Bali Punya Peluang dan Potensi Besar Kembangkan Desa Wisata
Di era saat ini, bisa jadi, situasi pariwisata Bali khususnya, telah menimbulkan kejenuhan bagi penikmatnya yakni wisatawan. Belum lagi, begitu masivnya laju pembangunan akomodasi wisata seperti hotel, villa dan sejenisnya, padahal jumlah akomodasi wisata ini sudah overload atau melebihi kapasitas daya tampung pariwisata. Bisa dibayangkan, pariwisata Bali yang notabene pariwisata budaya, akan dijejali oleh tumbuh suburnya beton-beton menjulang tinggi, disisi lain kuantitas wisatawan juga kondisinya naik turun. Bagi pandangan salah seorang tokoh muda Bali yang bergerak di sektor pariwisata, Dewa Nyoman Budiasa, kejenuhan terhadap kondisi pariwisata Bali khususnya terhadap pertumbuhan fisik akomodasi, sudah mulai dirasakan. Sehingga Bali memerlukan satu terobosan, satu alternatif untuk membuka peluang wisata baru, yakni membangun sebuah desa wisata. “Desa wisata menjadi alternatif yang kini sangat digemari wisatawan saat ini dan menjadi trend pariwisata global”, ungkapnya. “Gerakan go green dan back to nature, telah menjadi primadona pariwisata dunia saat ini”, imbuhnya.
Sebelum membangun sebuah desa wisata, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Satu, adanya komitmen dari seluruh komponen warga desa untuk teguh mempertahankan adat agama tradisi seni dan budaya di desa bersangkutan. Kedua, sumber daya manusia juga harus dipersiapkan. “Disinilah peran pemerintah sebagai pendamping untuk memberikan pelatihan-pelatihan, pembinaan dan bimbingan kepada sumber daya manusia di desa agar siap memberikan pelayanan kepada wisatawan dan mengelola sebuah desa wisata secara profesional”, ujarnya. Ketiga, pemasaran atau marketing. Di era digital saat ini, promosi melalui teknologi aplikasi online sangat terbuka lebar. “Peran pendampingan dari pemerintah sangat dibutuhkan agar promosi desa wisata ini bisa masuk ke dalam sistem atau aplikasi online di digital marketing”, harapnya.
Selain itu, sebuah desa wisata juga wajib memperhatikan standar-standar sebagai sebuah akomodasi wisata, tanpa harus menghilangkan sifat karakter tradisional sebuah desa. “Sebuah desa wisata, tidak perlu dipoles seperti sebuah hotel bintang 5. Yang wajib diperhatikan, kelayakan rumah warga yang akan digunakan tempat menginap bagi wisatawan dan standar yang tak kalah penting, adalah menjaga kebersihan demi kenyamanan wisatawan”, jelasnya. Desa wisaya bukanlah paket berlibur yang murahan. Dewa Budiasa membantah anggapan, jika desa wisata adalah wisata murahan. Desa wisata itu nilai jualnya sangat tinggi. “Di negara Amerika dan Eropa, sejak tahun 2000an, sudah mengembangkan sebuah konsep yang mirip dengan desa wisata, yang dikenal dengan sebutan Camp Ground. Para wisatawan tidak digiring untuk menginap di akomodasi mewah, namun berlibur di sebuah lokasi dimana sekelilingnya sangat jauh dari unsur modern”, jelasnya.
Jadi menurut Dewa Budiasa, pemerintah sudah saatnya harus membuka mata untuk melirik peluang dan membangun lebih banyak lagi desa wisata, karena desa wisata memiliki fungsi sangat strategis untuk menggerakkan perekonomian warga pedesaan. “Desa wisata akan memberi devisa yang hasilnya dapat dinikmati langsung oleh masyarakat desa, bisa langsung berinteraksi dengan wisatawan, sehingga denyut ekonomi warga di desa akan menggeliat, yang tentunya akan mengangkat kesejahteraan masyarakatnya”, ujarnya. RED-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.