Mary-jane-Veloso2

Jakarta (Metrobali.com)-

Saat ini sudah memasuki dua pekan, terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Veloso, masih bisa bernapas setelah lolos dari detik-detik menegangkan di hadapan regu tembak.

Berbeda nasibnya dengan delapan terpidana mati lainnya, yang harus meregang nyawa di “pulau angker”, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, untuk membayar atas perbuatannya dalam kasus narkoba, termasuk duo anggota Bali Nine asal Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.

Dia pun menanti atas nasibnya di dalam Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogyakarta, dengan menunggu pemeriksaan oleh otoritas negaranya yang sedianya akan digelar di Tanah Air melalui media video conference.

Bisa dikatakan nasibnya tertolong oleh adanya pengakuan perekrutnya kepada kepolisian Filipina, dan dia menjadi saksi kunci dalam kasus perdagangan manusia.

Dari pengakuan itu, setidaknya dia dan keluarganya bisa menarik napas dalam-dalam serta berharap bisa dijadikan novum untuk menyelamatkan nyawanya itu. Yang jelas, kini, masyarakat menunggu hasil pemeriksaan itu dan selalu mengingatkan dengan panggilan “hallo Mrs. Mary Jane Fiesta Veloso”.

Kejaksaan Agung sendiri telah mengakui otoritas Filipina sempat menghubungi Kejagung mengenai teknis permintaan keterangan terhadap terpidana mati Mary Jane Veloso.

“Dari pihak Filipina, sudah sempat menghubungi kita, ini sedang dibicarakan bagaimana teknisnya (meminta keterangan) nanti,” kata Jaksa Agung H.M. Prasetyo.

Kendati demikian, orang nomor satu di Korps Adhyaksa itu menegaskan, “Kalaupun diminta keterangan dari Mary Jane, itu akan dilakukan di Indonesia.” “Mungkin bisa menggunakan media video conference,” tegasnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Tribagus Spontana menyatakan sesuai dengan permintaan otoritas Filipina pemeriksaan pada tanggal 8 dan 14 Mei 2015.

“Namun, kita tetap harus menunggu surat permintaan resmi dari pemerintah Filipina,” katanya.

Surat itu juga, kata dia, nanti akan jadikan dasar untuk menyiapkan atau menyepakati siapa saja yang bisa hadir pada pemeriksaan, kemudian bahasa apa yang akan digunakan dalam video conference tersebut antara Mary Jane dan otoritas Filipina di sana.

Ia menambahkan bahwa dari kejaksaan tinggi atau Puspenkum, misalnya, akan memberikan konferensi pers mengenai hasil dari video conference yang dilakukan Mary Jane.

Kasus yang menimpa Mary Jane wajar menjadi pusat perhatian sejumlah kalangan, khususnya pemerhati ketenagakerjaan yang bersyukur eksekusi mati itu ditunda menunggu hasil pemeriksaan.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan bahwa pihaknya akan ke Filipina untuk memantau proses hukum terhadap Maria Kristina Sergio yang mengaku sebagai perekrut Mary Jane Fiesta Veloso.

“Sekaligus untuk memastikan proses hukum di sana, kemudian melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait,” katanya.

Temuan-temuan di Filipina tersebut, kata Anis, kemudian akan dikoordinasikan dengan Komisi Nasional Perempuan dan kuasa hukum Mary Jane di Indonesia untuk mempersiapkan pengajuan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

“Kami perlu pastikan proses hukumnya di Filipina untuk membuktikan Mary Jane adalah korban perdagangan orang atau ‘trafficking’,” tuturnya.

Bila memang Mary Jane adalah korban “trafficking”, hal itu bisa menjadi temuan baru atau novum untuk pengajuan PK ke MA terkait dengan vonis hukuman mati yang dijatuhkan.

“Kasus ‘trafficking’ ada tiga unsur, yaitu perpindahan orang, cara, dan eksploitasi. Saya melihat dalam kasus Mary Jane, semua itu ada. Tinggal pembuktian di Filipina,” ujarnya.

Menurut Anis, kejadian yang menimpa Mary Jane itu jamak terjadi. Dalam beberapa kasus yang ditangani Migrant Care, relatif cukup banyak warga negara Indonesia (WNI) yang terancam dipidana karena dijebak sebagai kurir narkoba.

“Banyak WNI yang terjebak menjadi kurir narkoba di Filipina, Tiongkok, dan Malaysia,” ucapnya.

Legislator Mendukung Ketua DPR RI Setya Novanto mendukung keputusan Jaksa Agung H.M. Prasetyo menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane Veloso, warga negara Filipina, karena adanya temuan fakta baru.

“Pada menit-menit terakhir menjelang eksekusi, ternyata ada temuan baru, yaitu penyerahan diri orang yang disangka menjebak Mary Jane terkait dengan narkoba. Tentu harus diproses agar diperoleh keadilan,” kata Setya Novanto di Jakarta.

Ia memuji tindakan Jaksa Agung H.M. Prasetyo yang menunda eksekusi terhadap Mary Jane demi memberi kesempatan baru sesuai dengan temuan fakta yang ada. Selanjutnya, semua pihak tinggal menunggu proses hukum berikutnya.

“Saya selaku Ketua DPR RI mendukung langkah tegas pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden RI Jokowi yang begitu tegas dalam menegakkan hukum. Juga kepada Jaksa Agung yang tegas mengambil tindakan apa pun,” ujarnya.

Setya Novanto juga menyatakan dukungannya atas tindakan Kejaksaan Agung melaksanakan eksekusi mati terhadap warga negara asing terpidana kasus narkoba.

Menurut dia, pemerintah Indonesia sudah memberikan semua hak yang dimiliki oleh semua terpidana mati yang telah dieksekusi dalam memperoleh keadilan pada semua tingkatan, termasuk mengajukan grasi maupun PK di Mahkamah Agung.

“Tentu apabila semua prosedur hukum itu telah ditempuh, status hukumnya menjadi berkekuatan hukum tetap atau ‘inkracht’. Oleh karena itu, penegakan hukum harus dilakukan sebagaimana hukuman yang dijatuhkan pengadilan,” katanya.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Maruarar Sirait juga menyatakan dukungannya atas tindakan Jaksa Agung Prasetyo menunda eksekusi mati Mary Jane.

Menurut dia, Maruarar, salah kaprah apabila menganggap penundaan itu akibat tekanan dari pemerintah Filipina.

“Filipina bukan negara adikuasa. Jadi, saya kira tidak tepat apabila dikatakan negara tersebut bisa menekan Indonesia,” katanya. AN-MB