Denpasar (Metrobali.com) –

Enam puluh persen gas rumah kaca di dunia dihasilkan dari penggunaan energi oleh manusia. Indonesia sendiri adalah negara terbesar di ASEAN dalam hal konsumsi energi, dan jumlahnya terus meningkat pesat. Menanggapi fakta tersebut, pemerintah Indonesia sendiri telah menargetkan proporsi penggunaan energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2030, serta 31% pada tahun 2050.

Dalam diskusi berjudul ‘Unlocking Renewable Energy Demand from Commercial and Industrial Buyers for Green Economy’, yang diselenggarakan oleh Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Menteri ESDM Arifin Tasrif yang diwakilkan oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan, Harris ST MT, menyampaikan, “Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga tahun 2030 sebesar 29 persen tanpa bantuan dan 41 persen dengan dukungan internasional. Tentunya ini termasuk dari sektor energi, pemerintah telah mencanangkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton CO2 di tahun 2030”.

Estimasi kebutuhan investasi untuk menurunkan emisi sebesar 314 juta CO2 adalah Rp3.500 triliun. Bidang Pembangkit Listrik EBT ditargetkan dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 156,6 juta ton CO2 (atau 49,8% dari total aksi mitigasi sektor energi) dengan kebutuhan investasi sebesar 1.690 Triliun Rupiah.

Dalam kacamata ekonomi, pengurangan biaya pada sistem energi, dikombinasikan dengan pengurangan polusi udara dan emisi karbon dioksida, akan menghemat hingga 53 miliar dollar AS per tahun, atau diperkirakan 1,7% dari GDP Indonesia tahun 2030. Artinya, percepatan penggunaan energi terbarukan dapat meningkatkan GDP Indonesia sebanyak 1,3% pada tahun 2030 (International Renewable Energy Agency, 2017).

Dari seluruh sektor, industri memiliki kebutuhan energi terbesar diikuti oleh sektor transportasi, rumah tangga, sektor komersial dan lain-lain. Mengubah sistem energi konvensional ke energi terbarukan tentunya membutuhkan investasi. Jika penggunaan energi baru dan terbarukan dipercepat, investasi yang harus dikeluarkan tidak lagi menjadi masalah, apalagi biaya energi terbarukan kini sudah lebih rendah.

“Menurunnya biaya energi terbarukan telah menciptakan peluang baru untuk pemanfaatannya, termasuk di sektor komersial dan industri. Karena permintaan energi bersih terus meningkat di negara berkembang, sektor industri telah memimpin komitmen untuk menggunakan energi bersih dalam operasinya,” ujar Shinta Kamdani, President Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD).

Perusahaan anggota IBCSD yang menjadi thought leader dalam penggunaan energi terbarukan antara lain adalah Coca-Cola Amatil Indonesia, salah satu perusahaan pembotolan terbesar dan distributor minuman siap non-alkohol di Indonesia. Direktur Public Affairs, Communications dan Sustainability Amatil Indonesia Lucia Karina menyampaikan bahwa sejak tahun 2017, Coca-Cola Amatil telah mendeklarasikan komitmen publik untuk target keberlanjutan yang akan dicapai di tahun 2020. Salah satu diantaranya adalah tentang perubahan iklim dan energi, yang mana Coca-Cola Amatil menargetkan untuk menggunakan setidaknya 60 persen dari kebutuhan energi dari energi terbarukan dan rendah karbon. Komitmen ini juga merupakan bentuk dukungan terhadap upaya pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton karbon dioksida atau CO2 pada tahun 2030.

Sejalan dengan inisiatif sustainability yang telah dilaksanakan, di awal tahun 2019, Coca-Cola Amatil Indonesia telah memulai pemasangan atap panel surya di pabrik terbesarnya di Indonesia di Cikarang Barat. Amatil Indonesia juga terus berinvestasi dalam program efisiensi energi di semua operasi, termasuk mentransformasi lemari es yang digunakan pelanggan dengan model yang lebih hemat energi, mengubah sistem pencahayaan ke LED sejak tahun 2016 di seluruh pabrik dan gudang, menjalankan konversi boiler, pembangkit listrik, dan energi forklift dari matahari menjadi gas alam dan gas alam terkompresi sejak tahun 2008. Disamping itu, selama tiga tahun terakhir, CCAI telah mengganti solar dengan energi yang lebih ramah lingkungan, yaitu LNG dan LPG.

