dffDenpasar (Metrobali.com)-

Kelemahan terbesar pada film Indonesia, fiksi maupun non fiksi, adalah abainya para pembuat film terhadap penggunaan “bahasa film” secara benar sebagai alat bertutur dalam karyanya. Hal itu disebabkan oleh lemahnya pemahaman para pembuat film tentang hal tetsebut. Entah karena mereka kurang mendalaminya atau karena rancu dengan penggunaan “bahasa televisi”.

 Pernyataan tersebut disampaikan oleh Panji Wibowo, pengajar Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) sebagai pengantar dalam Pelatihan Produksi Film Dokumenter untuk peserta tingkat lanjutan (dengan penekanan teknik pengoperasian kamera) yang diselenggarakan sebagai ujung akhir rangkaian kegiatan Denpasar Film Festival 2015 bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. Pelatihan diselenggarakan 12-15 November 2015 di STIKOM Bali, Jl. Raya Puputan Renon Denpasar.

 Adapun yang dimaksud sebagai “bahasa film” adalah perangkat bertutur dalam media film yang terdiri dari mise en scene (pengadeganan), sinematografi, editing, dan tata suara.

 “Semua itu memiliki kaidah-kaidah tertentu untuk menyampaikan maksud dalam film,” ujar Panji.

 Ketika kaidah-kaidah tersebut tidak tidak diterapkan dengan baik maka film-film yang dihasilkan pun menjadi kurang menarik.

 “Paling untung kualitasnya biasa-biasa saja alias mediokre. Itulah yang banyak terlihat pada film-film kita,” imbuh Panji.

 Pelatihan Produksi Film Dokumenter tingkat lanjutan ini merupakan rangkaian kegiatan dari Denpasar Film Fesrival (DFF) 2015. Pesertanya para pembuat film dari berbagai kota yakni Denpasar, Banyuwangi, Malang, dan Singaraja. Seluruhnya berjumlah 30 orang, terbagi menjadi enam kelompok. Pelatihan dibagi menjadi dua kegiatan, teori dan praktek. Keluaran dari keduanya adalah setiap kelompok peserta menghasilkan film dokumenter tentang tokoh di sekitar tempat pelatihan berdurasi dua hingga empat menit.

 “Jumlah peserta sengaja kami batasi agar intensitas pelatihan terjaga baik,” ujar Agung Bawantara, Direktur DFF.

 Sementara itu, Kepala Seksi Perijinan, Pertunjukan, dan Perfilman Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Ni Nyoman Candrawati, S.Sn mengatakan bahwa pelatihan produksi film dokumenter dengan tekanan teknik pengoperasian kamera tingkat lanjutan ini merupakan wujud komitmen dari Pemerintah Kota Denpasar dalam mendorong secara terus-menerus kreativitas masyarakat,khususnya di Kota Denpasar, di bidang perfilman. Juga untuk mempersiapkan para pembuat film dokumenter untuk berlaga di berbagai festival pada tahun 2016.

 “Kami berharap pelatihan ini dapat memberi manfaat bagi usaha memajukan kreativitas khususnya perfilman di Kota Denpasar,” tandasnya. RED-MB