Jakarta (Metrobali.com)-

Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan menyerahkan peta yang meliputi 324 masyarakat adat seluruh Indonesia kepada Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya di Jakarta, Senin (15/7).

Menurut Sekjen AMAN, peta yang dibuat secara partisipatif itu berbeda dengan peta wilayah, dan di dalamnya ada juga sejarah berupa data sastra lisan yang kemudian diterjemahkan dalam peta.

“Peta ini lengkap ada peta narasi sehingga untuk pemerintah kalau ada masalah bisa langsung dilihat di mana masalahnya dan masyarakat adat mana, jadi bisa langsung dicarikan solusinya,” kata Abdon.

Dia mengatakan, selama ini masyarakat adat muncul ketika terjadi konflik, sedangkan jika memiliki data, pemerintah menurutnya tidak perlu kaget lagi kalau ada masalah.

Peta masyarakat adat tersebut dibuat dalam lima tahun terakhir dan masih tahap awal meliputi 324 masyarakat adat dengan luas lahan 2,6 juta hektare.

“Perkiraan AMAN paling tidak ada 15 ribu wilayah adat, jadi pekerjaan kita masih banyak. Kami berharap kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup sehingga akan ada perbaikan setiap tahun,” tambah dia.

Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya mengatakan mendukung upaya pemetaan yang dilakukan AMAN karena sangat membantu pemerintah.

“Dari sisi lingkungan hidup apa yang dikerjakan AMAN sangat penting sebab Protokol Nagoya tidak bisa jalan kalau kita tidak punya data akurat. Dari sisi Kementerian Lingkungan Hidup saya sangat menghargai dan mengapresiasi usaha AMAN,” kata Balthasar.

Protokol Nagoya adalah perjanjian internasional yang mengatur secara komprehensif perlindungan terhadap kekayaan keanekaragaman hayati dan menjamin pembagian keuntungan bagi pemilik sumberdaya genetik.

Pemilik sumberdaya genetik selama ini lebih dikenal dengan masyarakat adat karena mereka yang paling besar memanfaatkan sumberdaya genetik dan mempunyai pengetahuan tradisional.

Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup Ilyas Asaad mengatakan, KLH bertugas melindungi sumberdaya genetik yang tujuan utamanya perlindungan pengetahuan tradisional untuk mensejahterakan masyarakat.

“80 persen dunia menyandarkan hidup dari obat tradisional. Tapi 85 persen masyarakat adat hidup miskin dan memanfaatkan sandang pangan dari sumber daya alam sekitarnya,” kata Ilyas.  AN-MB