Demer anggota DPRRI

 

Gde Sumarjaya Linggih

Denpasar (Metrobali.com)-

Kebutuhan konsumsi listrik di Bali akan terus meningkat, seiring pertumbuhan kebutuhan pembangunan. Terlebih sektor pariwisata juga sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat. Untuk menjawab kebutuhan konsumsi listri bagi Bali, banyak wacana dan rencana yang digulirkan. Memang sudah ada sejumlah pembangkit di Bali, namun dikhawatirkan, pembangkit tersebut belum menjamin ketersediaan konsumsi listrik di Bali. Salah satu rencana besar untuk menjawab ancaman krisis listrik di Bali, adalah proyek Bali Crossing.

Menurut anggota Komisi VI DPR RI Gede Sumarjaya Linggih, Bali Crossing sangat ideal dikembangkan di Bali untuk memenuhi kebutuhan listriknya di masa mendatang. “Bali Crossing itu selain biayanya lebih murah, minim polusi udara dan juga polusi suara,” ujarnya.

Ditemui saat kunjungan bersama rombongan Komisi VI DPR RI di PT Indonesia Power Pesanggaran Denpasar, Jumat (14/7/2017) kemarin, Gde Sumarjaya Linggih mengatakan, Bali Crossing belum bisa direalisasikan karena masalah non teknis yakni perijinan padahal secara technical pihak PLN sudah siap.

Politisi Partai Golkar ini juga mengungkapkan, Bali Crossing ini sangat cocok dibangun karena menghasilkan listrik yang sangat murah, selain itu juga, minim polusi suara dan minim polusi udara. “Bali Crossing itu sumbernya murah karena diproses dari air. Jadi kalau bahannya murah maka harga jualnya juga bisa lebih murah”, ujar anggota legislatif Dapil Bali ini.

Sayangnya, proses pembangunan Bali Crossing masih terbentur kendala meski sejatinya PLN sudah siap baik itu sisi pendanaan maupun gambarnya. “Kalau izinnya bisa dikeluarkan daerah, maka PLN bisa langsung mengerjakannya,” kata Demer, panggilan akbrabnya.

Bahan bakar disel untuk produksi pembangkit listrik saat ini masih digunakan, sehingga dari sisi harga, tergolong mahal. Demer mengatakan, penjualan listrik oleh PLN saat ini rata-rata masih Rp 1.100/KWh. Padahal biaya produksinya Rp 1.200/KWh. Jadi masih disubsidi Rp 100.

“Subsidi listrik masih cukup besar menyedot anggaran negara yakni 52 triliun terutama di luar Jawa. Kalau di Bali sedikit subsidinya,” tambahnya. Bahan gas dan batubara merupakan sumber pembangkit listrik yang murah namun tidak ramah lingkungan.

“Ini tak sejalan dengan kebijakan green province. Kalau Bali Crossing itu sumbernya murah karena dari air dan tinggal tarik kabel”, sebutnya. ARI-MB