Pendapat Sekjen PBB dalam konferensi perubahan iklim yang menyatakan krisis iklim bergerak menuju neraka iklim, menggambarkan betapa akutnya krisis iklim yang dialami sekarang terlebih-lebih di masa depan.

Dituntut program aksi nyata untuk menanggulanginya, karena wacana dalam berbagai konferensi tentang lingkungan hidup sudah berlangsung cukup lama, semenjak konferensi Stockolm tahun 1980’an. Sudah berlangsung 40 tahun, tetapi suhu bumi terus meningkat, dampak rumah kaca semakin terasa, bencana terutama bencana hidrologi lebih sering terjadi dan skala kerugian yang semakin membesar.

Pendapat para pakar lingkungan terhadap bahaya krisis dan upaya penanggulangan sudah lebih dari cukup. Kesadaran bahaya krisis lingkungan pada sebagian pejabat publik di banyak negara terus bertumbuh, tetapi kebijakan penanggulangannya yang setengah hati.

Di sisi lain, ada negara yang masih belum percaya dari risiko berat dari krisis iklim, sehingga implementasi Kesepakatan Paris (2015), banyak mengalami hambatan untuk menekan penambahan suhu udara di bumi, tidak melewati angka 1.5 derajat celcius dalam 1 – 2 dasawarsa.

Karena beratnya krisis iklim ini dan dampaknya buat planet bumi yang kita huni bersama, dan keberlanjutan umat manusia, sudah semestinya 1.600 CEO yang akan bersidang di hari-hari ini di Nusa Bali, juga diingatkan : kegiatan bisnis yang merusak lingkungan harus segera diakhiri, karena keuntungan yang diterima para pelakunya, sangat tidak sebanding dengan kerusakan: lingkungan, budaya dan melahirkan ketidakadilan ekonomi yang akut.

Sebagai pebisnis yang punya posisi tawar tinggi terhadap kekuasaan, karena panggilan sosialnya -social enterpreneurship-, mendorong pemerintah di negaranya masing-masing mempercepat agenda EBT (Energi Baru Terbarukan) dan pengembangan Ekonomi Hijau, yang sudah merupakan keniscayaan.
Berperan lebih aktif dari proyek-proyek EBT, karena keterbatasan pemerintah dalam pendanaan, pilihan teknologi yang layak secara ekonomi finansial, dan lebih menjamin jadwal waktu pelaksaannya.

Panggilan kemanusiaan sebagai wirausahawan sosial sangat diharapkan, dalam penyelamatan bumi dari risiko neraka lingkungan, yang kemudian nanti oleh sejarah social enterpreuner ini tercatat sebagai pendekar penyelamat lingkungan dalam perspektif global.
Selamat datang di Bali, semoga tuan dan puan bisa berkontribusi banyak dalam penyelamatan lingkungan dan masa depan bumi yang kita huni bersama.

Semoga KTT G20 mampu melahirkan Deklarasi Bali, termasuk memuat Deklarasi Bali Compact atau Bali Common Principles in Accelarating Clean Energy Transition – Prinsip – Prinsip Umum dari Bali dalam Mempercepat Transisi Energi Bersih.

Jro Gde Sudibya, ekonom, konsultan ekonomi dan pengamat ekonomi politik.