Sosialisasi UU LKM-1

Kuta, (Metrobali.com) –

Saat ini terdapat 637.838 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai lembaga pengawasan keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga akhir Desember 2014 telah mendata sejumlah 19.334 LKM yang belum berbadan hukum. Karenanya, OJK memiliki target hingga Januari 2016 dapat melakukan pengukuhan LKM yang belum berbadan hukum.

Hal ini disampaikan oleh OJK Pusat saat sosialisasi UU No 1 tahun 2013 tentang LKM dan Peraturan Pelaksanaannya kepada sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) se-Bali dan sejumlah LKM di Kuta, Kamis (28/5).

“Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM)pada tahun 2015 ini telah mulai menjalankan program pembinaan dan pengawasan LKM antara lain dengan melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM,serta pemangku kepentingan lainnya,” kata Plt. Direktur Departemen LKM OJK Pusat Suparlan.

Sesuai UU, imbuhnya pembinaan dan pengawasan LKM bertujuan untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat, membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktifitas masyarakat dan membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

Pada bulan Juli 2014, untuk mempermudah koordinasi pelaksanaan UU LKM, telah dilakukan Nota Kesepahaman antara OJK, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Koperasi dan UKM. Ruang lingkup koordinasi antara laindalam bentuk sosialisasi UU LKM dan peraturan pelaksanaannya, inventarisasi LKM yang belum berbadan hukum, penyusunan peraturan pelaksanaan UU LKM, dan pendataan SDM pemerintah daerah/kota yang akan bertugas menjadi pembina dan pengawas LKM.

Berdasarkan naskah akademis RUU LKM Dalam rangka terselenggaranya pembinaan dan pengawasan LKM, OJK telah merampungkan beberapa peraturan pelaksanaan UU LKM, yaitu: Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga Pinjaman atau Imbal Hasil Pembiayaan dan Luas Cakupan Wilayah Usaha LKM; POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan LKM; POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha LKM; dan POJK Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan LKM.

Sebelum menjalankan kegiatan usahanya, LKM wajib memiliki izin usaha dari OJK. Bentuk badan hukum LKM bisa berbentuk koperasi atau perseroan terbatas (PT).

“Untuk PT, sahamnya paling sedikit 60% wajib dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau badan usaha milik desa/kelurahan. Sedangkan sisanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI) dan atau koperasi. Untuk kepemilikan WNI atas saham PT dimaksud maksimum 20%,” imbuh Suparlan.

Dengan demikian, LKM hanya dapat dimiliki oleh WNI, badan usaha milik desa/kelurahan, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan koperasi. Adapun LKM dilarang dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh warga negara asing atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh WNA atau badan usaha asing.

Terkait dengan modal disetor atau simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah LKM ditetapkan berdasarkan cakupan wilayah usaha yaitu desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota, yang terdiri dari minimal Rp50.000.000,- untuk cakupan wilayah desa/kelurahan, Rp100.000.000,- untuk kecamatan, dan Rp 500.000.000,- untuk kabupaten/kota.

Sementara itu, di Bali sendiri saat ini OJK Bali tengah mengumpulkan dan memilah berapa jumlah LKM yang ada di Bali. Karena itu, pihaknya menghimbau SKPD terkait untuk melakukan identifikasi mana yang lembaga mikro dan mana yang koperasi.

“Kebanyakan di Bali itu koperasi nah bagaimana sekarang memilah antara koperasi dan LKM. Kita selama satu tahun diminta untuk melakukan mapping dan kalau koperasi itu kan keuntungannya hanya ke anggota saja sementara kalau LKM keuntungan juga untuk masyarakat. Sampai tahun 2016 kita akan lakukan proses pemappingan ini,” kata Humas OJK Bali Edwin Nurhadi.

Ditambahkannya, jenis kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan  usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha, baik secara konvensional ataupun prinsip syariah. SIA-MB