TIM GENDODenpasar (Metrobali.com)
Kuasa hukum I Wayan Suardana alias Gendo, Made Suardana angkat bicara atas pelaporan kliennya oleh Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) ke Mabes Polri atas tuduhan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Ras dan Etnis‎.
‎Seperti diketahui, kicauan Gendo di Twitter berbuntut panjang. Melalui akun pribadinya, Wayan GENDO S #BEJO, Gendo menuliskan status “Ah, muncul lagi akun2 bot asuhan pembina pos pemeras rakyat si napitufulus sok bela2 susi. Tunjukin muka jelek mu nyet‎,” kicau Gendo.
Menurut Suardana, ‎saat menulis kata-kata di Twitter, kliennya tidak sedang melakukan penghinaan terhadap Pospera. “Dia sendiri aktivis 98 yang pada masa lalu melakukan pergerakan melawan rezim Orde Baru di bawah bendera Pospera. Tidak mungkin dia melakukan penghinaan terhadap organisasinya sendiri yang pernah dinaunginya,” kata Suardana saat memberikan keterangan resmi, Selasa 16 Agustus 2016.
Ia melanjutkan, dalam pergerakannya, Gendo sama sekali tak pernah menyinggung unsur SARA seperti disampaikan Pospera. Gendo, Suardana melanjutkan, sama sekali tak memiliki masalah dengan etnis Batak. ‎”Gendo tidak memiliki latar belakang permusuhan dengan orang Batak. Semata-mata tindakan yang dilakukan berkaitan reklamasi Teluk Benoa, tidak ada hubungannya dengan perlawanan etnis,” papar Suardana.
Menurutnya, sebagai media komunikasi sosial Twitter memiliki keterbatasan dalam penulisan kalimat. Ketika penulisan muncul, mereka yang menerima tulisan tidak bisa menjustifikasi tanpa meinta klarifikasi terhadap tulisan itu. “Kecuali menyasar subjek hukum, badan hukum, instansi dan lainnya. Kalau ditulis bahasa kiasan, lalu ditafsirkan penghinaan, ini repot,” ucapnya.
Kalimat ‘pos pemeras rakyat’ dalam cuitan Gendo bukan ditujukan kepada ‎perorangan maupun Pospera, melainkan kepada aliansi, lembaga, instansi atau siapapun yang memeras kekayaan alam milik rakyat. Sementara kata ‘pembina’ di depan kalimat ‘pos pemeras rakyat’ tidak ditujukan kepada Adian Napitupulu yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Pospera. “Pembina adalah mereka yang memiliki tindakan langsung terhadap kerugian alam dengan melakukan pemerasan terhadap alam. Pembina bisa jadi pemimpin dan dalam cuitan Gendo di Twitter yang dipermasalahkan itu tidak ditujukan kepada siapapun,” tegas dia.
Sementara tulisan ‘napitufulus’ lagi-lagi Suardana membantah jika hal itu ditujukan kepada Adian Napitupulu. Juga, tak ada kaitannya dengan etnis Batak. ‎”Tegas kami sampaikan bahwa bahasa napitufulus tidak berhubungan dengan etnis Batak. Gaya bahasa saja. Fulus adalah uang, perang terhadap Rp1 triliun yang dikeluarkan oleh investor reklamasi Teluk Benoa. Napi itu artinya penjahat, tu (to dalam bahasa Inggris)  itu artinya kepada. Jadi napitufulus itu artinya adalah orang jahat atau kejahatan terhadap alam untuk mengeruk uang. Tidak ada kaitan dengan Adian Napitupulu,” urai dia.
Suardana juga menampik inisial AN yang disebut-sebut dalam Twitter Gendo berikutnya merujuk kepada inisial Adian Napitupulu. Menurutnya, inisial AN merupakan akun palsu atau anonim yang sering menyudutkan gerakan rakyat Bali tolak reklamasi Teluk Benoa (ForBALI).
“Mereka yang membaca itu (tulisan di Twitter Gendo) saya minta tidak membuat tafsir baru, tafsir ulang selain daripada tafsir si penulisnya sendiri,” harap dia.‎ Menurutnya, Twitter Gendo pada akhirnya mirip dengan akhir cerita sinetron. “Ini mirip film atau sinetron, di mana di akhir cerita pasti ditulis  ‘cerita ini hanya fiktif, apabila ada kesamaan nama, itu satu kebetulan saja. Saya ingin sampaikan tidak ada satu Twitter yang menyerang Pospera, Adian dan orang Batak,” jabar Suardana.
Pelaporan terhadap Gendo, Suardana melanjutkan, merupakan pengalihan isu dari gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa ke isu SARA. Pelaporan itu juga menyandera gerakan rakyat Bali yang menolak rencana reklamasi seluas 700 hektar oleh PT TWBI‎, sehingga gerakan itu akan berhenti ketika diadukan ke jalur hukum.
Keyakinan pelaporan itu berkaitan dengan penolakan reklamasi Teluk Benoa bukan tanpa sebab. Oknum petinggi di Pospera, imbuh Suardana, merupakan mereka-mereka yang mendukung gerakan reklamasi Teluk Benoa.
“Jadi menurut kami berhubungan dengan reklamasi Teluk Benoa. Mereka yang tegabung dalam Pospera adalah tokoh yang mendukung reklmasi Teluk Benoa. Isu ini tepat diambil untuk memecah gerakan ini yang memang massif,” ujarnya.
Suardana bersama 30 pengacara yang tergabung membela Gendo saat ini tengah menyusun langkah untuk melakukan pembelaan terhadap kliennya. Salah satu yang tengah dipertimbangkan adalah melaporkan balik akun-akun pribadi oknum Pospera yang secara tegas melakukan penghinaan terhadap Gendo. “Misalnya ada akun yang secara terang-terangan menghina Gendo dengan kalimat ‘Gendo an***g. Kami sedang kaji dan pertimbangkan langkah hukum yang akan kami ambil,” katanya. “Ini murni kriminalisasi terhadap Koordinator ForBALI. Tim hukum akan melakukan pengawalan, akan melakukan ‎upaya maksimal, agar kita akan uji secara politik dan hukum. Kami mengundang seluruh advokat yang belum tergabung untuk bersama-sama melakukan advokasi terhadap Gendo,” tutup dia. JAK-MB