Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota DPRD Provinsi Bali Made Arjaya meragukan implementasi Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan di daerah.

“Seiring era reformasi keberadaan ormas tumbuh berkembang. Namun ada pula tidak bertahan lama, karena keanggotaannya semakin tidak jelas,” katanya di Denpasar, Senin.

UU Ormas yang baru disahkan oleh DPR menyangkut semua ormas yang ada termasuk semua bidang kegiatan, mulai dari agama, aliran kepercayaan, hukum sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan, sumber daya manusia, pemberdayaan perempuan, lingkungan hidup dan sumber daya alam, kepemudaan, olahraga, profesi, hingga seni budaya.

“Saya mengamati ketentuan tentang pendirian ormas berimplikasi menyempitkan amanat UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul,” kata politikus PDIP itu.

Arjaya mengatakan implikasi dari UU Ormas baru ini banyaknya pasal yang tidak cocok dengan UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas tersebut.

“Pengesahaan UU Ormas baru ini terlalu tergesa-gesa. Padahal sosialisasi ke masyarakat belum semuanya mendukung,” kata politikus asal Desa Sanur, Kota Denpasar.

Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Daerah Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah Indonesia) Provinsi Bali Ida Bagus Putu Oka Suryawan menganggap terbitnya UU Ormas tersebut berpengaruh terhadap ormas-ormas yang baru terbentuk.

“UU Ormas yang baru diterbitkan itu jelas akan berpengaruh terhadap ormas di daerah, karena dulunya ormas hanya melaporkan ke Kantor Kesbanglinmas, namun pada UU Ormas yang baru harus menyusun struktur organisasi dan jumlah anggotanya serta harus tercatat di kantor tersebut,” katanya.

Sebagai pemimpin ormas keagamaan, pihaknya akan tetap mengikuti aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

“Kami di daerah akan selalu patuh pada aturan yang ada. Namun dalam penerapan sanksi pemerintah juga harus berlaku adil. Tidak sekadar melihat siapa pengurusnya. Tapi kalau mereka melanggar harus sanksinya juga sama dengan ormas-ormas yang ada,” katanya. AN-MB