Denpasar (Metrobali.com)-
Petani di Bali mengeluhkan perilaku pelaku industri pariwisata di Bali yang tidak menyerap hasil pertanian lokal seperti sayur, buah, beras, telur dan daging. Menurut Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali, Nyoman Suparta, alasan pelaku industri parwisata tak memakai produk lokal lantaran ketiadaan kontinuitas, kualitas memadai dan volume yang mencukupi.
“Ini alasan yang tidak masuk akal karena semua hal tersebut bisa diatur sesuai kesepakatan. Teknologi dan SDM sudah memadai,” tutur Suparta dalam diskusi bertajuk “Kenapa Pariwisata Bali tidak Menyerap Hasil Pertanian Bali” di Kantor Bali Tourism Board Denpasar, Selasa (4/9).
Dalam diskusi dengan narasumber pakar pertanian dan pakar subak dari Universitas Udayana Denpasar seperti DR Ni Luh Kartini, Prof DR Wayan Windia dan narasumber lainnya, Suparta melanjutkan, dari hasil pengamatan dan pengalaman di lapangan dalam mengadvokasi petani Bali menunjukkan, para pelaku pariwisata seperti hotel dan restauran tidak menerima hasil pertanian lokal.
Hal itu lebih disebabkan oleh penerapan kualitas ganda yang diberikan pelaku pariwisata. Kualitas ganda yang dimaksud adalah pihak hotel ingin membeli produk yang murah dengan kualitas yang sedang-sedang saja. Padahal fakta di lapangan, sambung dia, kualitas buah dan daging sapi lokal malah lebih baik dibanding dengan kualitas hasil impor.
“Kami pernah mendekati manajer sebuah hotel. Setelah dia melihat sendiri kualitas telur dan daging lokal, maka ia menyatakan akan menggunakan produk kami. Namun setelah diantar ke pihak pembeli, mereka mengatakan harganya terlalu mahal dan ingin membeli produk impor yang lebih murah tetapi kualitasnya rendah,” sesal Suparta.

Suparta mengharapkan ada kesepakatan antara pemerintah, petani dan pelaku pariwisata. Poin dari kesepakatkan itu, harap Suparta, harus mengutamakan penggunaan produk lokal. Kendati begitu, ia juga berharap agar petani terus memerhatikan kualitas, kontinuitas dan volume produk.

“Ketiga unsur ini sangat bisa diatasi dan petani Bali mampu melakukan itu semua. Jangan sampai menggunakan alasan kontinuitas untuk menyingkirkan produk lokal karena produksi lokal Bali sangat tergantung musim. Itu semua bisa diatasi,” imbuhnya. BOB-MB