Jakarta (Metrobali.com)

 

Ketua Pengurus Harian Pusat Hasil MLB masa bhakti Tahun 2021-2026 Marsekal TNI (Purn) IB dan Sekretaris, Putu Dunia Komang Priambada, SE menyampaikan Pernyataan Resmi terhadap ajaran Hare Krishna kepada Prsiden RI, Joko Widodo bahwa Ajaran Hare Krishna, adalah ajaran transnasional asing yang patut diwaspadai, mengingat:

a. Hare Krishna, dengan telah nyata-nyata melakukan vandalisme atau perusakan terhadap arti Bhagawad Gita yang dilakukan oleh Shrila Prabhupada, untuk kepentingannya sendiri, selaku pendiri ISKCON. Dan kemudian menyebut Bhagawad Gita tersebut sebagai Bhagawad Gita “As It Is” atau “Menurut Aslinya” untuk mengelabui para pembacanya. Hal ini, telah diungkap dengan sangat jelas oleh sdr. I Putu Wirasa Pandya atau lebih dikenal dengan nama Mahaprabhu Pandya, seorang penggiat spiritual di Bali yang banyak melakukan pengkajian Bhagawad Gita.

b. Ajaran Hare Krishna, menetapkan para penganutnya akan menjadi pelayan Krishna di “Vaikunta”, dimana sangat nyata kata “Vaikunta” tersebut adalah sebuah ciptaan mereka sendiri dan tidak terdapat dalam Bhagawad Gita manapun selain Bhagawad Gita terjemahan mereka sendiri. Umat Hindu di Indonesia maupun diseluruh dunia, tidak mengenal “Vaikunta” sebagai tempat terakhir orang beragama Hindu.

c. Kedua hal tersebut diatas semakin memperkuat keputusan PELARANGAN PENYEBARAN BARANG CETAKAN AJARAN HARE KHRISNA yang telah dikeluarkan oleh Jaksa Agung RI dengan SK Nomor: KEP-107/J.A/5/1984, tertanggal 8 Mei 1984, sebagai akibat dari kemarahan umat Hindu Dharma di Bali yang memuncak dengan protes dan pembakaran tempat kegiatan Hare Khrisna pada tahun 1980-an. Umat Kristen/Katholik, juga telah diobok-obok dalam Bhagawad Gita As It Is karangan Prabhupada ini pada Bab 11 Sloka 55 tentang Yesus yang tidak sesuai dan mengarah pada Penodaan Agama, sehingga dalam versi Bahasa Indoensia “Menurut Aslinya”, hal ini disamarkan.

2. Ajaran Sai Baba, juga merupakan ajaran yang tidak diakui yang tercantum dalam Direktori kasus-kasus aliran, pemikiran, paham, dan gerakan keagamaan di Indonesia, terbitan Kementerian Agama RI, Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan dengan ISBN 978-979-797-283-7 tahun 2010, dengan mencantumkan pernyataan-pernyataan sebagai berikut:

Sri Sathya Sai Baba, di Indonesia dikenal dengan Yayasan Sri Sathya Sai Center berpusat di Jakarta dan berbagai cabang dibeberapa wilayah di Indonesia dengan nama Sai Study Group. Sai Baba sebagai manusia, berkata: “Aku adalah Tuhan dari segala Tuhan, Tuhan itu adalah satu tunggal”, yang tentunya juga bertentangan dengan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan tentunya juga bertentangn dengan sebutan Ida Sanghyang Widhi Wasa bagi umat Hindu Dharma Indonesia.

b. Simbol Sai Baba, mencantumkan lambang-lambang berbagai agama diseluruh dunia.

