Poto : Ilustrasi potret kemiskinan

Denpasar, (Metrobali.com)

Bagaimana pembangunan Bali mau terarah dengan baik, sementara hasil Musrenbang saja tidak dijadikan acuan oleh Gubernur Bali Wayan Koster, diganti dengan proyek mercu suar dan mega proyek yang menyerap hampir seluruh anggaran pembangunan, yang mengorbankan kepentingan rakyat banyak. Begitu juga serapan ekonomi warga miskin di pedesaan hampir tidak tersentuh.

Hal itu dikatakan pengamat politik dan ekonomi Jro Gde Sudibya, Sabtu, 11 Maret 2023 melalui pesan whatsapp di Denpasar.

Ia mengatakan, tahun 2022 anggaran.pertanian hanya 1,8 persen, termasuk biaya pegawai, jadi anggaran untuk petani sangat kecil, sedangkan pertanian dalam program mendapat perioritas pertama.

Dikatakan, ia mengingatkan kepada mereka yang diberi mandapat oleh masyarakat Bali agar lebih serius dan lebih bertanggung-jawablah dalam memimpin Bali.

Sebelumnya, dari diskusi publik dan penyerapan aspirasi yang digelar di kantor DPD Propinsi Bali, tercetus pernyataan, bahwa kebijakan publik sangat penting dilaksanakan sesuai rencana karena hasilnya menyangkut hidup masyarakat banyak. Untuk itu pemegang kebijakan harus bisa sebagai leader sekaligus manajer dalam mengimplementasikan kebijakannya.

“Apalagi anggaran pembangunan untuk Bali sangat besar, dua puluhan triliun setahunnya. Ini kalau dikelola dengan baik tentu dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ungkap Anggota Komite IV DPD RI dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M. saat kegiatan menyerap aspirasi, Jumat (10/3) di Sekretariat DPD RI Renon Denpasar.

Dikatakan, dari perspektif pengembangan pendidikan berkualitas, penyiapan generasi muda merespons perubahan, pemberdayaan masyarakat bawah: yang miskin, UMKM, sepertinya BALI SALAH KELOLA.

“Anggarannya hampir seluruhnya terserap untuk proyek mercu suar yang dampaknya terhadap penciptaan kesempatan kerja produktif dan pertumbuhan ekonomi berkualitas diragukan. Apalagi bentuk bansos, hibah untuk tujuan elektabilitas sulit dapat dipertanggungjawabkan dari perspektif kebijakan pembangunan yang sehat, sound of maagement development,” kata Jro Gde Sudibya.

Dikatakan, visinya terlalu abstrak, tidak didukung oleh matrik kebijakan yang langsung bisa dikerjakan (work able), dana anggaran yang cukup dan sumber daya birokrasi yang trampil dan termotivasi untuk melayani.

Bukan jajaran birokrasi yang moralnya jatuh, kehilangan semangat, dan di sana sini apatis, takut melangkah karena suasana kerja yang tidak mendukung.

Sumber lain menyebutkan, program perencanaan pembangunan daerah sudah disusun sedemikian rupa dan sudah sesuai aspirasi Musrenbang, namun yang diperhatikan gubernur hanya proyek mega pusat. (Adi Putra)