Bali Post Diminta Hentikan Berita Provokatif
Denpasar (Metrobali.com)-
Aliansi LSM Bali dan Aliansi Media Bali mengimbau Bali Post segera menghentikan pemberitaan provokatif terkait perseteruannya dengan Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Kalau pemberitaan bernada menghasut itu terus dilakukan, selain tidak kondusif bagi upaya perdamaian, juga berpotensi terjadinya gesekan horisontal antar pendukung kedua belah pihak.
Demikian antara lain mengemuka dalam dialog antara Aliansi LSM Bali dan Aliansi Media Bali saat diterima Ketua Komisi I DPRD Bali I Made Arjaya di gedung DPRD Bali, Renon, Rabu (25/1) kemarin. Aliansi LSM Bali terdiri dari sepuluh elemen, antara lain Forum Gema Perdamaian, Parasparos, Aliansi Masyarakat Bali dan Pusat Kajian Hindu.
Dalam pernyataan sikapnya yang dibacakan juru bicara Made Suryawan, Aliansi LSM Bali menegaskan, perseteruan Satria Naradha (Bali Post) Vs Mangku Pastika belakangan ini sudah menimbulkan ekses yang tidak baik dan kurang kondusif terhadap cita-cita bersama masyarakat Bali yang ingin mengajegkan Bali sebagai Parahyangan Jagat.
“Kami tegaskan bahwa kami adalah komunitas yang sama sekali tidak memihak pihak manapun yang berseteru karena menurut kami kedua belah pihak adalah aset daerah yang dibutuhkan Bali,” begitu antara lain bunyi pertanyaan sikap Aliansi LSM Bali yang ditujukan kepada Pimpinan DPRD Provinsi Bali.
Kalau DPRD Provinsi Bali ingin berperan sebagai pendamai antara kedua belah pihak, Aliansi LSM Bali mendesak, jangan hanya Pastika, tetapi Satria Naradha juga dipanggil. Dengan duduk bersama secara damai dan suasana kekeluargaan, sehingga diperoleh solusi yang terbaik dan memuaskan kedua belah pihak.
Saat berdialog, di hadapan Komisi I DPRD Provinsi Bali, seorang sulinggih Ida Acarya Yogananda menghimbau Bali Post menghentikan pemberitaan yang bersifat provokasi terhadap masyarakat dan menggiring opini yang merusak citra Mangku Pastika.
“Beruntung Mangku Pastika tidak melakukan hal yang sama. Sebab kalau hal itu diladeni, saya bisa pastikan massa pendukung Satria Naradha akan kalah. Jadi hentikanlah tindakan penggalangan massa dan opini,” ujar sulinggih Ida Acarya Yogananda.
Sebagai orang yang pernah membanggakan Bali Post, Ida Acarya Yogananda mengaku sangat kecewa dengan pola pemberitaan Bali Post saat ini yang dinilainya cenderung ”membela yang bayar”.
Pada kesempatan itu, Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali Made Arjaya menegaskan, pihaknya berencana mengundang kedua belah pihak, baik Gubernur Pastika maupun pihak Bali Post. Dia berharap, kedua belah pihak menempuh jalan damai. Dia mendorong yang merasa bersalah untuk segera melakukan permintaan maaf. Ini merupakan jalan ke pintu damai. ”Kalau jalan damai tidak tercapai, ya dilanjutkan di pengadilan,” ujar Arjaya.
Sementara itu, Ketua Aliansi Media Bali I Gusti Wisnu Wardana menegaskan, apa yang digembar-gemborkan Bali Post bahwa telah terjadi ancaman terhadap kemerdekaan pers. ”Pernyataan Bali Post itu merupakan manipulatif. Pers di Bali tidak merasa terancam. Yang ternacam itu Bali Post, karena pemberitaannya melanggar kode etik jurnalistik,” tandas Wisnu. (sumber: Bali Tribun/Tim MB)
5 Komentar
Saya mendukung imbauan Aliansi LSM Bali dan Aliansi Media Bali.
Walaupun sekarang era kebebasan pers, tetapi hendaknya kebebasan yang ber-etika,…ingat Gubernur juga disebut GURU yaitu Guru Wisesa.
sing dadi ALPAKA GURU,…..damai ,..damai,…damai,…
Pemberitaan bali post,semenjak masa reformasi,rasanya sudah sangat sering melenceng dari obyektifitas..
Sebelumnya,winasa juga dipojokkan dan dicitrakan negatif terus menerus ,dengan tendensi menjegal beliau di pilkada..
Mungkin ini sekarang yg terjadi sekarang..
Sadarlah bali post,obyektiflah
Ya..akhir2 ini sangat terasa salah satu koran terbesar (konon) di Bali terus2an agitatif terhadap pemberitaan program Prov. Bali. Sebenarnya ini baik karena peran pers memang salah satunya seperti ini dan berperan menjadi cermin dan kontrol buat semua pejabat (executif, legislatif dan yudikatif) terhadap program dan kebijakan mereka. Namun, jadi tidak simpatik dan elegan jikalau pembaca merasa tidak ada keseimbangan pemberitaan dan terus menerus tendensius. Apalagi disana pada halaman lain, juga memuat tokoh yang secara terus menerus tercitrakan baik dan tanpa cela, karena “mungkin” saja bayar (unfair). Dimanakah kontrol dan tanggungjawabnya terhadap masyarakat, kalau koran sudah di-manage dengan gaya feodal seperti ini. Apalagi sekarang berusaha mengakomodir tokoh2 untuk ikut “terseret” mendukung kebebasan pers, yang sebenarnya sangat kurang pas. Karena mereka sebenarnya tidak mengerti apa arti dari kebebasan pers…tapi akhirnya masyarakat jadi tahu bagaimana level tokoh2 ini dan pemahaman mereka terhadap suatu masalah… Padahal kebebasan pers itu punya tanggung jawab sesuai dengan kode etik jurnalistik. Berharap di Bali ada keseimbangan informasi dari media cetak dan elektronik yang lain sehingga kebenaran pers bisa didapat dari perspektif yang berbeda. Karena sangat berbahaya “incumbent” media seperti ini sudah “berselingkuh” dengan kepentingan pribadi dan juga kelompok yang dapat “meracuni” masyarakat dengan berita yang sesat. Salam:Keep balance!!!
Saya terus terang malas baca Bali Post…berita ancaman terhadap kebebasan pers terlalu didramatisir..lha wong wartawannya nggak professional, nggak salah ada berita yg ngalor ngidul. Satria Narada harusnya malu gembar gembor ajag bali, tapi korannya isinya cuman jual tanah aja..coba cek deh!!!! Selain itu lihat beritanya, masak koran terbesar di Bali isi beritanya kacangan sesuai pesanan!! Coba cek lagi deh…
kasus bali post telah menunjukkan perilaku pers yang berat sebelah, pemberitaan yang menggiring opini masyarakat untuk membenci tokoh tertentu dan sebaliknya mengkampanyekan tokoh lain. lama-lama bisa jadi proses cuci otak untuk publik. penuh dengan intrik politik. terus terang lebih baik baca koran lain. hati jadi lebih adem.