Denpasar (Metrobali.com)-

Konflik-konflik dalam pengelolaan sumber daya alam masih terus berlangsung, terutama perampasan atas tanah-tanah masyarakat adat, komunitas local dan petani. Praktek perampasan ini dipicu oleh sitem kebijakan yang diskrimininatif yang lebih pro terhadap kapitalis raksasa seperti perusahaan perkebunan, pertambangan dan perusahaan lainnya.

Hal itu dikatakan Made Nurbawa, Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN-Bali, Kamis (12/1) kemarin dalam siaran pers-nya kepada Metrobali.com, di Denpasar.

Dikatakan, sistem yang berlaku saat ini lebih mengedepankan pengakuan klaim fomalistik yang sarat dengan ketidakadilan bagi masyarakat adat dan petani. Akibatnya terjadi banyak konflik yang diikuti oleh pelanggaran HAM dan kriminilasiasi terhadap masyarakat adat. Banyak aktivitas Masyarakat Adat dan Petani yang menjadi korban kesewenangan-wenangan aparat keamanan.

Konflik-konflik sumber daya alam yang terjadi merata di berbagai wilayah di Indonesia. Sebut saja kasus pembantaian petani dan masyarakat adat di Mesuji di Lampung dan Sumatra Selatan, Pembakaran 65 rumah Komunitas Adat Perkasa di Sumbawa NTB karena berada dalam kawasan hutan lindung, Penangkapan masyarakat di Sape yang protes dan meminta pencabutan SK Bupati Bima terkait ijin pertambangan.

Berangkat dari maraknya konflik-konflik yang berangkat dari persoalan agraria di Indonesia, dengan ini sebagai rasa prihatin dan solidaritas terhadap nasib bangsa Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bali dan Kelompok TELAPAK Bali, menyerukan kepada semua pihak, khususnya Pemerintah Pusat dan Daerah. Pertama, memberikan perlindungan dan fasilitasi kepada nasib dan hak-hak Masyarakat Adat dan Petani di seluruh wilayah Indonesia, sebagai wujud penghormatan atas prinsip-prinsip Negara yang menghargai dan melindungi hak-hak dasar masyarakat.

Kedua, mengentikan Perampasan tanah Masyarakat adat dan Kaum Tani dan laksanakan reforma agraria. Ketiga, mengentikan Kekerasan, Pembunuhan, Teror dan Kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat dan Kaum Tani. Keempat, mencabut Undang-Undang yang mendorong perampasan tanah dan tidak berpihak terhadap Masyarakat Adat dan Petani.

Kelima, mempercepat pembahasan dan pengesahan UU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat, UU Desa, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. ‘’Semoga kedepan Bangsa dan Negara Republik Indonesia mampu “Mewujudkan Masyarakat Adat dan Petani yang Berdaulat secara Politik, Mandiri secara Ekonomi, dan Bermartabat secara Budaya”, kata Ketua Aman Bali Made Nurbawa. SUT-MB