Denpasar (Metrobali.com)-

Pemimpin Bali ke depan memiliki tanggungjawab sangat berat dalam menjaga taksu Bali dari desakan arus globalisasi, agar tetap memiliki nilai etika adiluhung bernuansa magis dan religius spiritual. Ini berarti siapa pun yang menjadi pemimpin Bali harus punya nyali besar dan mampu tampil sebagai pengayom kepentingan khalayak publik. Terutama menjaga zonasi Tri Wana demi pelestarian dan pengembangan seni budaya Bali berlandaskan ajaran Hindu.

Di samping itu, khalayak publik terutama akademisi, praktisi, budayawan, tokoh masyarakat, serta agamawan pun dituntut semakin proaktif dan kritis dalam menyikapi setiap perubahan sosial budaya dan politik hukum dalam sosial media yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat secara sistemik dan berkelanjutan.

Tak hanya itu, bahkan para pengurus PHDI Bali juga punya kewajiban moral yang lebih besar untuk mengawasi para pemimpin Bali ketika menjalankan swadarmanya sebagai pengayom kepentingan khalayak publik dalam berbangsa, dan bernegara, serta bermasyarakat. Sebagai upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih bermartabat dan berkeadaban yang berlandaskan tata nilai ajaran Hindu dan ketentuan hukum yang berlaku.

Hal ini dipertegas dalam Pasamuhan Madya dan Paruman Pandita serangkaian rapat kerja Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali di sekretariat PHDI Bali, Denpasar, Sabtu (25/8) lalu. Di mana seluruh komponen umat Hindu hadir dalam kesempatan itu. Di antaranya perwakilan dari organisasi massa bernafas Hindu, pengurus harian PHDI Bali, utusan PHDI kabupaten/kota se-Bali, serta termasuk para sulinggih.

Paruman Pandita PHDI Bali menegaskan tentang zonasi Tri Wana dalam Perda No. 16/2009 tentang RUTRW (Rencana Umum Tata Ruang Wilayah) Bali yang mengadopsi bhisama  PHDI No. 11/Kep/PHDI/1994. Kemudian, memutuskan zonasi Tri Wana dibagi menjadi Maha Wana (40%), Tapa Wana (30%) dan Sri Wana (30%). Diharapkan, seluruh batasan yang telah ditetapkan dalam rekomendasi kebijakan hukum ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin Bali ke depannya. Demi menjaga alam dan budaya Bali yang ke depannya terus akan digerus oleh kehadiran budaya global.

Sementara itu, Pasamuhan Madya PHDI Bali menetapkan berbagai rekomendasi serta program kerja PHDI Bali periode 2012-2017 mendatang. Mulai dari bidang pendidikan, keagamaan, kesehatan, sosial budaya, ideologi politik dan HAM, serta lainnya. Sebagai upaya meneguhkan keyakinan dan kesadaran khalayak publik terutama umat Hindu agar tetap berkomitmen dalam menjaga alam Bali dengan keragaman seni budaya berbasis kearifan lokal setiap kabupaten/kota di Bali.

Ketua PHDI Bali, Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, mengatakan bahwa beragam rekomendasi dan program kerja yang telah dirumuskan baik dalam Pasamuhan Madya maupun Paruman Pandita PHDI Bali merupakan landasan paling mendasar bagi seluruh  komponen masyarakat termasuk pengurus harian PHDI Bali dalam menjaga taksu Bali secara mendunia.

Diharapkan, semuanya baik rekomendasi maupun program kerja tersebut harus dapat dilaksanakan dan bermanfaat bagi kepentingan khalayak publik terutama umat Hindu. Untuk itu, pihaknya mengajak khalayak publik khususnya para komponen umat Hindu dari berbagai kalangan mulai dari akademisi, praktisi, tokoh masyarakat, termasuk agamawan dan budayawan secara bersama-sama lebih proaktif mengawasi pembangunan Bali ke depan. Selain itu, sekaligus mengugah kesadaran berpikir kritis para elite politik penguasa pemangku kebijakan ketika menjalankan swadarmanya mengayomi kepentingan khalayak publik. Terutama menjaga zonasi Tri Wana, yang menjadi pondasi utama dari berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali dalam menghadapi peradaban global ke depannya. “Jangan sampai kecolongan dan baru tersadar setelah semuanya terlambat. Di mana Bali telah kehilangan ruh dan taksunya dengan kearifan budaya Bali berlandaskan ajaran Hindu yang mendunia,” sentilnya. IJA-MB