foto-aksi-pasbuayan-desa-adat-bali-tolak-reklamasi-13-oktober-2016-1

 

Aksi tolak reklamasi dan pernyataan sikap dari Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa pada aksi hari Kamis 13 oktober 2016.

Denpasar (Metrobali.com)-

Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa kembali menggelar aksi penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa dengan mendatangi DPRD Bali. Aksi yang digelar hari kamis (13/10) adalah buntut dari tidak jelasnya sikap DPRD Bali pada dialog yang digelar pada tanggal 3 oktober 2016. Pada saat dialog tersebut, sikap DPRD Bali tidak jelas. Karena ketidakjelasan sikap DPRD Bali, Pasubayan akhirnya memberikan batas waktu selama sepuluh hari sejak tanggal 3 agustus agar DPRD Bali mengambil sikap.

 “Sikap dari DPRD Bali tidak jelas, apakah akan bersurat kepada Presiden untuk meminta pencabutan Perpres 51 Tahun 2014 atau tidak. Demikian pula, sikap DPRD Bali agar meminta merekomendasikan kepada Gubernur Bali agar segera bersurat kepada Presiden untuk hal yang sama untuk meminta pencabutan Perpres 51 Tahun 2014, juga tidak jelas” ujar Bendesa Adat Buduk, Ida Bagus Ketut Purbanegara.

 Di dalam upayanya menagih janji kepada DPRD Bali, Pasubayan dalam pernyataan sikap yang disampaikan oleh Bendesa Adat Buduk menuntut DPRD Bali agar bersikap. Tuntutan dari DPRD Bali. “Menuntut DPRD Bali segera bersikap secara kelembagaan untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa dan meminta agar Perpres 51 tahun 2014 dibatalkan. Selanjutnya sikap DPRD Bali tersebut dikirim kepada Presiden agar Presiden segera membatalkan Perpres Nomor 51 tahun 2014 dan mengembalikan kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi” kata Pubanegara.

foto-aksi-pasbuayan-desa-adat-bali-tolak-reklamasi-13-oktober-2016-2

 Pada pertemuan sebelumnya DPRD Bali juga tidak tegas, apakah mau menerbitkan rekomendasi kepada Gubernur atau tidak. Pada kesempatan tersebut, Purbanegara mempertegasnyan dengan menyampaikan tuntutannya kepada DPRD Bali. “Menuntut DPRD Bali segera menerbitkan rekomendasi kepada Gubernur Bali agar Gubernur Bali bersurat kepada Presiden untuk membatalkan rencana reklamasi Teluk Benoa sekaligus meminta Presiden membatalkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 sebagai pertanggungjawaban politik atas surat Gubernur Bali tanggal 23 Desember 2013 yang meminta pemerintah pusat mengubah kawasan konservasi Teluk Benoa menjadi kawasan pemanfaatan umum” kata Purbanegara seraya menegaskan Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa dan seluruh komponen di dalamnya terus konsisten untuk meminta Presiden segera menolak Reklamasi Teluk Benoa dan segera membatalkan Perpres Nomor 51 tahun 2014.

 Sudah saatnya DPRD Bali bersikap atas rencana reklamasi Teluk Benoa, bukan malah sebaliknya, tidak mau bersikap dengan alasan menunggu keputusan dari Presiden. Tindakan seperti itu hanya akan melecehkan fungsi lembaga legislatif dan perjuangan rakyat Bali Dewan dan melecehkan nalar publik. “Sudah masuk ditahun ke empat, Rakyat Bali terus berjuang sendiri untuk menolak reklamasi Teluk Benoa dan menuntut pembatalan Perpres Nomor 51 Tahun 2014” Ujar Purbanegara.

