14877155_1479908288691445_265799151_nDiskusi Kamisan yang digelar di IHDN, Jumat (28/10) menyikapi Re- Desain Pariwisata Bali yang perlu disikapi oleh pemerintah. 

 

Denpasar (Metrobali.com)-

Wacana Pemerintah Pusat untuk membangun sepuluh Bali Baru nampaknya membuat beberapa kalangan dan  tokoh pariwisata angkat bicara. Ide untuk membangun wisata buatan sempat bergema. Mereka meyakini, jika Bali tak bisa berinovasi wisatawan tak akan melirik Bali. Di satu sisi, ide tersebut juga mendapat pertentangan keras. Pasalnya, Pemerintah terlalu berorientasi pada mass tourism.

“Sampai kapan pun Bali akan membutuhkan kekuatan budaya untuk memperkuat citra dan brandingnya. Budaya secara  langsung menjadi antraksi umat Hindu  setiap hari di Bali, tanpa ada paksaan. Natural. Ini berbicara mengenai land mark,”kata Akademisi Pariwisata IHDN I Wayan Wiwin SST.Par, M.Par disela Diskusi Kamisan IHDN Denpasar, Jumat (28/10). Semangat dan  konsep pariwisata yang dikembangkan Bali, secara yuridis juga diatur dalam Perda no no 3 tahun 1974 junc to Perda No 3 tahun 1991 juct to Perda Prov. Bali no tahun 2012 tentang kepariwisataan Bali. 

“Secara ekplisit Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana serta kepariwisataan untuk Bali dan bukan Bali untuk kepariwisataan,”tambahnya. Diskusi Mingguan tersebut menghadirkan beberapa kalangan dari akademisi interdisplin, praktisi pariwisata dan mahasiswa. Acara yang mengusung tema “Re-Desain Pariwisata Bali” dinilai perlu disikapi oleh semua pihak, khususnya parktisi pariwita dan pengambil kebijakan. Pasalnya, desa wisata yang dicanangkan oleh Pemerintah  Provinsi Bali sebanyak 100 destinasi di seluruh Bali merupakan potensi yang strategis. 

Sementara itu Antropolog IHDN Dr Nyoman Segara Yoga menilai kehadiran pariwisata yang menjadi konsep Bali dari era kepemimpinan Ida Bagus Oka kata dia sebenarnya memperkuat dan menghadirkan perbedaan Bali  di tingkat nasional dan internasional. Wisata buatan yang dimiliki oleh negara tetangga, sebenarnya tak kalah dengan pariwisata budaya  yang dimiliki oleh Bali. Bahkan, tak sedikit pariwisata di Asia mulai “mencuri” konsep pariwisata ala Bali. 

“Pemerintah memang lebih senang dengan dana segar dari investor ketimbang, pembangunan berbasis komuniutas di masyarakat. Ini fakta,”tegas akademisi  jebolan Universitas Indonesia tersebut.   Sedangkan Sekjur Prodi Pariwisata dan Agama IHDN I Ketut  Arta Widana SS. M.par mengakui bahwa Pemerintah selalu terlena dengan data statistik. Kunjungan pariwisata Bali yang mencapai 3 jutaan, dinilai belum memuaskan hasrat Pemerintah   untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Padahal, dampak dari pariwisata tak terkendali mengakibatkan kerusan di bidang ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. 

Bidang ekologi misalnya, Pemerintah disorot  tidak konsisten menerapan Perda  banyak dilanggar. Seperti  pembanguan, baik  hotel dan villa. Mulai dari  radius kesucian pura, sepadan pantai hingga bangunan liar di tebing atau bukit. “Belum lagi masalah pugli tiket di beberapa kawasan seperti Batur yang sempat heboh beberapa bulan lalu,”ucapnya. Sebenarnya, jika mengaju pada kenyataan  kunjungan pariwisata di Bai, angka 3 juta kata dia, lebih. Pasalnya,  selama ini ada permainan oknum di tempat wisata. Banyak pengunjug yak tak diberi tiket, cukup memberikan sejumlah uang. Semantara kata dia konyol jika pemerintah hanya mengacu pada statistik di lapangan yang bukan realitas sesungguhnya. 

“Seolah Bali kunjungannya sedikit dengan konsep pariwisata budaya. Padahal banyak pungli disana-sini. Itu harus dibenahi sehingga Pemerintah memiliki data yang valid,”tegas mantan pemandu wisata selama puluhan tahun tersebut. Ia juga menilai konspe pariwista Bali yang berbasis budaya merupkan bonus istimewa. Karena tidak semua daerah memiliki karakter seperti di Bali. Beberapa daerah kata dia, harus menyiapkan dana yang besar untuk sekadar menggali potensik budaya. Sementara Dekan Fakultas Dharma Duta Dr I Wayan Wastawa menilai pemerintah dan anggota dewan selalu mewacanakan jargon-jaron pariwisata berbasis budaya, namun tidak konsisten merawatnya. Mulai dari alih lahan fungsi prioduktif dan tak melangar hukum. 

Diskusi tersebut menilai  konsep pariwisata Bali  belum membumi jika tidak dikatakan tak jelas. Para akademisi mendorong agar konsep pariwisata di disain ulang dan persiapan matang. Disamping itu wacana one island one manajement dinilai akan memperkuat pariwisata di Pulau Dewata. RED-MB