Foto: Kick of program Banjar Creative Space (BCS) di Banjar Tengah, Kelurahan Renon, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Minggu (20/3/2022).

Denpasar (Metrobali.com)-

Program Banjar Creative Space (BCS) yang digulirkan di 11 banjar di sembilan kabupaten/kota di Bali telah mampu ibaratnya menjadi kawah candradimukannya insan kreatif dari banjar untuk mendorong lahirnya berbagai produk kreatif dan menggerakkan ekonomi kreatif dari banjar.

Seperti halnya yang tampak dalam program BCS di Banjar Tengah, Kelurahan Renon, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Berbagai produk kreatif seperti sabun, lilin, makanan, hingga maggot tampak diperkenalkan di sela-sela kick off (peluncuran) program BCS ini Minggu (20/3/2022) dimana sebelum kick off resmi program ini telah didahului sejumlah workshop atau pelatihan.

Banjar Tengah ini, menjadi salah role model BCS yang merupakan inisiasi bersama BITHUB (Bali Initiative Hub), Indonesia Creative Cities Network (ICCN), STMIK Primakara, serta stakeholder lainnya. Bahkan, kegiatan ini didukung penuh oleh Menteri BUMN Erick Thohir melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina. BCS dirancang menjadi strategi pengembangan potensi berbasis masyarakat Bali yang simpul utamanya berada di banjar-banjar.

Sementara untuk pelaksanaan program BCS ini Banjar Tengah Renon ini, BITHUB juga menggandeng Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana (Unud) yang memberikan pelatihan dan pendampingan dalam pengembangan produk salah satunya  mengolah minyak jelantah menjadi produk lilin aromaterapi dan sabun padat.

Dalam hal ini BITHUB menggandeng akademisi Fakultas Teknologi Pertanian Unud yaitu Dr. Dewa Ayu Anom Yuarini, S.TP., M.Agb sebagai trainer untuk  seluruh banjar yang memperoleh program BCS ini. Dosen dengan riset disertasi minyak jelantah ini mengupas cara memurnikan minyak jelantah dan dilanjutkan dengan proses produksi lilin aromaterapi dan sabun padat.

CEO BITHUB IB Agung Gunartawa menyampaikan, dipilihnya Banjar Tengah Renon ini karena mempresentasikan daerah urban, sehingga pihaknya mengambil pola pengembangan di daerah urban ini. “Kita mencoba mengambil output atau outcome pola pengembangan di daerah urban ini agar produk-produknya bisa diterima masyarakat urban di perkotaan,” ujar Agung Gunarthawa.

Menurutnya untuk di Banjar Tengah Renon ini satu hal menarik selain pelatihan pelatihan produk kerajinan seperti lilin, sabun, dan lainnya, yakni maggot. “Karena di kota sangat besar produksi limbah yang kemudian bisa dibuat waste management yang bisa mengurangi dampak lingkungan dan juga bisa sangat produktif baik dari sisi ekonomi maupun kesehatan masyarakat. Itu satu point yang sangat berpotensi dikembangkan,” bebernya.

Terkait menggandeng Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana (Unud), IB Agung membeberkan bahwa sejalan dengan program BCS. Karena ke depannya, orang akan semakin berpikir kebutuhan primer yakni kebutuhan pangan.

“Jadi yang sangat strategis bisa diajak kerjasama menurut saya adalah Fakultas Teknologi Pertanian Unud,” kata pria yang juga Direktur Pemasaran Indonesia Creative Cities Network (ICCN) ini.

Terkait workshop yang dilaksanakan dalam program BCS ini, Agung Gunarthawa menjelaskan konsep workshopnya dibagi tiga.  Pertama, memberikan pondasi agar para generasi muda dan krama banjar punya mindset produktif.

Salah satunya ada workshop Lightning Decision Jam (LDJ) dimana LDJ merupakan salah satu tools (alat) yang memang sering digunakan oleh komunitas kreatif terutama bukan hanya di Indonesia tapi di dunia untuk memecahkan masalah secara kreatif dan bersama-sama. Ada pula wokshop desain thinking, yang merupakan bagian upaya transformasi mindset agar perserta siap menerima program BCS ini.

Kedua, workshop terkait pengembangan produk atau product development. “Yang kita berikan adalah pengembangan produk yang jadi potensi dikembangkan berdasarkan kekuatan (strenghtness) banjar. Kita fokuskan supaya dapat hal itu,” ujar Agung Gunarthawa.

Ketiga, workshop terkait strategi pemasaran bekerjasama dengan kampus seperti STMIK Primakara dan Alfa Prima. “Adik-adik dikelompokkan pada grup ekosistem usaha. Kita analogikan pengembangan usaha seperti benar-benar aktual agar jadi realisasi di hilir. Jadi tidak hanya hebat di atas kertas tapi ada outcome jelas,” tuturnya.

Program BCS ini pun terus diperkuat dengan berbagai kemitraan dan kolaborasi. “Kami terus memperluas jejaring dalam beberapa minggu ke depan, connecting the dot dengan stakeholder,” pungkas Agung Gunarthawa.

Sementara itu Ketua Komunitas Banjar Tengah Kreatif, Made Dwi Jaya Antara menyampaikan, terima kasih atas kehadiran peserta yang mengikuti workshop ini. Pihaknya berharap, kesempatan langka ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Karena tidak semua banjar mendapatkan pelatihan secara langsung.

“Melalui workshop ini, kita bisa memanfaatkannya dalam menyikapi perkembangan teknologi, arus urbanisasi dan ketatnya persaingan,” ujarnya.

Sementara itu warga dan para generasi muda menyampaikan terima kasih atas program BCS yang didukung penuh oleh Menteri BUMN Erick Thohir melalui program TJSL Pertamina.

Sekretaris Kecamatan Denpasar Selatan Ni Komang Pendawati yang membuka acara tersebut menyampaikan apresiasi atas workshop ini. Menurutnya, ini adalah kesempatan untuk menggali potensi yang dimiliki di banjar ini.

“Seperti kita ketahui, akibat pandemi Covid-19, semua sektor terdampak, sehingga kegiatan ini adalah kesempatan untuk meningkatkan UMKM kita yang harus terus maju. Jadi harus dimanfaatkan dan hasilnya diaplikasikan secara nyata,” pintanya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Unud, Prof. Ir. I Made Anom Sutrisna Wijaya, M.App.Sc.,Ph.d., menyampaikan maggot di banjar ini sedang berkembang. Namun belum diketahui pemanfaatannya. Hanya baru sebatas pakan ternak saja.

Menurutnya, sekarang maggot bisa dikembangkan untuk sumber makanan, sebagai sumber protein. “Nah itu yang bisa kita lakukan selain pengembangan produk lain seperti minyak jelantah yang bisa dipakai produksi lilin,” bebernya.

Dia menambahkan, Fakultas Teknologi Pertanian Unud tidak hanya melakukan pendampingan dalam pembuatan produk saja, akan tetapi juga mengolah limbah. Apalagi saat ini limbah menjadi isu utama, sehingga perlu ditekan dan dihilangkan.

“Kami membuat zero waste. Jadi semua diolah. Apapun kita olah kembali lagi ke nol menjadi ke diri kita sendiri. Kita yang menghasilkan limbahnya, kita yang mengolah, dan kita yang memanfaatkannya,” tandasnya. (wid)