Namun atas reaksi keras umat beragama di Indonesia, Sai Baba di Indonesia mengelabui

dengan mengganti:

i. simbol agama Hindu diganti dengan kata “Kebenaran (Sathya)”,

ii. simbol agama Buddha diganti dengan kata “Kebajikan (Dharma)”,

iii. simbol agama Zoroaster diganti dengan kata “Kedamaian (Shanti)”,

iv. simbol agama Islam diganti dengan kata “Kasih Sayang (Prema)”, dan

v. simbol agama Kristen diganti dengan kata “Tanpa Kekerasan (Ahimsa)”.

c. Terbitnya surat PHDI Provinsi Bali, Nomor: 57/Pera/III/PHDI.B/1984 tertanggal 28 Pebruari 1984 menyatakan tidak mengakui, tidak mengayomi, dan mengambil sikap tegas terhadap ajaran Sai Baba di Bali. Penolakan tersebut didasarkan kepada pertimbangan bahwa ajaran Sai baba tersebut tidak sesuai dengan tatanan kehidupan keagamaan di Indonesia dan dapat menimbulkan keresahan dikalangan umat beragama.

d. Kodam VII Wirabuana, yang sekarang telah berganti nama menjadi Kodam XIV Hasanuddin membawahi wilayah Sulsel, Sulbar dan Sultra, dalam telegram tertanggal 10 Nopember 1993, Komando Daerah Militer VII Wirabuana Nomor: STR/28/1993, menyatakan bahwa ajaran Sai Baba tidak sesuai dengan tatanan kehidupan keagamaan di Indonesia dan disinyalir telah memperoleh banyak penganut di Indonesia yang apabila dibiarkan berlanjut dapat menimbulkan keresahan di kalangan umat beragama.

 

e. Pemda Tingkat I Provinsi Bali berdasarkan pertemuan dengan PHDI Bali dan PHDI Pusat pada tanggal 7 Agustus 1990, membuat pernyataan yang diajukan kepada Kejaksaan Tinggi Bali dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

i. PHDI Pusat dan PHDI Provinsi Bali tidak mengakui keberadaan Sai Baba di Provinsi Bali.

ii. PHDI Pusat dan PHDI Provinsi Bali tidak mengayomi keberadaan Sai Baba denganmengaitkan ajaran Agama Hindu Dharma, karena dalam Sai Baba itu sendiri terdiri dari bermacam-macam agama.

iii. PHDI Pusat dan PHDI Provinsi telah mengambil sikap tegas menolak keberadaan Sai Baba di Provinsi Bali.

f. Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dalam menyikapi keberadaan ajaran Sai Baba, memberikan pernyataan sebagai berikut:

i. Status Yayasan Sri Sathya Sai Study Group sebagai sekte Agama Hindu, namun dalam prakteknya kurang tepat, karena para pengikutnya selain penganut Agama Hindu ada juga yang menganut agama lain.

ii. Kharisma Sai Baba yang begitu besar dengan upacara pemujaan yang berlebihan pada gilirannya dapat dianggap sebagai nabi dan adanya Bhajan yang dinilai sebagai upacara Agama Hindu, dikhawatirkan suatu saat aliran ini akan mengarah kepada pembentukan agama baru di Indonesia.

iii. Buku-buku pedoman yang merupakan khutbah-khutbah Sai baba yang dibukukan dan diperbanyak pengikutnya tidak sinkron dengan tidak bersumber kepada Kitab Suci Weda, dan hal tersebut akan mempengaruhi / mengurangi keimanan orang-orang Hindu Dharma.

g. Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama (sekarang Dirjen Bimas Hindu), berdasarkan analisa dan evaluasi serta pengkajian terhadap kegiatan dan perkembangan Dewan Pusat Sri Sathya Sai Center Indonesia, menyatakan ajaran Sai Baba dianggap tidak sesuai dengan tatanan kehidupan keagamaan di Indonesia sehingga menimbulkan keresahan dan mengganggu kerukunan hidup umat beragama. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Ditjen Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha Kementerian Agama menyatakan:

i. Bahwa Yayasan Dewan Pusat Sri Sathya Sai Center Indonesia tidak lagi terdaftar pada Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama. Dengan mencabut surat nomor: II/5/001/H/1983, tanggal 3 Maret 1983 termasuk Sai Study Group baik yang ada di pusat maupun di daerah.

ii. Terhitung mulai dikeluarkannya surat ini, Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama, tidak lagi menangani masalah Yayasan Dewan Pusat Sri Sathya Sai Center (No. H/BA.01.2/142/I/1994).

iii. Ditjen Bimas Hindu dan Buddha memberikan rekomendasi, agar permasalahan ajaran Sai Baba tidak berlarut-larut dan tidak berkembang kearah timbulnya kondisi dan suasana yang tidak menguntungkan bagi kelancaran pembangunan nasional, dan kerukunan hidup beragama, diperlukan sikap tegas dari pihak aparat berwenang.

