Buleleng, (Metrobali.com)-
Perayaan Tahun Baru Imlek 2571 di Tahun (shio) Tikus di Kabupaten Buleleng, Bali tepatnya di Klenteng Seng Hong Bio dan Klenteng Ling Gwan Kiong dimulai dari hari Jumat (17/1/2020) sampai dengan Sabtu (8/2/2020) mendatang. Sedangkan puncak perayaan Tahun Baru Imlek pada Sabtu (25/1/2020)
Humas Perayaan Tahun Baru Imlek 2571 didua klenteng ini yakni Pipit Budiman Teja (The Pik Hong) didampingi Ketua Perayaan Tahun Baru Imlek 2571 Wira Sanjaya (Cong San) mengatakan perayaan tradisi Imlek di Buleleng secara rutin dan merupakan tradisi turun temurun dilakukan setiap tahunnya. Kali ini, ada yang menarik bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana warga Tionghoa yang merayakan Tahun Baru Imlek memasangkan lampion gantung di areal klenteng. Dallam artian lampion gantung tidak hanya sekedar dipasang begitu saja, namun ditulis ungkapan harapan, keinginan dan doa dengan bahasa mandarin.“Lampion-lampion itu, digantung selama satu tahun. Selanjutnya dilepas kembali pada perayaan Tahun Baru Imlek berikutnya,” jelasnya.”Saat Cap Go Meh pada (8/2/2020) mendatang, kami selaku panitia menyediakan pelepasan lentera terbang. Lentera terbang yang dilepas keatas langit berisi doa-doa dan keinginan atau nama-nama yang diterbangkan ke angkasa. Tujuannya di Tahun dengan shio tikus ini, sukses ekonomi, sukses karier dan sukses usaha dijalani.” Pungkasnya.
Budiman juga menyinggung mengenai makna shio atau tahun Tikus di Imlek tahun ini. Menurutnya tikus sebenarnya adalah binatang yang cerdik, gesit dan hati-hati. Pada umumnya orang-orang dengan shio tikus itu bertindak, berkata melakukan sesuatu pasti dengan sangat terukur dan penuh kehati-hatian. Kemudian mengingikan prestasi semaksimal dan sebaik mungkin.

Namun shio tikus harus disandingkan dengan sapi. Karena sapi merupakan binatang yang lambat, tetapi bertenaga besar dan pekerja yang rajin. Artinya apa dalam shio tikus, segala aktivitas harus diseimbang, karena dalam filsafat tionghoa antara baik dan buruk (Yin dan Yang) harus seimbang.

“Kalau disisi ekonomi (keuangan) secara langsung tidak ada pengaruh dalam shio tikus. Roda ekonomi hari ini, lebih terpengaruh dalam situasi ekonomi dunia (global) secara internasional. Jadi sisi ekonomi tetap sejalan dengan sisi kehidupan,” pungkasnya.

