Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, (DP2K) Badung IGAK Sudaratmaja saat memberikan penjelasan terkait Festival Budaya Pertanian yang akan dihelat 4-7 Juli

Mangupura (Metrobali.com)-
Festival Budaya Pertanian (FBP) kembali digelar tahun ini. Pelaksanannya yang akan dihelat 4-7 Juli mendatang di Kawasan Jembatan Tukad Bangkung, Desa Pelaga, Kecamatan Petang, merupakan kegiatan yang ke-4. FBP sendiri digelar dalam rangka membangun citra Badung utara dengan memanfaatkan potensi pertanian dan keindahan alam yang eksotik dan semakin ramai dikungjungi masyarakat.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, (DP2K) Badung IGAK Sudaratmaja, Kamis (2/7) menyatakan, festival yang digelar kali ini tidak saja bagaimana mempromosikan potensi pertanian, tetapi yang utama adalah penginvestasian dan pengedukasian masyarakat bagaimana sektor pertanian ternyata bisa bersinergi dengan pariwisata. “Output ada didalamnya nilai investasi, edukasi, sehingga dari kegiatan ini dapat meningkatkan daya saing Badung Utara,” ucapnya.
Tahun ini FBP bertemakan “Suksma Dresta Laksana” yang artinya “Berterima Kasih adalah Kewajiban Mulia”. Menurut Sudaratmaja, tema ini merujuk pada periode berakhirnya masa jabatan Bupati Badung AA Gde Agung pada 5 Agustus 2015 mendatang.
“Kita harus mengakui bapak bupati akan meninggalkan jabatannya. Makanya tema ini diambil sebagai ucapan terima kasih. Bapak bupati berterima kasih kepada masyarakat, masyarakat berterima kasih kepada bupati,” katanya. Bahkan, imbuh Sudaratmana, tema ini juga bermakna ungkapan rasa terimakasiha petani kepada alam, atas hasil panen yang mereka/petani dapat.
Lebih lanjut dikatakan, dari pengalaman tiga kali festival, pemerintah mengklaim adanya nuansa budaya pertanian yang ternyata direspon sangat positif oleh masyarakat. Hal ini tidak lepas dari pengalaman dan pengamatan di masyarakat, dimana potensi dan emosi seni masyarakat Bali, memang memiliki kekuatan yang luar biasa, yang dapat dipakai untuk menawarkan ide-ide pembaharuan dan penguatan eksistensi pembangunan, khususnya pembangunan pertanian di masyarakat.
Berkacama pada pengalaman, kata Sudaratmaja, kefiatan FBP tidak secara seremonial belaka. Sebagai bukti dari tahun ke tahun adanya perubahan respon masyarakat yang awalnya apatis menjadi semakin bergairah. “Sekarang yang ingin ikut berjualan, maupun keterlibatan saat pembukaan festival makin meningkat,” jelasnya.
Tidak itu saja, komoditi seperti sayuran asparagus, kopi, beras organik, jambu biji, jambu kristal, jeruk, bunga kumiter, kedelai edamame, sudah semakin familiar di Badung Utara. “Bila menyebut asparagus, sekarang langsung yang disebut Badung Utara. Ini bukti bahwa FBP memberikan dampak positif,” tegasnya. Selain itu pada FBP kali ini, juga akan diperkenalkan teh gumitir. Sehingga masyarakat bisa mengetahui ternyata bungan gumiter bisa jadi sulap menjadi teh gumitir.
Pada lagian, walaupun baru dilaksanakan tiga kali, dan pelaksanaan tahun 2015 ini adalah kegiatan FBP ke-4, namun pemerintah pusat sudah memberikan perhatian khusus. Malah, kata Sudaratmaja, tahun 2014 lalu, FBP sudah mampu keluar sebagai “Top 99” Inovasi Pelayanan Publik, menyisihkan lebih dari 500 peserta lomba dari Kementrian, Lembaga, Pemda Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Dan tahun 2015, bebernya lagi, kabupaten Badung kembali berjaya dengan prestasi yang lebih membanggakan. Dari tiga inovasi yang dilombakan, kegiatan yang masuk nominasi, masing-masing “Top 25”, “Top 40” dan “Top 99” untuk pertanian (Asparagus) kebersihan dan pertamanan (Gelatik) dan kesehatan (Kanker Servik).
Sudaratmaja menambahkan, pada FBP ke-4 tahun ini Pemkab Badung telah melakukan MoU dengan sembilan perusahaan. Nilai kontrak kerjasama itu total Rp 8,1 miliar. Jenis produk pertanian yang masuk kontrak dengan pihak perusahaan antara lain kopi, aneka sayuran, buah, bunga gumitir, beras organik, edamame, jambu kristal, jeruk siam. Untuk nilai tertinggi adalah Jambu kristal dan jeruk siam senilai Rp 600 juta. Kontrak selama satu tahun bahkan dengan tiga swalayan sekaligus.
Disinggung terkait pelaksanaan FBP yang bersamaan dengan PKB, apakah tidak ada kekhawatiran? Sudaratmaja menepisnya. “FBP ini berbeda dengan PKB. Segmennya berbeda. Jadi kami tida perlu khawatir,” tandasnya.
Kepala Desa Pelaga, I Gusti Lanang Umbara menyatakan, FBP saat pertama kali digelar sampai sekarang menginjak tahun ke-4, cukup besar greget masyatakat. Pertama bagaimana Desa Plaga, Petang, dikenal akibat FBP. “Pelaga ini semakin top dengan adanya FBP ini. Hal positif lainnya ada pembelajaran bagi masyarakat,” ucapnya.
Sekarang, imbuhnya, banyak masyarakat yang antusiasi untuk terlibat dalam FBP cukup tinggi. “Ini bukti jika FBP berpengaruh besar bagi masyarakat,” tandas Umbara sembari berucap agar FBP bisa terselenggara secara berkesinambungan.
Ketua Kelompok Hare Jaya Agro, Mangku Ruja menambahkan, FBP sangat besar dampaknya dan pertahankan. Bila perlu diperpanjang waktu pelaksanaannya. “Idealnya mungkin 5 hari. Dan itu harapan kami petani,” imbuhnya. RED-MB