ebola

Jenewa (Metrobali.com)-

Tanggal 28 Desember menandai setahun setelah anak lelaki yang berusia dua tahun di Meliando, desa terpencil di Kabupaten Gueckedou di Guinea, meninggal dan belakangan diidentifikasi sebagai kasus pertama Ebola di Afrika Barat.

Peristiwa itu memicu wabah Ebola yang tak pernah ada sebelumnya sepanjang sejarah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pertama kali diberitahu mengenai wabah penyakit virus Ebola di Guinea pada 23 Maret. Virus tersebut, dengan angka kematian sampai 90 persen, dengan cepat menyeberangi perbatasan dan secara geografi menyebar ke negara tetangga Guinea –Liberia serta Sierra Leone.

Pada 8 Agustus, WHO mengumumkan wabah tersebut sebagai “kondisi darurat kesehatan masyarakat dan keprihatinan internasional”.

Sampai pertengahan September, jumlah kematian dan kasus yang dilaporkan berkembang dari pekan ke pekan kendati ada upaya multi-nasional untuk mengendalikan penyebaran penularan di Guinea, Liberia dan Sierra Leone.

Nigeria, Senegal, Spanyol dan Amerika Serikat juga melaporkan kasus import dan penularan lokal.

Menurut data terkini dari WHO, sejak kasus pertama Ebola di Afrika Barat terjadi, sebanyak 19.497 kasus yang dikonfirmasi, perkiraan dan dugaan penyakit virus Ebola telah dilaporkan di empat negara yang terpengaruh –Guinea, Liberia, Mali dan Sierra Leone– dan empat negara yang sebelumnya terpengaruh –Nigeria, Senegal, Spanyol serta Amerika Serika, termasuk 7.588 kematian yang dilaporkan.

Juru Bicara WHO Tarik Jasarevic mengatakan kepada Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi– sistem kesehatan yang lemah, menghadapi wabah Ebola untuk pertama kali –yang berarti masyarakat tidak mengetahui banyak mengenai virus itu– dan adanya penentangan awal dari masyarakat, semuanya membuat penyebaran virus tersebut ke luar desa pertama di Guinea pada tahun pertama.

Namun dengan upaya ulet dari ketiga negara yang paling terpengaruh, organisasi bantuan dan masyarakat internasional, campur tangan telah dikerahkan sejalan dengan Misi PBB bagi Tanggap Darurat Ebola (UNMEER) bertujuan melakukan 100 persen pemakaman secara aman dan dengan kedaulatan, serta mengisolasi dan mengobati 100 persen pasien Ebola paling lambat pada 1 Januari 2015.

Di tingkat nasional, kapasitas untuk mengisolasi dan mengobati pasien Ebola telah meningkat di semua tiga negara tersebut sejak dimulainya kegiatan tanggap darurat. Jumlah tim pemakaman terlatih telah meningkat secara mencolok di masing-masing ketiga negara itu dalam satu bulan belakangan.

Setiap kabupaten yang telah melaporkan kasus Ebola di ketiga negara tersebut memiliki akses ke laboratorium dalam waktu 24 jam dari pengumpulan sampel.

WHO menyatakan peristiwa kasus yang dilaporkan naik-turun di Guinea dan berkurang di Liberia. Di Sierra Leone, ada tanda bahwa peningkatan peristiwa itu telah melambat, dan peristiwa tersebut mungkin tidak lagi naik.

“…Pada September kami benar-benar menghadapi situasi sulit. Jumlah kasus itu berlipat setiap empat pekan, sekarang kami berhasil memperlambatnya di banyak daerah,” kata Jasarevic. “Kami sekarang menyaksikan jumlah kasus tersebut tidak naik secara mencolok lagi, tapi wabah ini bukan tidak merata.” Sierra Leone Barat, misalnya, saat ini mengalami penularan paling kuat di negara yang terpengaruh, dan upaya tanggap darurat telah ditingkatkan guna mencegah penyebaran penyakit itu di daerah tersebut.

Ia memperingatkan tindakan yang dilancarkan tidak cukup, sedangkan jumlah orang yang baru terinfeksi meningkat. AN-MB