Sekilas tentang Tahun Baru IMLEK.
Tahun Baru Imlek dalam bahasa Tionghoa disebut Chuen Ciek (Cun Jie), yang berarti Hari Raya Musim Semi. Chuen Ciek atau tahun baru Imlek merupakan salah satu dari 8 (delapan) hari raya tradisional bangsa Tionghoa yang paling mendapat perhatian dan paling meriah dirayakan. Perayaan Chuen Ciek telah berlangsung sejak 4 ribuan tahun yang lampau, yaitu sejak jaman kerajaan Raja Bijak yang sangat terkenal dalam sejarah bangsa Tionghoa, yaitu Raja Yao, Suen dan raja Yi.
Terdapat beberapa versi mengenai asal muasal hari raya Chuen Ciek, dan pada tulisan ini akan diulas 2 versi saja yakni,
1. Konon pada jaman dahulu kala, ada seorang pemuda bernama Wan Nian (Nien). Ia melihat cara penentuan hari-hari raya pada saat itu sangat kacau. Lalu timbul keinginannya untuk membuat sistem yang seragam.
Pada suatu hari ia naik kegunung untuk mencari kayu bakar. Saat beristirahat dibawah pohon, perubahan bayangan pohon dibawah sorotan sinar matahari menarik perhatiannya dan memberinya inspirasi untuk merancang sebuah alat pengukur dan penghitung hari. Tetapi sering-sering perubahan cuaca (mendung dan hujan) mempengaruhi pengukurannya. Belakangan kucuran air pada lembah gunung menarik perhatiannya, lali ia membuat sebuah ketel air bersusun lima untuk melakukan pengukuran. Selanjutnya melalui pengamatan yang tekun, ia menemukan bahwa setiap 360 hari lebih, perubahan keempat musim akan beredar kembali pada kondisi yang semula. Dan panjang pendeknya waktu yaitu siang dan malam dalam satu hari juga demikian.
Kebetulan raja waktu itu yaitu Raja Cu I (Zhu Yi), juga sangat merisaukan hal yang sama. Setelah Wan Nian tahu akan hal ini, maka ia pergi menghadap raja dengan membawa ketel air yang dibuatnya. Lalu kepada raja, ia menjelaskan teori peredaran bulan dan matahari sesuai pengamatannya. Setelah Raja Cu I mendengar penjelasan dari Wan Nian, sang raja merasa sangat senang, dan menganggapnya sangat masuk akal. Lalu sang raja memerintahkan membangun sebuah menara yang diberi nama Menara BULAN dan MATAHARI, berikut ketel susun lima yang lebih besar, lengkap dengan peralatan pencatat waktu yang dibutuhkan, dan memerintahkan Wan Nian untuk melanjutkan penelitiannya agar dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan bagi rakyat.
Suatu hari Baginda Raja mendatangi menara tersebut, dan menjumpai sebuah syair pada dinding yang berbunyi :

‘Matahari terbit dan tenggelam 360 kali
Demikian seterusnya akan terulang kembali
Pepohonan tumbuh dan layu terbagi 4 musim
Dalam setahun rembulan bundar 12 kali’

Melihat syair ini, baginda raja tahu bahwa Wan Nian sudah berhasil menyusun kalender. Saat itu sambil menunjuk suasana disekitarnya (cuaca), Wan Nian berkata : ”Kini kebetulan waktu 12 bulan sudah berjalan penuh, dan musim semi baru dimulai, harap baginda menentukan nama dari dimulainya tahun yang baru ini”.
Raja Cu I bersabda : “Musim Semi merupakan permulaan musim didalam satu tahun, maka kita namakan saja hari ini sebagai Hari Raya Musim Semi (Chuen Ciek)”.

Belakangan setelah mengalami beberapa kali perbaikan, Wan Nian berhasil membuat kalender yang lengkap dan tepat diserahkan kepada raja berikutnya. Demi mengenang jasa besar dari Wan Nian, maka baginda raja menamakan kalender tersebut sebagai Wan Nian Li (Kalender Wan Nian), dan menobatkan Wan Nian sebagai malaikat Bintang Usia Rembulan dan Matahari, yang belakangan dipuja umat manusia dan gambarnya selalu dipajang disetiap perayaan Tahun Baru IMLEK.

2. Bergadang Akhir Tahun Menjaga Umur.
Menjaga umur yaitu pada malam terakhir dari setahun bergadang semalaman sampai hari berikutnya. Hal ini juga disebut Bergadang Akhir Tahun (Au Nian)

