Prof Windia (2)

Denpasar (Metrobali.com)-

Peranan sektor pertanian terhadap pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB) di Bali setiap tahun mengalami penurunan hingga kini masih mempunyai andil hanya 18 persen.

“Padahal 30 tahun yang silam sektor pertanian itu mempunyai peranan penting yakni mencapai 65 persen dalam pembentukan PDRB,” kata Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia di Denpasar, Minggu (!5/3).

Ia mengatakan, kondisi demikian menunjukkan, bahwa sektor pertanian dengan segala kekurangannya, tetap menjadi andalan mata pencaharian bagi penduduk setempat Sementara itu, lahan sektor pertanian terus mengalami konversi. Catatan tentang alih fungsi lahan sawah di Bali agak bervariasi.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali menyebutkan sekitar 400 hektare per tahun, sementara Badan Pusat Statistik (BPS) setempat mencatat 750 hektare setiap tahunnya.

“Kami data yang juga bersumber dari BPS tahun 2010 adalah lebih dari 1000 ha/tahun,” ujar Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Ia menegaskan, dengan melihat perkembangan pembangunan fisik di Bali selama ini pihaknya yakin konversi lahan sawah mencapai 1000 ha/tahun.

Belum lagi pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang sering memasang patok Agraria pada saluran irigasi subak, kondisi itu sangat merusak sistem irigasi subak, dan mendorong petani untuk menjual lahan sawahnya.

Keadaan demikian juga diperparah dengan pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk lahan pertanian di tempat-tempat yang strategis dan kawasan pariwisata yang sangat berat bagi petani.

Windia mengingatkan, pengembangan potensi sektor pertanian dan lahan pertanian di Bali tidak bisa dilepaskan dari kajian tentang pembangunan pertanian.

Kebangkitan sektor pertanian yang pertama dianggap terjadi pada Era Orde Baru, karena betul-betul mendapatkan perhatian yang sungguh- sungguh, dan puncaknya tercapai pada tahun 1984, tatkala Indonesia dikenal sebagai pengekspor beras. Sedangkan sekitar 15 tahun sebelumnya, sektor pertanian di Indonesia sangat terpuruk, dan Indonesia dikenal sebagai pengimpor beras terbesar di dunia. “Kebijakan ini mungkin dilaksanakan, karena dalam Era sebelumnya, sektor ekonomi, khususnya sektor pertanian betul-betul terpuruk. Hal ini tercermin dengan harga beras dan angka inflasi yang terus membubung,” ujar Windia.

Selanjutnya, menuju kebangkitan sektor pertanian yang kedua dianggap terjadi pada tahun 2005. Tatkala ketika itu (tgl. 11 Juni 2005), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mendeklarasikan apa yang disebut sebagai Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (PRPPK).

Namun, apa yang terjadi, tidak seperti yang diharapkan, seperti halnya yang terjadi pada Era Orde Baru. Banyak para ahli yang beranggapan bahwa program menuju kebangkitan sektor pertanian yang kedua, adalah gagal akibat berbagai kendala, ujar Prof Windia. AN-MB