MASYARAKAT diimbau untuk berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan saat membeli obat, jamu dan kosmetik. Pasalnya, di Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung ditemukan ada obat-obatan, jamu dan kosmetik yang sudah kedaluwarsa dijual di beberapa apotek.

Hal tersebut terungkap saat Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan inspeksi mendadak (sidak) di beberapa apotek di Klungkung, belum lama ini, menemukan beberapa jenis jamu yang kedaluwarsa, obat yang tak ada ijin edar, serta kosmetik yang sehausnya sudah ditarik dari peredaran, namun masih dipajang.

Beberapa merk jamu yang ditemui kedaluwarsa di antaranya jamu awet ayu, ngeras linu, jamu seger, sehat wanita, dan jamu sariawan. Sedangkan obat tradisional yang tak ada ijin edar antara lain obat keong bertuliskan huruf  China dan sejumlah produk kosmetik yang sudah ditarik dari perdaran karena mengandung resorcinol  yakni ferile aqne gel, cleansing milk, dan Qianyu new eye shadow dan lainnya.

Dengan penemuan tersebut, pihak BPOM Denpasar bersurat ke Dinas Kesehatan Klungkung untuk member peringatan kepada beberapa apotek yang melakukan praktik yang notabene merugikan masyarakat tersebut. Sebab, apa yang ditemukan BPOM tidak sesuai dengan UU 36/2009 tentang kesehatan pasal 98 tentang obat keras, PP RI 51/2009 tentang pekerjaan kefarmasian.

Sementara itu menanggapi temuan BPOM tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Klungkung, dr. Gusti Ngurah Agung  Suastika yang dikonfirmasi wartawan mengaku belum menerima surat dari BPOM Denpasar. “JIka surat dimaksud sudah diterima, tentu kami akan tindak lanjuti bersama petugas dari instansi terkait,” katanya.

Dijelaskannya, beberapa waktu lalu pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung sudah memusnahkan jamu kedaluwarsa, obat-obatan dan kosmetik tak layak edar yang ditemukan di beberapa apotek. Namun, diakui Ngurah Agung, sejauh ini pihaknya belum ada pemberian sanksi. Melainkan hanya berupa pembinaan dan peringatan.

“Kalau sanksi belum ada. Sementara ini sifatnya hanya pembinaan dan peringatan saja. Sejauh ini pihak apotek yang diberikan pembinaan maupun peringatan bersedia mematuhi apa yang kami instruksikan,” paparnya.

Menurut Ngurah Agung, sanksi yang bisa dikenakan terhadap pemilik apotek yang terbukti melakukan pelanggaran, yaitu berupa pidana 10 tahun dan denda maksimal hingga Rp 10 miliar, sebagaimana diatur dalam UU 36 tahun 2009 tentang kesehatan. (MB-BOY)