Pameran Seni Rupa Japuik Tabao #2 di Bentara Budaya Bali Diikuti 34 Seniman

 

Gianyar (Metrobali.com)-

Bentara Budaya Bali (BBB) kembali menyelenggarakan pameran seni rupa, kali ini menghadirkan seniman-seniman lintas generasi dan kota di Indonesia. Eksibisi yang merujuk  tajuk Japuik Tabao #2 “Sabiduak Sarangkuah Dayuang” ini dibuka secara resmi pada Sabtu (25/08) pukul 18.30 WITA oleh budayawan yang juga founder ARMA Museum, Anak Agung Gde Rai.

Ada 34 perupa yang terlibat dalam pameran ini, sebagian besar berasal dari Sumatera Barat. Selain itu terdapat pula seniman asal Bali, dan sejumlah kota lainnya yang turut berpartisipasi. Mereka rata-rata adalah lulusan ISI Padangpanjang, ISI Yogyakarta dan ISI Denpasar.

Para seniman tersebut antara lain: Ade Jaslil Putra, Andrea Venandro, Diana Puspita Putri, Dosra Putra, Genta Putra Mulyawan, Harlen Kurniawan, Ibnu Mubarak, Imam Teguh, Jack Budi Kurniawan, Jesca Delaren, Khairul Mahmud, Muslimaniati, Nasikhul Amin Alzikri, Norma Fauza, Pitta Pawiroz, Prisman Nazara, Ramadhan Fitra, Rangga Anugrah Putra, Ridhotullah, Riska Mardatillah, Rusdi Hendra, Seppa Darasono, Stefan Buana, Syafrizal, Teguh Sariyanto, Togi Mikkel Saragitua, William Robert, Yasrul Sami, Zulfa Hendra.

Dari Bali yakni I Gusti Ngurah Putu Buda, Ni Luh Gde Vony Dewi Sri Partani, Kharisma P. Natsir, Nyoman Sujana Kenyem, dan Putu Bonuz Sudiana.

Rusdi Hendra, selaku Ketua Pameran, mengungkapkan bahwa tematik eksibisi kali ini sesungguhnya mencerminkan semangat kebersamaan dan keberagaman. “Tajuk  “Sabiduak Sarangkuah Dayuang” sendiri berarti semuanya berkumpul tanpa membeda-bedakan, saling merangkul satu sama lain dan saling bekerjasama dalam mencapai satu tujuan” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan, pameran Japuik Tabao #2 di Bali ini merupakan kelanjutan dari pameran serupa yang diselenggarakan sebelumnya di Taman Budaya Yogyakarta pada 2016 silam.

Dalam pengantar pameran, Ristiyanto Cahyo Wibowo, mengungkapkan bahwa pada aspek visualitas kekaryaan para perupa ini mengedepankan atas daya rasa. Merasakan sesuatu, menampilkan kemampuan dalam menyatakan perasaan secara spontan, secara fantasi; yaitu serangkaian kejadian atau gambaran perilaku yang dikhayalkan agar siap untuk kejadian – kejadian yang akan datang yang diantisipasi. Juga secara impuls, suatu keinginan pada desakan naluri. Intisari dari masing – masing karya sepenuhnya dalam ketahuan mereka yang membuat. Karena bahan yang dilekatkan pada media memuat limpahan maksud yang tidak bisa disamakan dengan kata. Atau, bahkan tidak dimaksudkan apapun, sebatas energi kreatif yang ditujukan ke luar diri sendiri. Seperti mengucap secara visual, bukan memvisualkan benda.

Anak Agung Rai, dalam sambutannya, mengapresiasi upaya para perupa muda dalam menyelenggarakan pameran bersama di Bali ini. Menurut Gung Rai, seni sesungguhnya adalah sesuatu yang bernilai universal dan mampu menyatukan keberagaman yang ada di nusantara.

Diungkapkan pula, bahwa sesungguhnya antara Bali dan Sumatera Barat telah memiliki pertautan historis yang panjang. Bukan saja sejak masa-masa di mana banyak perupa luar Bali mulai menetap di Ubud, namun dapat dirunut lebih jauh hingga era pemerintahan raja Adityawarman di Pagaruyung.

Pameran yang akan berlangsung hingga 31 Agustus 2018 mendatang ini juga dimaknai diskusi perihal proses kreatif seniman, pada Minggu (26/08) pukul 19.00 WITA. Sebagai pemantik diskusi akan ditayangkan pula sebuah film bertajuk “Mamak” karya Yudha Wibisono. Film ini mengetengahkan nilai-nilai dan kearifan lokal Minangkabau.

Ini bukan kali pertama BBB menyelenggarakan pameran perupa dari Sumatera Barat. Pada tahun 2013, tepatnya tanggal 26 Mei hingga 4 Juni, telah hadir karya terpilih Kamal Guci (59) yang membentangkan pemandangan alam Minangkabau nan molek dalam kanvas, namun jauh dari nada nostalgik romantik ala pelukis naturalistik.

Pameran Japuik Tabao kali ini merupakan sebentuk ikhtiar untuk mempresentasikan upaya penemuan diri di tengah penegasan identitas budaya muasal para perupa ini. Suatu pergumulan kreatif yang kiranya tecermin pada ragam stilistik, estetik serta artistik pilihan masing-masing. Karya-karya yang dipamerkan merefleksikan pergulatan personal dan keguyuban komunal yang membayangi pencarian identitas kreativitas mereka.

Editor : Whraspati Radha