3. Data-data dan fakta lengkap dan tuntas dari kedua ajaran tersebut diatas dapat diakses melalui file berikut: https://bit.ly/3cPd4Ya (judul: KAJIAN ANCAMAN Infiltrasi Asing & Ideologi Organisasi Transnasional ISKCON (Hare Krishna) dan SAI BABA (SSB) Di Indonesia).

Berdasarkan data dan fakta-fakta tersebut diatas, dan dimana kondisi saat ini, dimana kedua aliran tersebut masih melakukan aktifitas seperti biasa, kami Pengurus PHDI Pusat Masa Bhakti 2021-2026 hasil Mahasabha Luar Biasa di Pura Samuhan Tiga Bali tanggal 19 September 2021, selaku Majelis Tertinggi umat Hindu Dharma Indonesia menyatakan:

PERTAMA:

Memohon kepada Pemerintah RI dibawah kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah-langkah yang nyata dalam menjaga kerukunan umat beragama dengan MELARANG kedua aliran tersebut, yaitu Hare Krishna dan Sai Baba beraktifitas di seluruh NKRI untuk menghindari infiltrasi aliran asing yang mengancam ketahanan dan pertahanan NKRI melalui kedok agama Hindu Dharma Indonesia.

KEDUA:

Menolak keberadaan baik organisasi maupun individu yang memiliki afiliasi ataupun berkolaborasi dengan kedua aliran tersebut.

KETIGA:

Menolak wakil-wakil rakyat maupun pejabat yang telah nyata-nyata memproklamirkan dirinya sebagai penganut kedua aliran tersebut baik sebagai wakil rakyat di DPD, DPR RI maupun DPR tingkat daerah.

KEEMPAT:

Menolak dan memohon agar pejabat pemerintah lainnya baik pusat maupun daerah yang telah terbukti menjadi anggota maupun pengurus dari kedua organisasi tersebut, DIBERHENTIKAN.

KELIMA:

Memohon kepada Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI serta Kejaksaan Agung agar meminta semua penerbit dan toko buku di seluruhIndonesia untuk menarik dan menghentikan peredaran buku-buku dan barang cetakan dari kedua aliran tersebut.

KEENAM:

Meminta kepada Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia untuk mencabut ijin baik Yayasan maupun Ormas ataupun Lembaga Pendidikan dan Lembaga Pembelajaran yang berafiliasi dengan kedua aliran tersebut.

KETUJUH:

Meminta kepada Majelis Umat Beragama seluruh Indonesia melalui FKUB melakukan koordinasi dan komunikasi yang intensif sesegera mungkin untuk menekan dampak infiltrasi kedua aliran asing tersebut kedalam umat beragama masing-masing.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia dengan itikad baik dan untuk turut serta menjaga, melindungi dan melestarikan warisan leluhur yang adiluhung, melalui PHDI hasil MLB agar terhindar dari belenggu dan intervensi serta konversi keyakinan yang dilakukan oleh sampradaya asing Hare Krishna dan Sai Baba.

 

Tembusan Surat Pernyataan tersebut ditandangani dan ditembuskan pula salinannya kepada Wakil Presiden RI, Ketua MPR RI, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Menko Polhukam RI, Menko PMK RI, Menteri Pertahanan RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Agama RI, Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI, Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Panglima TNI, Kepala Kepolisian RI, Gubernur se-Indonesia, Dirjen Bimas Hindu Kemenag RI, Dirjen Bimas Kristen Kemenag RI, Dirjen Bimas Katholik Kemenag RI, Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI, Ketua Umum Asosiasi FKUB Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Ketua MDA Provinsi Bali, Ketua FKUB Provinsi se-Indonesia, Ketua PHDI Provinsi se-Indonesia, Ketua FKUB Kabupaten/Kota se-Indonesia, Ketua PHDI Kabupaten/Kota se-Indoensia dan Ketua MDA Tingkat Kabupaten/Kecamatan se-Bali. (RED-MB)