MetroBali

Selangkah Lebih Awal

Akhirnya, Demokrat berlabuh ke Prabowo

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) sebelum melakukan pertemuan tertutup di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2018). Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari komunikasi politik yang dibangun kedua partai untuk Pilpres 2019. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Jakarta,  (Metrobali.com)-
Pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada Senin (30/7) siang di Kediaman Prabowo, semakin memastikan terbentuknya koalisi untuk menantang petahana Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pemilihan presiden 2019.

Hal ini juga semakin menjauhkan kemungkinan Presiden Jokowi akan melawan kotak kosong dalam pemilihan yang akan dilakukan serentak dengan pemilihan legislatif tersebut.

Kunjungan mantan Presiden RI ke-6 tersebut ke kediaman Prabowo Subianto di Kertanegara, Jakarta, merupakan pertemuan lanjutan, setelah sebelumnya bertemu, saat Prabowo Subianto mengunjungi kediaman mantan Presiden SBY di Kuningan pada Selasa (24/7) malam.

Dalam pertemuan di Kuningan yang diisi hidangan nasi goreng, belum ada kesepakatan tersurat, namun sinyal terjadinya koalisi sudah terasa. SBY dalam kesempatan tersebut mengatakan, jalan untuk melakukan koalisi dengan Gerindra terbuka lebar.

Jalan itu, kini semakin nyata, setelah Prabowo dan SBY mengadakan konferensi pers bersama usai pertemuan di kediaman Prabowo, Kertanegara.

“Kami sepakat melaksanakan kerja sama politik yang terwujud dalam koalisi. Di mana kita juga berkomunikasi dan mengajak partai lain untuk koalisi,” kata Prabowo dalam kesempatan tersebut.

Kesepakatan itu terlaksana setelah dua jam diskusi, dan diisi dengan suguhan kopi 08 dan Nasi Goreng Hambalang. “Kalau ditanya apakah masih ada diskusi Pak Prabowo presiden atau tidak, kami datang dengan satu pengertian Pak Prabowo adalah calon presiden kita,” kata SBY kepada wartawan usai pertemuan itu.

SBY kini telah memimpin kapal Demokrat, merajut jalan bagi koalisi setelah pada pemilihan presiden 2014 partai berlogo mercy itu memilih untuk tidak ikut dalam salah satu pihak, dan menyatakan sebagai partai penyeimbang.

Dukungan SBY

Menurut Pengamat Politik Madjid Politika Yandi Hermawandi komunikasi politik tidak langsung diperagakan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuannya dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Kediaman Prabowo, Senin.

Kunjungan SBY ke kediaman Prabowo bukan hal yang biasa saja. Namun SBY yang juga mantan Menkopolkam di era Presiden Megawati itu, ingin menegaskan bahwa Demokrat berkoalisi dengan Gerindra pada Pilpres 2019.

SBY juga ingin menyampaikan dukungan pribadi kepada Prabowo untuk menjadi calon presiden, setelah kemarin Ijtima Ulama GNPF di Jakarta, mendukung mantan Danjen Kopassus tersebut.

“Tentu sebagai sesama Alumni Akmil, satu gen pendidikan, SBY bangga Prabowo jadi capres 2019 yang didukung ulama dan tentu oleh parpol koalisi oposisi lainnya,” katanya.

SBY juga memberikan pesan bahwa Demokat memang sudah menutup rapat kemungkinan komunikasi politik dengan koalisi di kubu Jokowi.

“Terutama ini menegaskan apa yang selama ini beredar bahwa Pak SBY dan Bu Mega memiliki hambatan komunikasi sejak 2004,” ujarnya.

Dukungan SBY terhadap Prabowo tersebut diharapkan tidak justru melemahkan koalisi partai politik yang tengah dirajut sebelumnya yaitu Gerindra, PAN dan PKS.

Sebab kehadiran Demokrat akan mengubah posisi PKS dan PAN dalam koalisi dengan Gerindra, karena Demokrat memiliki suara dan jumlah kursi yang lebih banyak, kata Pengamat Politik Islam dari Universitas Indonesia Yon Mahmudi.

Ia mengatakan, PKS dan PAN tetap dinilai sebagai representasi umat Islam, sehingga kehadirannya tetap dibutuhkan dalam koalisi tersebut untuk berkompetisi pada Pemilihan Presiden 2019.

Menurut dia, empat partai, yaitu Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS perlu membicarakan langkah lebih lanjut secara terbuka, sehingga kehadiran Partai Demokrat dapat memperkuat koalisi yang kini tengah dirajut tersebut, bukan justru memperlemah.

SBY sendiri pada Senin (30/7) malam juga melaksanakan pertemuan dengan Presiden PKS Sohibul Iman di Hotel Grand Melia, Jakarta.

Sebelumnya, pada Rabu (25/7) malam SBY juga telah menjamu Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan di Kediamannya, Kuningan, Jakarta.

Kejelasan posisi

Sementara itu, kesepakatan Demokrat-Gerindra tersebut, semakin memberikan kejelasan bagi pihak koalisi Jokowi dalam konstetasi pemilihan presiden 2019. Setelah sebelumnya harus meraba-raba.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Achmad Baidowi menilai terciptanya kesepakatan Gerindra dengan Demokrat justru membuat terang-benderang bahwa kontestasi Pilpres 2019 dan akan mengulang Pilpres 2014 dimana hanya akan diikuti dua pasangan calon.

“Dengan demikian, maka kontestasi mengulang pemilu 2014 yakni pilpres hanya diikuti dua pasang calon. Tinggal mereka segera putuskan siapa capresnya. Kalau koalisi kami sudah jelas capresnya Pak Jokowi dan wakilnya diserahkan kepada Pak Jokowi untuk memilih sesuai kebutuhan,” kata dia.

Kesepakatan Demokrat-Gerindra tersebut tidak akan mempengaruhi soliditas koalisi yang mengusung Joko Widodo untuk melanjutkan jabatan presiden kedua kalinya.

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ahmad Rofiq mengatakan, masyarakat menunggu kejelasan koalisi politik. Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka situasi politik juga semakin jelas.

Sementara di sisi lain, menurut dia, koalisi partai politik dalam mendukung Jokowi juga semakin solid.

“Koalisi Jokowi akan tetap solid. Tidak akan pudar oleh perkembangan politik di luar koalisi. Partai pendukung Jokowi semakin mengkristal dan mesin politik pemenangan siap digerakkan,” katanya.

Kesepakatan tersebut, menurut Pengamat Politik Madjid Politika Yandi Hermawandi juga memperjelas lawan Jokowi dalam Pilpres 2019 adalah Prabowo. Bukan nama lain yang selama ini beredar atau kemungkinan Prabowo tidak mencalonkan diri.

Selain itu, menurut dia, pesaing Jokowi dalam Pemilihan Presiden 2019 mengerucut hanya pada Prabowo, dan tidak akan ada lagi calon presiden lainnya.

“Ini berarti koalisi hanya ada 2 kutub saja. Kecuali judicial review presidential treshold nol persen dikabulkan Mahkamah Konstitusi,” tuturnya.  Sumber : Antara