R Siti Zuhro

Jakarta (Metrobali.com)-

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia R Siti Zuhro menilai calon presiden dan calon wakil presiden berpotensi pecah kongsi dan saling sandera karena mereka baru dipasangkan menjelang pendaftaran ke KPU.

“Capres dan cawapres baru dipasangkan oleh koalisi partai politik hanya beberapa hari menjelang pendaftaran di KPU,” kata R Siti Zuhro pada diskusi “Mencegah Presiden Disandera Wakil Presiden” di Jakarta, Minggu (8/6).

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Pakar Hukum Tata Negara Irman Putrasidin, Pakar Demografi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonsia Sony Harry B Rachmadi, dan Juru Bicara Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi.

Menurut R Siti Zuhro, capres dan cawapres yang baru dipasangkan dalam waktu beberapa hari, visi dan misinya belum tentu sama, apalagi “chemistry”nya belum tentu terbentuk.

Capres-cawapres, menurut dia, dipasangkan oleh partai-partai politik yang membentuk koalisi dengan perhitungan politik, tentunya untuk kepentingan koalisi partai politik tersebut.

Namun realitasnya, menurut Siti Zuhro, hanya dalam waktu beberapa hari, pasangan capres-cawapres tersebut sudah harus menyampaikan visi dan misinya pada masa kampanye.

“Wajar jika visi dan misi yang disampaikan oleh capres maupun cawapres belum tentu klop,” katanya.

Sony Harry B Rachmadi juga mempertanyakan konsep visi dan misi pasangan capres-cawapres itu, apakah murni gagasan capres dan cawapres atau disusun oleh tim suksesnya.

Menurut Sony, dalam waktu beberapa hari setelah dipasangkan, capres dan cawapres tidak memiliki waktu banyak untuk mendiskusikan gagasan-gagasannya, sehingga dia mensinyalir visi dan misi disusun oleh tim kampanye.

“Untuk mengetahui apakah capres dan cawapres sudah kompak pada visi dan misinya, sebaiknya publik mencermati pernyataan-pernyaraan capres maupun cawapres kepada publik,” katanya.

Adhie Massardi menilai pasangan capres dan cawapres berasal dari dua kekuatan berbeda yang dipasangkan oleh koalisi partai-partai politik pengusungnya.

Menurut dia, dipasangkannya capres-cawapres dari dua kekuatan berbeda, perhitungannya untuk menggandakan perolehan suara pada pemilu presiden.

“Namun harus diingat, dua kekuatan yang disatukan, belum tentu selamanya kompak. Apalagi, jika keduanya berasal dari dua partai berbeda yang sama-sama memiliki kepentingan politik,” katanya.

Karena itu, kata Adie, pasangan capres-cawapres setelah terpilih dan memimpin negara berpotensi terjadi pecah kongsi dan saling sandera.

Pemilu presiden 2014 diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres yakni pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan pasangan Joko Widodo- Jusuf Kalla. AN-MB