Denpasar (Metrobali.com)-

Sebanyak 128 seniman akademik Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar diwisuda di gedung Natya Mandala, Denpasar, Sabtu (28/7) kemarin. Para seniman itu terdiri atas 18 seni tari, 25 seni karawitan,  22 seni rupa murni, 14 desain interior, 41 desain komunikasi visual, serta 4 kriya seni, serta 3 fotografi.

Salah satu dari wisudawan itu adalah fotografer Bali Express, Radar Bali (Jawa Pos Group), yakni I Gusti Ngurah Agung Bayu Sastra Negari, yang meraih gelar sarjana seni di bidang desain komunikasi visual dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 2,75.

Dalam dies natalis IX dan wisuda sarjana X ini tercatat tiga seniman akademis yang meraih IPK terbaik, yakni Ni Nengah Ari Wijayani (seni tari) dengan IPK 3,71, Ni Made Marini (seni pedalangan) dengan IPK 3,67, serta I Made Gede Kariyasa (seni pedalangan) dengan IPK 3,67.

Yang menarik, di tengah acara serimonial bagi para wisaudawan dan wisaudawati itu, tepatnya saat Rektor ISI Denpasar, Prof. I Wayan Rai S.MA menyampaikan sambutannya sempat mendaulat seorang pelajar SMAN 3 Denpasar kelas X2, Sri Ayu Pradnya Larasari, yang akrab disapa Laras. Pasalnya, pelajar kelahiran Gianyar, 16 Desember 1997 ini sengaja didaulat untuk tampil berpidato dalam acara serimonial wisuda tahun ini karena dalam sebuah wawancara dengan reporter sebuah stasiun televisi swasta lokal Bali berani menyatakan punya cita-cita menjadi Rektor ISI Denpasar.

Hebatnya, putri bungsu pasangan Kadek Suartaya dan Made Sudiasih ini dengan gagahnya menyentil perilaku para elite politik penguasa kebijakan dan sekaligus menyuarakan jeritan para seniman dalam berbagai persoalannya secara singkat dan padat dalam bahasa Bali yang cukup cerdas dan provokatif, serta serta diselingi aksi menari dan menyanyi Bali.

Tak pelak, para wisudawan dan wisudawati serta sejumlah undangan dari kalangan praktisi, akademisi, budayawan, serta orangtua mahasiswa pun sontak tertegun dan kagum dengan memberi aplaus tepuk tangan yang bergemuruh.

Alumnus SMPN 1 Sukawati, Gianyar ini mengaku heran dan prihatin dengan perilaku seniman yang “memerkosa” konsep ngayah tulus iklas tanpa pamrih demi kepentingan keuntungan semata. “ngayah jadi mebayah (duit) demi dollar (uang) dengan mempertontonkan kesenian sakral secara bebas sebagai hiburan turistik,” sentilnya.

Tak hanya itu, pelajar yang telah meraih segudang prestasi di bidang seni tari, bercerita, dan pidato ini juga secara blak-blakan “menelanjangi” perilaku para elite politik penguasa kebijakan dengan menyitir istilah MN (Muhammad Nazaruddin), dan AS (Angilina Sondaks) telah kehilangan logika berpikir sehat.

Menyikapi pidato singkat dari Laras, sontak saja, Prof Rai menyatakan kalau saja saat ini merupakan pemilihan rektor ISI sudah pasti akan memberikan dukungan kepada Laras. “Saya sangat bangga dan bahkan siap melempar handuk untuk memberikan dukungan kepada Laras sebagai rektor ISI,” selorohnya.

Dalam kesempatan itu, Prof Rai juga sempat mengukuhkan I Wayan Berata yang berusia 86 tahun, sebagai Mpu Seni. Melalui putrinya Prof Suci yang juga merupakan guru besar bidang Kajian Budaya Unud Denpasar menyampaikan terimakasih atas anugerah Mpu Seni yang diberikan kepada bapaknya.

Kebanggaan dan kebahagiaan sangat terpancar jelas di wajah para wisudawan dan wisudawati ketika secara bergantian menuju panggung kehormatan menerima ijazah dengan diiringi lagu padamu negeri oleh paduan suara dan kelompok musik biola dari para mahasiswa dan dosen ISI Denpasar.

Yang cukup menggelitik dalam acara serimonial dies natalis X dan wisuda sarjana seni X itu adalah ketika perwakilan wisudawan dan wisudawati, Ni Nengah Ari Wijayani menyampaikan kesan dan pesannya selama mengikuti studi di kampus ISI Denpasar. Pasalnya, tanpa keraguan secara blak-blakan mengungkapkan berbagai kendala yang dialami rekan-rekannya mulai dari masalah objektivitas penilaian dosen, hingga pengadaan sarana prasarana kelengkapan studi termasuk ketersediaan buku-buku di perpustakaan.

Sebagai penutup, Prof Rai menyikapi kritikan dari perwakilan dari wisudawan dan wisudawati dengan berjanji akan membenahi segala kekurangan yang ada secepatnya dalam tahun ini dan paling lambat tahun depan. Segala kritik akan kita jadikan acuan untuk berbenah diri ke arah yang lebih baik ke depannya. “Ingatlah selalu bahwa kemarin adalah sejarah, dan besok penuh misteri, serta hari ini adalah anugerah,” cetusnya, sebagai langkah untuk bertindak yang lebih baik.IJA-MB