RAPAT Nyama Braya Bali (NBB) Jerman ini ternyata tidak hanya menarik minat umat Hindu saja (anggota NBB Jerman) tetapi juga menarik minat warga Jerman, khususnya mereka yang merupakan suami ataupun istri dari orang Bali anggota NBB Jerman. Oleh karenanya rapat NBB Jerman ini pun dilangsungkan dengan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.

Awalnya, pengurus lama membuka rapat dengan penyampaian laporan kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh NBB Jerman selama periode tahun 2011 hingga 2013 seperti perayaan Kuningan di Pura Sangga Bhuana Hamburg yang dimeriahkan oleh sanggar tari dari Bali (Sanggar Rarekual Singaraja) hingga pemlaspasan Pura Tri Hita Karana Berlin yang juga di meriahkan oleh sanggar tari dari Bali (Sanggar kesenian UNHI Bali).

Kemudian rapat di lanjutkan dengan mendengarkan laporan tanggung jawab pemakaian Gamelan milik NBB Jerman yang merupakan sumbangan dari Bimas Hindu Indonesia disampaikan oleh tempek NBB Berlin yang mendapatkan hak pakai selama periode 2011 hingga 2013. Dan akhirnya rapat di sesi pertama di akhiri dengan diskusi interaktif dari hadirin peserta rapat dengan pengurus lama serta pembubaran kepengurusan NBB Jerman yang lama.

Waktu terus berjalan hingga akhirnya terbentuk kepengurusan NBB Jerman yang baru yang ketuanya masih di pegang oleh Pinandita Ibu Juli Wirahmini di bantu oleh beberapa anggota pengurus yang baru. Wakil Ketua: Ngurah Clipton Pinatih (dari Bonn), Bendahara: Ketut Santrawan (dari Berlin), Sekertaris 1 berbahasa Indonesia: Pande Gede Irfan Alan Nubrata (dari Hamburg), Sekertaris 2 berbahasa Jerman: Gede Stefan Liermann (dari Hamburg), Humas 1: Ketut Adnyana (dari Stuttgart) dan Humas 2: Luh Putu Prapita (dari Hamburg), serta Ketua Sekehe teruna Teruni: Kadek Varezha Gary Sanjaya (dari Dortmund).

Yang menarik dari terbentuknya kepengurusan NBB Jerman yang baru periode 2013 – 2015 adalah tentunya selain program 2 tahun kedepannya yang sudah jelas seperti jadwal perayaan yang akan berlangsung di tahun 2014 – 2015 di Pura yang ada di Jerman juga salah satunya adalah berusaha menjembati serta membantu group kesenian dari Bali yang ingin pentas di Jerman atau di Eropa.

Selain itu dengan semakin terus bertambahnya jumlah mahasiswa Hindu ataupun mahasiwa Bali yang meneruskan kuliah S1, S2, dan S3 ke Jerman, sekehe teruna teruni STT NBB Jerman yang beranggotakan mahasiswa hindu yang kuliah di Jerman saat ini juga berkomitmen ingin berpartisifasi aktif dalam menjembatani adik-adik student Hindu ataupun student dari Bali yang ingin meneruskan kuliah ke Jerman.

Dukungan semangat dari darah muda STT sekehe teruna teruni NBB Jerman semakin memantapkan wadah organisasi NBB Jerman tidak hanya aktif dalam kegiatan internal kedalam seperti kegiatan keagamaan Hindu ataupun kegiatan kebudayaan Bali ataupun dalam memupuk tali persaudaraan warga Bali yang merantau di Jerman menyama braya Bali di Jerman tetapi juga berusaha selalu aktif dalam membantu tidak hanya adik-adik student dari Bali yang akan meneruskan sekolahnya ke Jerman tapi juga dialamatkan kepada orang lain sebagai kontribusi nyata dalam bentuk kepedulian sosial. Keberadaan website NBB Jerman yang baru dibuat http://nyamabrayabali.com juga diharapkan bisa digunakan sebagai media untuk berinteraksi langsung dengan semeton NBB Jerman melengkapi media sosial lainnya yang sudah ada seperti Facebook Group Nyama Braya Bali Germany.

 

Renungan

 

Sebagai generasi penerus Hindu, kita memang sudah sepantasnyalah merayakan Galungan dan Kuningan tidak hanya dengan merayakannya sebagai sebuah rutinitas setiap 210 hari, ataupun hanya memaknainya sebagai sebuah kemenangan Dharma melawan Adharma. Tapi juga bisa mengajegkan Dharma yang telah dimenangkan, yaitu dengan mengisi kegiatan sehari-hari kita dengan kegiatan yang bermanfaat buat orang banyak ataupun membuat sesuatu dari tidak ada menjadi ada.

Seperti tersirat dari makna perayaan kuningan yang sering kita jumpai dalam simbol-simbol, seperti Tamiang yang berasal dari kata tameng yang berarti alat penangkis senjata. Dimana sebagai alat penangkis, tamiang berfungsi sebagai lambang perlindungan. Di samping itu, tamiang juga sebagai lambang Dewata Nawa Sanga, karena menunjuk sembilan arah mata angin. Tamiang juga melambangkan perputaran roda alam — cakraning panggilingan. Lambang itu pulalah yang mengingatkan manusia pada hukum alam. Jika masyarakat tak mampu menyesuaikan diri dengan alam, atau tak taat dengan hukum alam, risikonya akan tergilas oleh roda alam.

Selain tamiang, dalam perayaan Kuningan juga terdapat endongan yang bermakna perbekalan. Bekal yang paling utama dalam mengarungi kehidupan adalah ilmu pengetahuan dan bhakti (jnana). Sementara senjata yang paling ampuh adalah ketenangan pikiran. Ketenangan pikiran ini yang tak dapat dikalahkan oleh senjata apa pun.

‘’Ikang manah pinaka witing indra’’, yang artinya pikiran itu sumber dari indria. Itu berarti senjata pikiranlah yang paling ampuh dan utama dalam menghadapi berbagai persoalan hidup, baik itu hidup di Indonesia ataupun hidup dirantau di negeri Jerman.

Lewat perayaan Kuningan 2 Nopember 2013 sekaligus merupakan hari piodalan di Pura Sanggaa Bhuana di kota Hamburg , kita semua diharapkan untuk terus mengasah ilmu pengetahuan kita sebagai bekal untuk melaju di era globalisasi ini dan menggunakan ketenangan pikiran sebagai senjata utama alam rangka untuk mencapai santha jagadhita atau kerahayuan atau keharmonisan yang langgeng. Semoga.  KETUT ADNYANA/MB