Bali Butuh Pemimpin “Satya Wacana”
Menjadi seorang pemimpin, terlebih lagi sebagai seorang Gubernur Bali, tidak hanya cukup memiliki kecerdasan intelektual, dan mampu menjaga taksu Bali sebagai daerah yang memegang teguh adat dan budayanya, namun Gubernur Bali juga harus memiliki sikap “satya wacana”, menepati janji dan ucapan yang disampaikan melalui visi dan misinya. Demikian diungkapkan salah seorang tokoh masyarakat Bali yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Bali, Made Mudarta, ketika disinggung kriteria Gubernur Bali ke depan.
“Kemampuan saja tidak cukup karena harapan rakyat Bali ingin memiliki pemimpin yang selain bisa menjaga Bali tetap ajeg, juga harus satya wacana. Apa yang dijanjikan harus ditepati dan dilaksanakan”, ungkapnya. Dikatakan Mudarta, di era saat ini, Bali sedang dihadapkan dengan beragam persoalan mulai dari sosial masyarakatnya, lingkungan, keamanan dan bahkan infrastrukturnya. Tantangan Bali ke depan tidaklah mudah. Pemimpin Bali, juga harus siap membangun sektor pendidikannya, kesehatan masyarakatnya, pertanian dalam arti luas, sumber daya manusianya, dan juga infrastrukturnya. “Dari semua itu, pemimpin Bali ke depan juga harus dapat menjaga masyarakat Bali sesuai tatanan adat, agama, tradisi, seni dan budayanya. Karenanya, siapa pun yang memimpin harus bisa menambah lapangan kerja, meningkatkan derajat kesehatan, memajukan pendidikan masyarakatnya serta membangun infrastrukturnya”, jelasnya. Pendapatan daerah yang masih dominan ditopang dari sektor pariwisata, juga patut diperhatikan pemimpin Bali. Faktor keamanan, menjadi salah satu faktor untuk mempertahankan pariwisata Bali ke depannya. “Ini juga menjadi tantangan Bali untuk menata keamanannya karena pariwisata menjadi nafas krama Bali sampai saat ini”, ujarnya. Ditegaskannya juga, bagi Partai Demokrat, tidak terlalu mempersoalkan figur siapa pun nantinya yang akan menjadi Gubernur Bali dan Wakil Gubernur Bali periode 2018-2023. “Yang penting bisa melaksanakan amanat yang telah diberikan rakyat. Harus satya wacana dan jangan kecewakan rakyat yang telah memilih, apalagi sampai menyengsarakan rakyat,” harapnya.
Mudarta melihat rakyat Bali sudah semakin cerdas dan jeli memilih figur pemimpin daerahnya yang dianggap bisa menjaga dan memajukan masyarakat Bali. “Lihat juga latar belakang atau track record calon Gubernur dan Wakil Gubernurnya, baru kemudian visi misinya”, katanya. Peran partai politik di setiap pilkada hanya sebagai kendaraan bagi figur untuk tampil sebagai kandidat. Setelahnya, rakyatlah yang akan menentukan pemimpinnya dan memakainya selama lima tahun. “Kalau salah pilih, maka dalam lima tahun rakyat yang akan dirugikan”, pungkasnya. Ketika ditanya siapa jago Partai Demokrat di Pilgub Bali tahun 2018, pengusaha properti ini mengungkapkan, semuanya sedang berproses di internal Demokrat. Soal siapa nama-nama figur yang disiapkan, Mudarta kembali menegaskan mekanisme di internal Demokrat sedang berjalan. Namun demikian, Mudarta juga menyadari, Demokrat belum bisa mengusung paket sendiri karena jumlah kursi yang belum mencukupi. Karena itu, upaya koalisi tentu akan ditempuh. “Partai Demokrat sedang dalam proses dan tak mau grasa-grusu. Keputusan nantinya di induk partai,” jelasnya seraya menambahkan tidak ada arahan khusus dari Susilo Bambang Yudhono sebagai ketua umum Demokrat menjelang sukses Gubernur Bali dan Wakil Gubernur Bali 2018. “Tidak ada instruksi khusus dari Cikeas. Kami hanya diminta untuk selalu mengikuti suara rakyat”, ungkap Mudarta. RED-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.