Konon pada jaman dahulu kala ada sejenis binatang aneh yang sangat buas dan ganas, tinggal menyebar dipegunungan dan hutan rimba belantara. Nama binatang ini adalah ‘NIAN (Nien)’ yang dalam Bahasa Indonesia berarti ‘TAHUN’.
Binatang ini berbentuk sangat mengerikan dan atau menakutkan, bersifat sangat buas dan ganas memangsa segala jenis binatang, dari yang melata, terbang dan berjalan, sampai juga manusia. Sehingga membuat setiap orang yang mendengar nama binatang ini akan menjadi ketakutan setengah mati.
Lama kelamaan masyarakat memahami logika kehidupan dari binatang Nian ini, yaitu setiap 365 hari sekali dia akan menyerbu kedalam perkampungan padat penduduk u tuk mencari mangsa segar. Dan setiap kali muncul adalah pada malam hari sampai menjelang matahari terbit. Setelah itu, baru mereka kembali kedalam hutan dan pegunungan.

Setelah mengetahui logika dari keganasan binatang Nian ini, maka masyarakat mulai berjaga-jaga dan mencari jalan untuk mengatasinya. Yaitu pada setiap malam terakhir dari satu tahun, setiap rumah sejak pagi-pagi menyiapkan makanan, membersihkan dapur dan mematikan semua penerangan, memagari kuat-kuat kandang ayam, kandang sapi dan juga memperkokoh ikatan pagar rumah mereka.
Saat malam tiba, mereka berkumpul untuk makan bersama. Karena semua orang tidak tahu bagaimana keselamatan masing-masing nantinya maka makan malam yang disiapkan diusahakan sebaik dan selengkap mungkin.
Sebelum mereka bersantap, terlebih dahulu melakukan sembahyang, dan menyuguhkannya ke altar leluhur untuk memohon perlindungan dan berkah keselamatan. Selesai makan malam, semua orang duduk berkumpul sambil bercakap-cakap untuk membesarkan nyali, semalaman mereka tidak berani tidur. Saat matahari terbit barulah mereka berani keluar rumah dan sebagai ungkapan rasa bersyukur, mereka saling memberi salam mengucapkan selamat dan mengadakan perayaan-perayaan.
Demikianlah asal mulanya pada setiap hari pertama atau permulaan dari setiap tahun selalu dirayakan oleh Bangsa Tionghoa.
Beberapa tahun berlalu tidak terlihat binatang Nian muncul mengganggu, sehingga membuat penduduk menjadi lengah. Tiada diduga pada tanggal 30 suatu akhir tahun si Nian mendadak muncul dan nyaris memangsa habis penduduk desa. Namun diantaranya ada satu keluarga yang baru melaksanakan upacara pernikahan, sehingga rumahnya banyak dihiasi kain dan hoasan lain berwarna merah. Ternyata keluarga ini tidak diganggu oleh Nian. Ada lagi sekumpulan anak-anak yang sedang bermain-main dihalaman menyalakan api unggun dengan membakar bambu. Saat api sedang menyala selain memancarkan warna yang memerah, juga mengeluarkan suara-suara letusan kecil. Ternyata anak-anak ini juga luput dari gangguan binatang Nian.
Melalui kejadian ini, orang-orang tahu bahwa binatang Nian takut dengan warna merah dan suara letusan. Maka pada tahun-tahun berikutnya, setiap menjelang akhir tahun mereka rata-rata menghias rumahnya dengan kain dan kertas berwarna merah serta membakar mercon untuk menakuti binatang Nian.
Demikian hal ini terus berlanjut turun temurun sampai kini menjadi sebuah Tradisi.

Menjaga umur mengandung makna merasa sayang untuk melepas/meninggalkan tahun lama yang akan berlalu, dan menaruh harapan yang indah pada tahun baru yang akan datang.

Beberapa tradisi dikalangan masyarakat Tionghoa pada perayaan Tahun Baru Imlek :
1. Makan-makan pada malam pergantian tahun.
2. Penyajian ikan dan buah dalam pesta malam pergantian tahun.
3. Penempelan huruf FU didepan rumah.
4. Makan kue tahun baru/kue keranjang Nian (Nien) Kao.
5. Pembagian Angpao.
6. Penempelan pantun berpasangan dan gambar tahunan. GS