kaa 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Indonesia harus memanfaatkan Peringatan ke-60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) untuk lebih fokus menyasar negara-negara Afrika sebagai objek investasi dan kerja sama ekonomi, kata pakar ekonomi internasional Universitas Indonesia Yose Rizal Damuri.

“Afrika secara umum memang belum memiliki kekuatan (ekonomi) seperti Asia, tapi potensinya cukup besar terutama sebagai penyedia barang mentah (raw material) yang diperlukan dunia seperti minyak, mineral, dan pangan,” tuturYose Rizal Damurisaat dihubungi di Jakarta, Rabu (22/4).

Menurut dia, potensi tersebut sudah lama dilihat oleh Tiongkok yang sejak 15 tahun lalu mengembangkan pembelian aset energi melalui kontrak jangka panjang dengan beberapa negara Afrika seperti Sudan, Nigeria, Gabon, dan Angola.

Berawal dari perannya sebagai pemasok barang baku, kata Yose, nantinya ekonomi Afrika akan berkembang dan menjadikan pasar Afrika tempat yang menarik untuk investasi.

“Kita harus jeli melihat potensi Afrika di masa mendatang,” tutur pria yang menjabat sebagai Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) itu.

Terkait Dewan Bisnis Asia Afrika (Asian Africa Business Council) yang baru terbentuk pada Selasa (21/4) sebagai salah satu pembahasan yang disepakati dalam KAA, Yose menilai dewan tersebut bisa menjadi “pintu” bagi Indonesia untuk masuk ke pasar Afrika.

“Ini sebenarnya cara Indonesia untuk bisa masuk ke (pasar) Afrika karena selama ini kehadiran kita di perekonomian Afrika masih kecil,” tuturnya.

Indonesia, kata Yose, bisa menggunakan dewan bisnis yang beranggotakan pengusaha dari 34 negara Asia Afrika itu, untuk mendukung kehadiran Indonesia di pasar Eropa.

“Saat ini beberapa komoditas kita yang ada di Afrika baru mencakup makanan, sabun, dan kebutuhan rumah tangga. Itu pun dalam jumlah yang kecil,” ujarnya.

Potensi Sependapat dengan Yose, Ketua Kadin Indonesia Bidang Koordinator Asosiasi Noke Kiroyan meyakini nilai perdagangan Indonesia dengan negara-negara Afrika bisa menembus 20 miliar dolar AS per tahun dalam tiga tahun, dengan catatan dunia usaha gencar membuka pasar baru di kawasan itu.

“Dalam tiga tahun ke depan nilai perdagangan Indonesia ke Afrika bisa melonjak hingga 80 persen, dari saat ini hanya sekitar 10,7 miliar dolar AS, dengan catatan pengusaha Indonesia harus gencar membuka pasar baru di Afrika,” katanya di sela-sela penyelenggaraan peringatan ke-60 KAA 2015, di Jakarta Convention Center, Selasa (21/4).

Menurut Noke yang juga Ketua Pelaksana Asian Africa Business Summit (AABS) 2015, nilai perdagangan Indonesia dengan Afrika tersebut lebih kecil dibanding dengan perdagangan China-Afrika yang mencapai 200 miliar dolar AS dan India-Afrika 70 miliar dolar AS.

Untuk itu ujar Noke, perdagangan investasi perlu diakselerasi agar menjadi pasar yang menjanjikan jika digarap secara optimal.

Ia menjelaskan, saat ini di kawasan Benua Hitam tersebut baru sedikit negara yang cukup potensial untuk dijadikan lahan investasi oleh pengusaha, yaitu Afrika Selatan, Nigeria.

Pendapatan per kapita Afrika Selatan tertinggi yang mencapai 6.500 dolar dolar per tahun per penduduk, sedangkan Nigeria dengan jumlah penduduk terbesar mencapai 3.500 dolar AS per tahun.

Untuk itu, ujar Noke, perlu mendorong bagaimana volume perdagangan Indonesia ke Afrika lebih meningkat.

“Kadin bisa masuk ke sektor-sektor industri strategis, manufaktur, perkebunan dan infrastruktur,” ujar Noke. AN-MB