SEHARI setelah perayan Hari Raya Saraswati selalu diikuti dengan Banyupinaruh, Minggu (11/8) kemarin.Umat Hindu di Bali banyak yang mandi ke laut atau sumber-sumber air  guna melukat (menyucikan diri).

Di kawasan pantai Padanggalak, Kesiman, sejak pukul 05.00 wita telah ramai dikunjungi umat yang ingin melukat sekaligus mandi di pantai. Wakil Bupati Badung Ketut Sudikerta didampingi Nyonya Ayu Sudikerta beserta keluarga besar Arya Wang Bang Pinatih tak melewatkan momen suci tersebut di pantai Padanggalak.

Suasana perayaan banyupinaruh itu benar-benar dipadati umat lantaran bersamaan dengan pelaksanaan Gangga Pratista, yakni penyucian lahir bathin. Sedikitnya lima pendeta menuntun prosesi Gangga Pratista di pantai Padanggalak. Khusus untuk keluarga besar Arya Wang Bang Pinatih dipuput oleh Ida Pandita Made Buruan Manuaba dari Geria Bang Swarga Manuaba, Muding, Kuta Utara.

Selepas ritual Gangga Pratista di pantai Padanggalak, rombongan Sudikerta kembali menjalani proses melukat di Pura Toya Sah Telaga Duwaja, Desa Pekraman Muncan, Selat, Karangasem. Turut hadir Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali, Jro Mangku Suwena, Wakil Ketua DPRD Karangasem I Nyoman Celos beserta anggota I Wayan Sekep Ariana dan IGA Dwi Putra. Ritual yang melibatkan seluruh Paiketan Arya Wang Bang Pinatih se-Bali ini dipuput oleh tiga sulinggih Siwa-Buda, yaitu Ida Rsi Pinatih (Geria Lelateng, Jembrana), Ida Rsi Sidemen (Geria Sidemen, Karangasem), dan Ida Sri Wahyabya (Geria Bungkulan, Buleleng) memakai sarana bebantenan pregembal dengan caru ayam brumbun.

Ketua MUDP Bali, Jro Mangku Suwena menjelaskan acara melukat mengandung makna peleburan dosa dan karma yang ada pada diri sehingga akan mendapatkan kesucian.

Menurutnya, banyupinaruh adalah momen yang baik untuk memohon ampun atas segala dosa serta memohon kesucian dengan cara melukat.

“Jika seseorang melukat dengan Tirta Saraswati maka segala dosa yang ada dalam dirinya akan dibersihkan sehingga terbukalah jalan kehidupan yang bersinar terang menuju kebahagiaan,” tukas Jro Mangku Suwena seraya menambahkan banyupinaruh hendaknya juga dijadikan momentum untuk merefleksi diri menemukan keteduhan jiwa sehingga aura negatif lenyap dari buana alit (badan kasar).

Sementara Wakil Bupati Badung Ketut Sudikerta mengatakan banyupinaruh sejatinya makna pengeruwuh (pengetahuan), dimana  secara nyata umat membersihkan badan dan keramas.  “Secara nyata bermakna membersihkan kotoran atau kegelapan pikiran yang melakat pada tubuh manusia, dengan ilmu pengetahuan atau mandi dengan ilmu pengetahuan sehingga akan terbebas dari lautan kebodohan dan dosa,” ujarnya.

Dijelaskan pula, banyupinaruh juga mengandung filosofi bahwa pada saat manusia sudah menguasai ilmu pengetahuan maka dilanjutkan dengan wisuda dengan simbolisasi dibersihkan dari sisa kotoran, dijernihkan pikirannya lewat prosesi melukat di sungai, laut, atau sumber mata air lainnya.

Simbolisasi di sungai seperti di Toya Sah Telaga Duwaja, sambungnya, diharapkan ilmu yang telah dipelajari saat Saraswati bisa mengalir lancar. Sementara simbolisasi di laut bermakna agar ilmu yang dipelajari bisa membuat pengetahuan manusia menjadi luas dan dalam serta bisa menjadi peleburan segala kebodohan dan awidya (kegelapan). Sedangkan simbolisasi di mata air karena diharapkan ilmu yang dipelajari bisa menjadi sumber pencerahan, dimana kehidupan tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga masyarakat banyak. “Ilmu yang diperoleh oleh umat manusia seharusnya dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik di jalan dharma. Momentum banyupinaruh ini hendaknya dimaknai sebagai media untuk mulat sarira, melakukan perenungan atas apa yang telah dilakukan dan inovasi selanjutnya menuju kehidupan yang lebih terang,” tukas Ketua DPD Partai Golkar Bali ini.

Sebagai ritual pamungkas, Sudikerta melukat di Geria Selat Peken, Kecamatan Susut, Bangli dipuput oleh Ida Pedanda Gede Putu Kediri. RED-MB