Foto: DPD HPI Bali menggelar FGD bertema “Penanganan Kasus WNA dan WNI yang Melakukan Kegiatan Guide Ilegal di Bali”, Senin pagi (1/7/2019) di Denpasar.

Denpasar (Metrobali.com)-

DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali terus menyoroti dan mengeluhkan banyaknya guide ilegal di Bali. Termasuk penegakan hukum bagi WNA (Warga Negara Asing) yang menjadi guide ilegal juga dinilai masih lemah.

“Dari semua masalah guide ilegal ini hilirnya pasti penegakan hukum yang harus menjadi roh. Kalau penegakan hukum ini tidak dilakukan secara kontinyu dan konsisten, saya yakin pariwisata kita akan babak belur ke depan,” kata Ketua DPD HPI Bali, I Nyoman Nuarta, S.H.

Hal ini disampaikan Nuarta saat DPD HPI Bali menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Penanganan Kasus WNA dan WNI yang Melakukan Kegiatan Guide Ilegal di Bali”, Senin pagi (1/7/2019) di Denpasar.

Lebih lanjut Nuarta mengatakan pihak imigrasi ataupun Dinas Tenaga Kerja memang punya tim penanganan WNA. Namun fakta persoalan-persoalan guide ilegal ini masih kerap terjadi.

“Kami juga tidak pernah dilibatkan. Kalau stakeholder yang tahu persoalan tidak dilibatkan, kami yakin efektivitas penegakan hukum tidak berjalan baik,” kritiknya.

Karenanya HPI Bali ingin menggugah para penegak hukum tegas dengan persoalan WNA guide ilegal ini. “Penegakan hukum yang lemah menjadikan tidak ada efek jera bagi WNA guide ilegal. Mereka akan berulang melakukan itu,” kritik Nuarta lagi.

Namun ketika penegakan hukum sudah dilakukan namun di hilirnya putusan pengadilan tidak diberikan dengan maksimal maka hal tersebut juga akan jadi persoalan.

Maka dalam kesempatan ini HPI Bali ingin menggali masukan dari para narasumber dalam FGD ini untuk memberikan solusi atas maraknya guide ilegal di Bali yang ibaratnya “mati satu tumbuh seribu”. Artinya sudah ada upaya penertiban tapi kembali muncul.

“Kami ingin ada pemahaman yang sama bagaimana caranya penanganan khususnya WNA yang jadi guide ilegal di Bali. Bukan sekadar wacana tapi harus ada hal konkret yang bisa kita lakukan ke depan,”ujar Nuarta.

WNA yang menjadi guide ilegal ini khususnya yang banyak di pasar Rusia, walau di segmen pasar lain ada, tapi jumlahnya lebih sedikit. Khusus terkait guide Rusia ilegal ini, Nuarta mengakui memang Bali kekurangan guide Rusia yang resmi.

Namun kekurangan ini bisa ditanggulangi sebab HPI Bali sudah punya pola solusi alternatifnya. Yakni ketika satu divisi bahasa kekurangan guide, bisa ditutupi dengan guide berbahasa Inggris.

“Itu nama sitting guide. Dari dulu polanya seperti itu. Jadi tidak ada alasan orang asing jadi guide ilegal ke Bali dengan mengatakan kita kekurangan guide berbahasa Rusia,” beber Nuarta.

Sejauh ini yang terpantau oleh HPI Bali ada sekitar 15 orang guide Rusia ilegal yang beroperasi di Bali. Dimana mereka bekerja secara berpindah-pindah.

“Kadang-kadang di Denpasar, besoknya ke Karangasem lalu ke Singaraja. Mereka ini bukan datang dari travel agent tapi betul-betul personal melakukan kegiatan pemanduan wisata,” terang Nuarta.

Tidak hanya guide berbahasa Rusia, segmen guide bahasa lainnya pada negara-negara Eropa juga bermasalah atau kekurangan. Seperti bahasa Jerman, Itali, Spanyol, dan Prancis.

“Total guide kita 6.500 orang. Segmen pada bahasa Rusia ada 125 orang. Guide berbahasa Prancis ada seratusan. Jadi rata-rata untuk segmen pasar Eropa jumlah guide seratusan. Kalau yang lain ada ribuan, seperti guide Mandarin ada 1.500-an,” papar Nuarta.

Untuk mengatasi kekurangan guide berbahasa negara-negara Eropa ini, HPI Bali berharap Pemerintah Provinsi Bali dapat membantu berupa subdisi biaya pelatihan atau kurus bahasa tersebut.

“Kami dorong agar guide difasilitasi belajar bahasa negara-negara Eropa juga bahasa Mandarin secara gratis,” imbuh Nuarta.

HPI Bali juga mengeluhkan WNA guide ilegal berbahasa Mandarin juga marak ditemukan di Bali. Mayoritas mereka tidak punya lisensi bahkan banyak yang tidak tamat SD (Sekolah Dasar) tapi nekat menjadi pemandu wisata di Bali. (wid)