkar telah mendeklarasikan Ketua Umum mereka, Aburizal Bakrie (ARB) sebagai calon presiden. Partai Hanura juga telah mendeklarasikan Wiranto dan Hary Tanoe Soedibjo sebagai capres dan cawapres yang akan diusung. Partai Gerindra sudah memastikan bakal mengusung Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina mereka sebagai capres.

Sementara PAN, meski disebut-sebut bakal mengusung Ketua Umum mereka, Hatta Radjasa sebagai capres, namun hal itu belum diumumkan secara resmi. Rupanya, PAN memiliki alasan tersendiri belum mengumumkan sedari dini rencana mengusung Menteri Koordinator Prekonomian Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II itu.

“Seseorang mempunyai kesempatan menjadi capres setelah memiliki suara yang cukup. Artinya, sistem pemilu Indonesia memberikan sinyal pengumuman capres itu setelah Pemilihan Legislatif (Pileg) digelar. Kita ikuti mekanisme dan sistem itu,” kata Suweta, Selasa Juli 2013. Partainya, imbuh Suweta, sudah menyapakati hal itu.

Menurut mantan Wakapolda Bali ini, Pemilu 2014 merupakan gawe besar. Oleh karenanya, PAN ingin memfokuskan diri terlebih dahulu menyambut Pileg. “Jadi, kami ingin fokus pada Pileg dulu. Harus fokus pada satu persoalan,” papar dia.

PAN tidak takut kalah start dari partai lain yang telah mengumumkan kandidat yang bakal mereka usung. “Apa yang ditakutkan? Kalau sosialisasi, semua sudah kenal siapa Pak Hatta Radjasa. Silakan tanya kepada pekerja bangunan, tahu tidak dengan Pak Hatta? Pasti jawabannya tahu,” ucap Suweta.

Dengan menunggu setelah Pileg, PAN, sambung Suweta, ingin membenahi demokrasi di Indonesia. “Mari kita dorong agar demokrasi kita bermartabat. Perolehan suara itu bukan tujuan. Itu sasaran antara,” sebut Suweta. Tujuan pembenahan demokrasi itu adalah memberikan konteribusi dalam mengelola negara agar sesuai relnya.

Apalagi, ada tiga masalah besar menurut pandangannya yang mesti segera dibenahi dari bangsa ini. Pertama, demokrasi yang cenderung pragmatis dan mengarah pada politik uang. Kedua, rule of law dan ketiga, budaya korupsi. “Korupsi bukan lagi soal penegakan hukum tapi sudah menyentuh ranah budaya. Bagaimana membangkitkan kesadaran untuk publik untuk peduli. Ini masalah fundamental kita, karena menyangkut masalah integritas dari individu,” papar dia.

“Kalau gagal mengatasi itu, siap-siap Indonesia ini ambruk. Taruhannya itu. Sudah banyak contoh soal itu. Repotnya, tiga masalah ini saling bersinergi,” tambah Suweta. BOB-MB