Jakarta (Metrobali.com)-

Organisasi Supply Chain Indonesia (SCI) menyatakan, Peraturan Presiden No 26/2012 yang membahas cetak biru pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) sebenarnya dapat ditingkatkan menjadi Undang-Undang.

“Merujuk UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, konstruksi hukum Perpres Sislognas masih perlu dilengkapi. Jika diperlukan, Perpres Sislognas dapat diupayakan peningkatan derajatnya menjadi UU Logistik,” kata pakar hukum SCI Dhanang Widijawan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (14/9).

Menurut dia, hal itu karena konsiderans atau dasar pertimbangan dalam Perpres Sislognas bersifat umum karena tidak merujuk Pasal tertentu dari UU/PP di bidang transportasi (Perkeretaapian, Pelayaran, Penerbangan, LLAJ, dan Angkutan Multimoda) sebagai dasar pelaksanaan.

Ia berpendapat, dengan konstruksi hukum seperti itu, dapat dimengerti apabila penegakan hukum Perpres Sislognas dianggap kurang efektif daya berlakunya bersifat mengikat dan memaksa dibandingkan dengan regulasi-regulasi lain yang terkait proses logistik.

“Hal ini, berbeda dengan PP (Peraturan Pemerintah) Angkutan Multimoda yang dalam konsideransnya secara tegas mencantumkan pasal tertentu dalam UU sebagai dasar pelaksanaannya. Dalam konsiderans PP Angkutan Multimoda, tercantum Pasal 148 UU Perkeretaapian, Pasal 55 UU Pelayaran, Pasal 191 UU Penerbangan, dan Pasal 165 ayat (4) UU LLAJ, sebagai dasar pembentukan PP Angkutan Multimoda,” ujarnya.

Dhanang juga mengemukakan, Perpres Sislognas kurang efektif juga karena derajat hukum Perpres Sislognas berada setingkat di bawah PP (Multimoda) dan dua tingkat di bawah empat UU di bidang transportasi (Perkeretaapian, Pelayaran, Penerbangan, dan LLAJ).

Padahal, lanjutnya, UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menegaskan bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarkinya. “Artinya, kekuatan hukum Perpres Sislognas berada di bawah UU dan PP,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa Perpres Sislognas merupakan “ruh” yang mengakselerasi keseimbangan koneksitas mata rantai proses logistik pada tataran lokal, domestik, regional, dan global.

Dengan demikian, kata dia, akselerasi koneksitas aktivitas bisnis dan kelembagaan logistik nasional, dapat dilakukan apabila produk hukum Perpres Sislognas ditingkatkan derajatnya menjadi UU Logistik.

“Hanya dengan derajat hukum setingkat UU, karakteristik alamiah logistik dapat direpresentasikan. Karakteristik itu adalah koneksitas pergerakan informasi/data, barang, dan finansial/transaksi keuangan secara efisien dan efektif,” ucapnya. AN-MB