Jakarta, (Metrobali.com) –

Gadis hitam manis asal Bali itu terlihat serius memusatkan tenaga di satu tangan yang ditumpukan pada bola karet agar mampu mengangkat badan sesuai instruksi pelatih.

Berbagai instruksi dari pelatih Agustinus Ngamel dilakoni dengan baik oleh perempuan bernama lengkap Gusti Ayu Mardili Ningsih saat latihan beban di Stadion Madya Jakarta.

Anak kedua dari pasangan Igusti Ngurah dan Yohana Erni Liberu itu terdaftar sebagai salah satu atlet nasional dari cabang atletik untuk nomor lari 400 meter. Ia merupakan salah satu atlet remaja yang sedang digodok di Pelatnas atletik.

Meski tergolong belia, gadis kelahiran Maret 1998 di Dili, Timor Leste, yang dipanggil ke Pelatnas pada Agustus 2013 itu, telah mengukir sejumlah prestasi di cabang olahraga atletik untuk nomor lari 400 meter.

Prestasinya di dunia olahraga atletik dimulai saat duduk di bangku SMP PGRI 5 Denpasar Bali, ketika menjuarai Pekan Olahraga Pelajar Provinsi Bali.

Karir pelajar yang dititipkan untuk menimba ilmu di SMA Khusus olahragawan Ragunan itu semakin bersinar yakni meraih medali perak Piala Panglima Terbuka 2013, medali emas Jakarta Open 2013, medali perak nomor lari 200 meter dan medali emas lari 400 meter medali emas pada Kejurnas 2014.

Selanjutnya ia mengukir prestasi di SEA Youth Championship 2014 Myanmar dengan menyumbang medali emas untuk nomor lari 400 meter.

“Berlatih dengan tekun dan tetap disiplin merupakan salah satu kunci sukses, sebagai atlet,” kata Ayu.

Gadis yang memegang rekor nasional lari 400m remaja dengan catatan waktu 57,34 detik berkeinginan besar agar bisa membela tim merah putih pada SEA Games 2015 di Singapura.

“Keinginan terbesar saya adalah ingin memecahkan rekor waktu 54 detik. Saat ini saya sudah mencapai waktu 57 detik dan artinya butuh tiga detik lagi untuk mewujudkan itu,” kata Ayu yang mengaku dalam darahnya mengalir jiwa atlet yang diturunkan ibunya.

Anak kedua dari tiga bersaudara itu juga selalu ingat akan pesan pelatihnya agar tetap tekun berlatih karena pada akhirnya akan meraih prestasi sesuai dengan keinginan yang dicita-citakan.

Gadis yang juga sempat menimba ilmu di SDN Padang Sambian, Denpasar, Bali, menceritakan mengikuti kompetisi di cabang olahraga atletik hanya untuk mendapatkan beasiswa dan tidak terpikir akan menjadi atlet sesungguhnya seperti saat ini.

“Awalnya hanya berkeinginan mencari beasiswa agar tidak membebani orang tua,” katanya.

Menurut dia, berbagai bonus dan hadiah yang diperolehnya itu dikirimkan untuk orang tua dan sebagiannya ditabung. Prestasi yang diraih tersebut juga tidak terlepas dari dukungan kedua orang tua.

“Dari awal hanya untuk mendapat beasiswa, kini setiap detik sangat berarti agar keluar sebagai pemenang,” ujar remaja yang menyukai warna merah itu.

(Ant) –