Denpasar, (Metrobali.com)

Membuat asumsi dengan dibangunnya Bandara Bali Utara akan otomatis menaikkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, rasanya berlebihan, apalagi menganggap bandara sebagai panasea, obat segala “penyakit” yang menimpa sosial ekonomi masyarakat Buleleng. Tanpa menghitung dengan cermat dampak negatif proyek: kerusakan lingkungan, tergusurnya penduduk lokal dan keterpinggiran kultural lainnya.

Hal itu dikatakan pengamat kebijakan publik Jro Gde Sudibya, Kamis 26 April 2023, menanggapi soal tantangan, peluang dan prospek Buleleng ke depan.

Menurutnya, tantangan memajukan Buleleng, sebetulnya ada di “depan mata”, menyebut beberapa. Buleleng memiliki sumber daya kultural yang yang telah teruji bertahun tahun, sifat keterbukaaan, sikap egaliter, nilai-nilai demokrasi, yang bisa melahirkan pemimpin cerdas, visioner dengan partisipasi masyarakat luas.

Buleleng, kata Jro Gde Sudibya memiliki wilayah dengan garis pantai yang terpanjang, kekayaan alam yang terberi (gifted of natural endowment) punya potensi untuk pengembangan budi daya perikanan dan industrinya, serta potensi besar wisata bahari.

Menurur Jro Gde Sudibya, Buleleng mempunyai kekayaan sumber daya pertanian yang melimpah, dengan ethos kerja yang tangguh, merupakan potensi yang setengah hati digarap dewasa ini.

“Potensi dari komoditas ekspor yang sangat menjanjikan sebut saja: Vanili, Coklat, Manggis dan komoditas lainnya yang prospek pasar globalnya sangat luas. Pengembangan wisata perdesaan yang bersahabat dengan lingkungan yang sedang menjadi trend, dan diperkirakan meningkat cepat di masa datang,” katanya.

Selain itu, katanya, Buleleng mengalami “internal brain drain”, orang-orang pintar Buleleng keluar dari tempat kelahirannya, tantangannya bagaimana “Buleleng diaspora” mau jengah berkontribusi buat tanah kelahirannya. (Adi Putra)