“Berbagai investasi telah digulirkan Amatil Indonesia untuk keberlanjutan lingkungan merupakan bukti konkrit komitmen kami untuk keberlanjutan lingkungan dan meninggalkan warisan positif. Capaian Amatil Indonesia dalam mentransformasi operasi bisnis ke arah yang lebih ramah lingkungan, merefleksikan komitmen kami untuk secara aktif melibatkan karyawan, pelanggan, komunitas lokal, pemerintah dan pemangku kepentingan lain untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” ujar Lucia Karina.

Meningkatnya kesadaran sektor industri atas penggunaan energi terbarukan yang ternyata tidak hanya baik untuk lingkungan, namun juga menguntungkan, selaras dengan naiknya permintaan atas produk yang sustainable. Karenanya, tak berbeda dengan Amatil, SUN Energy juga terus berinovasi dalam menyediakan teknologi yang terjangkau untuk energi terbarukan.

SUN Energy melihat peluang dari pemanfaatan energi baru dan terbarukan di berbagai sektor industri menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagai salah satu pengembang proyek panel surya asal Indonesia yang telah mengantongi proyek internasional, SUN Energy mencatat kenaikan permintaan instalasi sistem tenaga surya sebesar hampir 40% dibanding tahun sebelumnya. Peminatan ini mencakup instalasi on-grid, off-grid, dan hybrid, di seluruh wilayah di Indonesia. Di tahun 2020 ini, SUN Energy telah berhasil melakukan instalasi sistem tenaga surya di lebih dari 15 institusi, diantaranya lembaga pemerintah, segmen industri dan komersial, serta lembaga pendidikan tinggi. Pada akhir tahun 2020, instalasi sistem tenaga surya yang dibangun oleh SUN Energy di Lampung akan menjadi laboratorium PLTS terbesar di antara seluruh universitas di Indonesia.

Sementara itu, ketersediaan energi dan akses masyarakat terhadap energi masih menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mencapai elektrifikasi nasional sebesar 100%. Agar listrik dapat dinikmati secara merata di masyarakat daerah terpencil, terdepan, dan tertinggal (3T) dibutuhkan peran pemerintah dan swasta dalam menyediakan sumber energi yang terjangkau. Di tahun 2020 ini, SUN Energy turut berkontribusi dalam keberhasilan pasokan listrik ke 2.885 rumah di 6 Provinsi. SUN Energy mengaplikasikan sistem panel surya mandiri yang tidak memerlukan grid lain untuk menyala. Hal ini pula yang membuat SUN Energy terus berinovasi untuk menyediakan akses terhadap energi bersih bagi masyarakat Indonesia.

“SUN Energy mendukung penuh inisiatif pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi bersih melalui kolaborasi dan kemitraan di berbagai sektor. Kami menyediakan akses teknologi dan menawarkan solusi terintegrasi bagi para pelanggan, mulai dari konsep, konstruksi, perizinan, serta model pembiayaan nol rupiah agar konsumen dapat meraih efisiensi energi hingga 30%. Melalui total kapasitas kontrak proyek yang kami miliki, SUN Energy turut mengurangi lebih dari 1,5 juta ton emisi karbon yang berbahaya. Kami berharap dapat terus berkontribusi dalam akselerasi transisi energi rendah karbon, serta mengajak para pelaku bisnis untuk menggunakan energi bersih melalui instalasi sistem tenaga surya sebagai bentuk tanggung jawab menyelamatkan lingkungan kita,” ujar Donny Sjarifudin, Head of Sales SUN Energy.

Diskusi terkait penggunaan energi terbarukan ini merupakan salah satu rangkaian dari kampanye Program Green Lifestyle yang diusung oleh IBCSD. IBCSD sebagai asosiasi bisnis yang fokus pada isu berkelanjutan sengaja menyediakan platform bagi sektor industri untuk dapat melakukan aksi kolaboratif untuk mendukung prinsip konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. (hd)