Paris, 2/6 (Metrobali.com) –

Ketika bintang Portugal Cristiano Ronaldo mendapat penghargaan Ballon d’Or karena pencapaian gemilangnya selama 2013, ia secara alami memiliki banyak alasan untuk merayakannya, meski demikian hal itu mungkin dapat membuat dirinya cemas mengenai harapan negaranya pada Piala Dunia di Brazil.

Portugal akan menghadapi turnamen ini sebagai tim kuda hitam yang sangat bergantung kepada kapten mereka Ronaldo, yang akan perlu menentang hal-hal yang tidak biasa jika ia ingin menghindari menjadi salah satu catatan kaki pada kisah peringatan.

Sejak diperkenalkannya Ballon d’Or, yang diberikan oleh majalah France Football pada 1956 untuk memberi penghargaan kepada pemain terbaik Eropa, dan belakangan, dunia setiap tahunnya, ke-14 pemain yang meraih penghargaan itu tidak mampu menggapai kesuksesan maksimal pada panggung global.

Dengan fakta bahwa penghargaan ini awalnya hanya diberikan kepada pemain-pemain Eropa sampai metode itu dihapuskan pada 1995, maka pemain-pemain seperti juara Piala Dunia tiga kali Pele dan Maradona, yang menjadi pusat kejayaan Argentina pada 1986, dapat dicoret dari daftar itu, namun tetap saja banyak pemain terbaik yang gagal bersinar di panggung global setelah dinobatkan sebagai pemain terbaik versi Ballon d’Or.

Contohnya bintang Barcelona Lionel Messi, yang memenangi penghargaan pertama dari empat Ballon d’Or yang dimilikinya secara beruntun pada 2009.

Tim Argentina mampu melaju sampai perempat final Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan meski Messi tidak menyumbang satu gol pun. Bagaimanapun, ketika mereka membutuhkannya, ia tidak mampu mencetak gol ketika tim Argentina dipermalukan 0-4 oleh Jerman pada putaran delapan besar.

Itu hanya merupakan ulangan terkini dari perjalanan Piala Dunia yang berakhir buruk bagi pemain terbaik dunia, cerita yang telah tertulis sejak legenda Real Madrid Alfredo Di Stefano menerima Ballon d’Or pada 1957.

Bagi pemain kelahiran Argentina Di Stefano, yang mendapatkan kewarganegaraan Spanyol pada kualifikasi Piala Dunia 1958 meski pernah mewakili negara kelahirannya serta Kolombia, negara yang menaturalisasi dirinya gagal mencapai putaran final, sehingga salah satu pemain terbaik dunia ini menyelesaikan kariernya tanpa pernah tampil satu kali pun di Piala Dunia.

Saat lain ketika peraih penghargaan Pesepak Bola Eropa Terbaik, penghargaan yang juga digabung dengan penghargaan Pemain Terbaik Dunia versi FIFA pada 2010 untuk menjadi FIFA Ballon d’Or, tidak bersinar di panggung global adalah pada 1978 ketika penyerang Denmark Allan Simonsen, finalis Piala Eropa bersama Borussia Moenchengladbach setahun sebelumnya, melihat negaranya tersingkir di kualifikasi.

Bagaimanapun, terdapat lima tim yang diperkuat pemenang Ballon d’Or yang mencapai final Mungkin tidak ada pemain yang penderitaannya mendekati apa yang dialami penyerang Italia Roberto Baggio di AS 1994.

Baggio mencetak lima gol di fase gugur, termasuk dua gol saat melawan Bulgaria di semifinal, untuk mengirim tim Azzurri melaju ke final untuk menantang Brazil.

Namun setelah bermain tanpa gol selama 120 menit di Pasadena, penyerang Juventus itu melepaskan eksekusi penalti yang melambung di atas gawang lawan, untuk membuat Brazil mendapatkan Piala Dunia keempatnya.

Sebelum itu terjadi, Johan Cruyff dan Belanda terlihat akan mengakhiri kutukan tersebut pada turnamen 1974.

Belanda yang mengusun tema revolusioner “Total Football” menyingkirkan semua tim dalam perjalanannya ke final, dan terlihat akan menjadi juara setelah mereka mendapat hadiah penalti ke kubu Jerman Barat.

Bagaimanapun, permainan Belanda tidak berkembang dan mereka justru kalah 1-2.

Pemain Italia Gianna Rivera (1970), penyerang Jerman Barat Karl-Heinz Rummenigge (1982), dan penyerang Brazil Ronaldo (1998) juga gagal bersinar setelah dua kali memenangi Ballon d’Or.

Peraih tiga kali penghargaan Pemain Terbaik Eropa Michel Platini melihat tim Prancisnya terdepak di putaran empat besar edisi 1986, sedangkan Eusebio meski tampil gemilang pada turnamen 1966, di mana ia mencetak sembilan gol untuk mendapatkan Sepatu Emas, merupakan bagian dari tim Portugal yang disingkirkan tuan rumah Inggris di semifinal.

Pemenang penghargaan 2001 Michael Owen hanya mampu membawa Inggris melaju ke perempat final setahun kemudian, sebelum mereka disingkirkan Brazil, sedangkan Ronaldinho yang bermain di bawah standar gagal menyelamatkan negaranya dari tersingkir di putaran delapan besar pada turnamen berikutnya.

Penyerang Belanda Marco van Basten (1990) dan pemain Italia Omar Sivori (1962) bahkan lebih buruk lagi, yang membuat kutukan Ballon d’Or masih menjadi momok bagi para pemain bintang.

(Ant) –