Keterangan foto: Ketua Umum Kadin Bali A.A. Ngurah Alit Wiraputra yang juga caleg DPR RI dapil Bali dari Partai Gerindra nomor urut 2.

Denpasar (Metrobali.com)-

Bali harus gencar memperjuangkan dana perimbangan pariwisata dari pemerintah pusat. “Sehingga Bali tidak hanya terkesan sebagai ‘sapi perah’ tapi tidak mendapatkan pengembalian yang adil atas apa yang diberikan lewat pariwisata,” kata Ketua Umum Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Bali A.A. Ngurah Alit Wiraputra yang juga caleg DPR RI dapil Bali dari Partai Gerindra nomor urut 2 di Denpasar, Selasa (25/9/2018).

Seperti diketahui, sektor pariwisata kini menjadi penyumbang terbesar kedua devisa negara Indonesia setelah  setelah sektor minyak dan gas (Migas). Pada tahun 2017 devisa pariwisata nasional sekitar US$ 16,8 miliar atau sekitar Rp 203 triliun.

Dari jumlah itu, pariwisata Bali menyumbangkan devisa hampir Rp 100 triliun atau mendekati 50 persen atau setengah dari devisa pariwisata secara nasional.  Dalam periode sebelumnya yakni periode 2011—2016, rata-rata devisa yang didulang oleh sektor pariwisata di Bali juga sangat tinggi mencapai US$4,13 miliar per tahun.

Rata-rata pertumbuhan pendapatan devisa ini mencapai 18,59% tiap tahunnya. Sumbangannya bagi total devisa pariwisata Indonesia pun cukup besar. Dalam periode tersebut, rata-rata sumbangannya mencapai sepertiganya, tepatnya 38,90%.

Sementara sumbangan devisa pariwisata pada tahun 2017 yang mendekati Rp 100 triliun juga tidak terlepas dari peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali yang mencapai 5,96 juta orang. Jumlah ini melebihi target kunjungan wisman sebesar 5,5 juta turis walau di tengah adanya kondisi erupsi Gunung Agung di penghujung tahun. Bahkan jumlah kunjungan itu naik 16 persen bila dibandingkan dengan tahun 2016 sebesar 4,92 juta turis.

Sayangnya pengembalian yang diterima oleh Bali terhadap kontribusi devisa pariwisata ini sangat kecil. “Seiring perjalanan waktu dengan meningkatnya kunjungan wisatawan ke Bali, Pulau Dewata semakin mantap mengukuhkan diri sebagai penyumbang devisa pariwisata terbesar. Lalu apa yang didapatkan Bali dari pemerintah pusat dengan sudah begitu banyak devisa yang disumbangkan pariwisata Bali?” kata Alit Wiraputra.

Untuk itu, Alit Wiraputra mengaku salah satu prioritas perjuangannya ketika terpilih sebagai anggota DPR RI nanti yakni memperjuangkan perimbangan pendapatan daerah di sektor pariwisata. “Dana perimbangan ini harus diperjuangkan. Sebab selama 30 tahun tidak ada yang memikirkan dan tidak ada yang suka memperjuangkannya,” tegas pengusaha sekaligus politisi yang dikenal punya banyak ide brilian untuk pembangunan ekonomi Bali itu.

Menurutnya jika lima persen saja dana perimbangan didapatkan Bali dari kontribusi devisa sektor pariwisata Bali yang mendekati angka Rp 100 triliun maka ABPD Bali akan bisa meningkatkan tajam hingga dua kali lipat. Yakni minimal di angka Rp 10 triliun. Dimana sekarang APBD Bali berkisar di angka Rp 5 triliun lebih.

“Sekarang tidak ada lompatan siginifikan dalam peningkatan APBD Bali. Itu artinya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat tidak bisa meningkat lebih cepat. Padahal sumbangan devisa pariwisata kita besar tapi masyarakat Bali belum sejahtera. Ini tentu sungguh ironis dan kontradiktif,” kritik Alit Wiraputra.

Namun diakui upaya mendapatkan dana perimbangan sektor pariwisata ini perlu perjuangan yang serius di DPR RI. Sebab dasar hukum dan perundang-undangannya  harus diperkuat melalui revisi atas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Revisi ini membuka kemungkinan adanya bagi hasil pendapatan pariwisata antara pemerintah daerah Bali dengan pemerintah pusat.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bagi hasil hanya meliputi sumber daya alam (SDA) seperti kehutanan, pertambangan umum, pertambangan minyak bumi, dan gas bumi. Sektor kepariwisataan memang tidak termasuk dana bagi hasil.

Bagi Alit Wiraputra hal tersebut tentu tidak rasional dan tidak adil. Sebab dana perimbangan yang dialokasikan untuk Bali relatif kecil dibandingkan dengan besarnya devisa negara yang dihasilkan dari kontribusi pariwisata Bali.

Bali tidak punya SDA seperti tambang tapi kontribusi devisa pariwisata sangat besar. Tentu tidak adil bagi Bali jika tidak mendapatkan dana perimbangan ini. Jangan ibarat Bali seperti menjadi tulang punggung dalam keluarga, tapi tidak bisa menikmati hasil jerih payahnya sendiri.

“Kita harus jengah melihat kondisi itu. Maka bagaimana mendapatkan dana perimbangan pariwisata Bali ini akan maksimal saya perjuangkan di DPR RI nanti,” pungkas Alit Wiraputra.

Pewarta : Widana Daud

Editor : Whraspati Radha