 Di dalam aksi tersebut, massa juga meminta Anggota DPRD Bali selain yang sudah menyatakan penolakannya untuk hadir untuk menemui massa. Namun, berkali-kali dipanggil Anggota Dewan yang selama ini belum jelas sikapnya tidak ada muncul. Pihak DPRD Bali beralasan, mereka tidak mau menemui rakyatnya karena tidak bersurat. Hal tersebut dibantah keras oleh Wayan Gendo Suardana, Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI). Ia menyampaikan bahwa aksi tersebut telah mengirimkan surat pemberitahuan ke Polisi dan Polisi sudah berkoordinasi dengan Anggota Dewan. “ini menunjukkan bahwa mereka memang tidak mau menerima rakyat dengan alasan-alasan formal” ujar Gendo.

foto-aksi-pasbuayan-desa-adat-bali-tolak-reklamasi-13-oktober-2016-3

 Koordinator ForBALI tersebut lantas meminta Sekretaris Dewan juga hadir untuk menemui rakyatnya. Setelah berdiskusi panjang, akhirnya Sekretaris Dewan, I Wayan Suarjana datang menemui massa aksi. Sebelum Sekretaris Dewan menjelaskan, Koordinator ForBALI juga meminta agar dijelaskan dihadapan rakyat alasan-alasan DPRD Bali tidak mau menemui rakyatnya. “Kenapa tidak ada Anggota Dewan Pihak kepolisisan menjaga gedung ini dengan ketat sementara DPRDnya tidak ada dalam gedung ini” kata Gendo.

 Sayangnya Sekretaris Dewan tidak menerangkan apapun. Pihaknya mengaku tidak tahu kemana para Wakil Rakyat tersebut pergi. Dari atas mobil komando dia justru hanya menyampaikan alasan-alasan yang ala kadarnya. “Ini bukan kewenangan saya, hari ini bapak yang terhormat masih ada yang dikerjakan, masing- masing” ujarnya

 Menurut Gendo, Saat aksi tersebut berlangsung masih jam kantor namun anggota DPRD Bali juga sudah tidak ada ditempat dengan alasan tugas ke luar kota. Untuk memastikan keberadaan DPRD Bali, Tim Hukum ForBALI mencari staf yang mencatat tugas anggota dewan namun staf yang ditemui tidak mampu menunjukkan bukti absen dan keterangan dinas para anggota dewan. Tidak puas dengan jawaban tersebut, Gendo bersama tim hukum ForBALI masuk keruangan-ruangan di gedung DPRD Bali yang dijaga ketat oleh Polisi. Setelah sempat berbicara dengan Kapolresta Denpasar sebelum akhirnya bisa memasuki gedung.

 Alih-alih mendapatkan informasi tentang keberadaan dewan, Sekretaris Dewan dan para staf yang diminta untuk menunjukkan bukti absen dan keterangan dinas para Anggota Dewan hilang tanpa jejak dan bahkan ruangannya kosong dan lampu ruangannya sudah mati bahkan ruang Sekretaris Dewan juga dikunci.

 “ini jam kantor, alasan mereka keluar kota, lalu kita periksa dan meminta Sekretaris Dewan untuk menjelaskan sebetulnya kemana Anggota Dewan dengan menunjukkan bukti dinas mereka lalu mereka masuk ke dalam dan tidak bisa ditemui. Setelah itu kami minta masuk untuk menemui mereka ternyata ruangan mereka sudah kosong dan Sekwan sudah tidak ada, Sekwan melarikan diri atau mencari data saya tidak tahu tapi yang jelas Sekwan tidak ada diruangan dan lampunya sudah mati. Artinya Sekretaris Dewan tidak punya itikad baik untuk menjelaskan dan membuktikan bahwa Anggota Dewan tugas keluar karena tidak bisa memperlihatkan bukti dan tidak bisa ditemui. Mereka hilang dari ruangan” ujar Gendo sembari memastikan bahwa ruangannya sudah kosong.

 Gendo di dalam orasnya juga menyampaikan, tidak ada rumusan apapun yang mengatakan rakyat harus bersurat ketika ingin menemui DPRD, supaya mereka bisa terima. “Kalau mereka merasa tidak tahu kalau rakyat akan datang pada hari ini. lalu bagaimana mereka koordinasi dengan pihak kepolisian sekian banyak pleton mereka disini. Aparat kepolisian pasti sudah melakukan koordinasi, tetapi Anggota Dewan saja yang tidak mau menemui kita” papar gendo.

Selama hampir empat tahun mereka tidak pernah menemui Rakyat Bali yang menolak reklamasi melakukan aksi tolak reklamasi Teluk Benoa di DPRD Bali, baru kali ini mereka kena batunya. Bahkan petugas administrasipun tidak mampu mempertanggungjawabkan keberadaan para Anggota Dewan yang belum pernah bersikap jelas atas rencana reklamasi Teluk Benoa tersebut. RED-MB