Foto: Pembukaan Posko Pengaduan Kekerasan Seksual di Kantor DPW Partai NasDem Provinsi Bali di Jalan Tukad Batanghari Nomor 9 Denpasar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Partai NasDem memberikan perhatian serius terhadap persoalan kekerasan seksual dangan resmi membuka Posko Pengaduan Kekerasan Seksual Partai NasDem yang bakal tersedia di seluruh kantor DPW di 34 provinsi, Selasa (18/1/2022).

Melalui posko ini, NasDem menjamin akan memberikan pendampingan hukum hingga fasilitas kesehatan mental bagi masyarakat yang menjadi korban kekerasan seksual.

Ketua DPW Garnita Malahayati Partai NasDem Bali, Ida Ayu Ketut Candrawati mengungkapkan untuk di Bali Posko Pengaduan Kekerasan Seksual Partai NasDem dipusatkan di Kantor DPW Partai NasDem Provinsi Bali di Jalan Tukad Batanghari Nomor 9 Denpasar.

“DPP Partai NasDem mengadakan acara launching peresmian Posko Pengaduan Kekerasan Seksual (DPW Partai NasDem seluruh Indonesia) dan kami di Bali sudah membentuknya,” kata Candrawati, Kamis (20/1/2022).

“Terkait arahan DPP Partai NasDem utk pendirian posko pengaduan kekerasan seksual, dimana perlu dibentuk tim kerja pelaksana yang berkoordinasi dengan Wakabid Perempuan dan Anak, juga Garnita Malahayati bersama dengan Bahu dan Gemuruh, kami sudah tindak lanjuti,” sambung Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Tabanan yang membidangi pendidikan, perempuan dan anak ini

Perempuan yang juga Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Kabupaten Tabanan ini menjelaskan Posko Pengaduan Kekerasan Seksual Partai NasDem memiliki pokok dan fungsi Pokja pos pengaduan adalah pendampingan secara non litigasi dalam bentuk penguatan secara mental, emosional dan spiritual dalam menghadapi kasus TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual).

Posko Pengaduan Kekerasan Seksual Partai NasDem memiliki uraian tugas antara lain pertama, menerima pengaduan korban baik yang datang ke pos pengaduan maupun secara proaktif jemput bola, mengkonfirmasi, mendatangi korban apabila diketahui, didengar/dilihat langsung ada TPKS.

Kedua, membantu meyakinkan korban untuk melihat kenyataan bahwa dia sudah menjadi korban TPKS dan membaca peta persoalan. Ketiga, memberikan penguatan dan keyakinan kepada korban bahwa korban mempunyai hak menuntut keadilan melalui proses hukum.

Keempat, mengidentifikasi kebutuhan korban akan hidup secara aman selama menjalani proses hukum. Kelima, penguatan secara mental, emosional dan intelektual dalam menghadapi proses litigasi. Keenam mengantarkan dan merujuk untuk mendapatkan bantuan dan pendampingan hukum. Keenam, pemantauan dan dukungan proses hukum. (wid)