Ronald Waas

Jakarta (Metrobali.com)-

Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas menilai penyaluran bantuan sosial (bansos) lebih efisien dibandingkan penyaluran langsung secara tunai yang dilakukan pemerintah.

“Bukan saja bermanfaat bagi Pemerintah karena meningkatkan efisiensi, transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran bantuan, bagi perekonomian nasional model ini (penyaluran via agen) juga bermanfaat menjadi pintu masuk jutaan masyarakat miskin penerima bantuan dalam mengakses sektor keuangan formal, yang merupakan bagian dari Program Nasional Keuangan Inklusif,” ujar Ronald saat meresmikan uji coba penyaluran Bantuan Langsung Tunai Bersyarat kepada peserta Program Keluarga Harapan (PKH) menggunakan Uang Elektronik melalui Agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Jakarta.

Uji coba penyaluran bansos lewat agen dilaksanakan di empat provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur sejak 8-30 Oktober 2014. Kegiatan itu merupakan kerja sama Bank Indonesia dengan berbagai lembaga yakni Bappenas, Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia. Uji coba tersebut melibatkan 1.860 Keluarga Sangat Miskin (KSM) yang menggunakan layanan Agen LKD dari Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia.

Bank Mandiri melayani sebanyak 1.343 KSM yang terdiri dari 82 KSM di Koja, Jakarta Utara; 89 KSM di Alak, Kota Kupang; dan 1,172 KSM di Dukupuntang dan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Bank Rakyat Indonesia sendiri melayani sebanyak 517 KSM yang terdiri dari 100 KSM di Cilincing, Jakarta Utara dan 417 KSM di Beji, Kabupaten Pasuruan.

“Pembayaran bantuan sosial tidak lagi dibayarkan secara tunai namun disalurkan melalui uang elektronik (U-Nik) yang dapat diambil kapan saja dan dimana saja melalui Agen LKD. Ini merupakan hal yang baru di Indonesia,” kata Ronald.

Ia menambahkan, penyaluran bansos via agen juga meningkatkan penetrasi penggunaan alat pembayaran non tunai yang saat ini kita dorong dalam Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang sangat bermanfaat bagi efisiensi perekonomian bangsa.

Hasil Survey Neraca Rumah Tangga yang dilakukan BI pada 2012 menunjukkan bahwa hanya 48 persen dari total rumah tangga di Indonesia yang memiliki tabungan di bank, lembaga keuangan non bank dan non lembaga keuangan. Hal itu memberikan kesimpulan bahwa masih diperlukan peningkatan pengetahuan keuangan dan perbankan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Kondisi tersebut meyakinkan Bank Indonesia akan perlunya kebijakan Keuangan Inklusif yang dilakukan secara nasional, yang melibatkan berbagai kementerian dan institusi terkait untuk memperoleh hasil yang optimal.

Meskipun akses masyarakat terhadap perbankan masih rendah, tingkat penetrasi penggunaan telepon genggam sangat tinggi bahkan diperkirakan hampir menyamai jumlah total penduduk Indonesia.

Selain itu, lanjut Ronald, perkembangan dan penyebaran unit usaha sederhana seperti warung, toko kelontong, atau penjual pulsa yang umumnya dimiliki penduduk setempat, dapat dipastikan tersebar di tiap desa dan kelurahan di seluruh Indonesia.

“Bank Indonesia melihat fenomena tersebut sebagai peluang dalam meningkatkan akses keuangan kepada masyarakat dan sekaligus mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT),” ujar Ronald.

Untuk itu, kata Ronald, Bank Indonesia mengembangkan Layanan Keuangan Digital (LKD) yaitu kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga (disebut Agen LKD) serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Uang Elektronik. Penggunaan uang elektronik melalui agen LKD dalam penyaluran bantuan program pemerintah adalah salah satu inovasi dalam implementasi GNNT sekaligus kebijakan Keuangan Inklusif secara nasional. AN-MB