Ilustrasi Korupsi

Denpasar (Metrobali.com)-

Pembantu Rektor I Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Made Redana sebagai saksi korupsi pengadaan barang dan jasa di perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama itu mengaku tidak pernah dilibatkan dalam setiap proyek.

“Saya hanya mendengar info dari rekanan bahwa ada bantuan dan proyek. Cuma saya tidak tahu detailnya seperti apa. Yang saya tahu ada sebagian proyek tidak tuntas dikerjakan,” ujarnya saat memberikan keterangan di depan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (3/7).

Ia mengaku pernah menyampaikan permasalahan itu kepada Prof I Made Titib yang saat itu menjabat rektor. Namun tidak ada tanggapan Titib yang juga terdakwa dalam perkara tersebut.

Selain itu, Made Redana mengungkapkan sebagian besar proyek yang ada di IHDN ditangani oleh terdakwa Praptini yang menjabat Pembantu Rektor II.

Namun Praptini tidak mau menanggapi pernyataan saksi karena dianggap keterangannya mengarah pada masalah pribadi.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Made Sueda dilanjutkan kembali pada Selasa (8/7) masih dengan agenda pemeriksaan saksi.

Kasus di IHDN Denpasar itu berawal dari Kejati Bali melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN tahun 2011 dan dikuatkan dengan 10 temuan Kementerian Agama berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.

Selain Made Titib dan Praptini, kasus itu juga menetapkan terdakwa lain, yakni Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, dan I Nyoman Suweca.

Pasal yang didakwakan adalah Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Junto pasal 64 (1) KUHP.

Akibat kasus tersebut telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan keuangan negara sebesar Rp20 miliar. AN-MB