pakan ikan

Jakarta (Metrobali.com)-

Pakan bagi komoditas perikanan kerap dianggap merupakan hal yang kurang esensial, padahal ketersediaan pakan yang ekonomis bagi pelaku usaha sangat membantu dalam mewujudkan kedaulatan pangan.

“Kebijakan KKP menjadi bangsa mandiri dalam bidang pangan dengan program kedaulatan pangan, khususnya melalui bidang perikanan budi daya, perlu didukung dengan penyediaan pakan yang ekonomis,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP Achmad Poernomo, Senin (23/2).

Apalagi, kata Achmad Poernomo, biaya pakan mencakup hingga sekitar 60–70 persen dari biaya produksi budi daya suatu komoditas.

Untuk itu, kata dia, salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang ekonomis adalah melalui teknologi pakan mandiri yang utamanya bagi pembudi daya ikan air tawar pada skala kecil dan menengah.

Komoditas ikan air tawar yang dijadikan sasaran target adalah ikan nila, patin, lele, mas, dan gurame.

Ia mengungkapkan bahwa kebutuhan pakan ikan atau udang untuk memenuhi target produksi sebesar 8,728 juta ton, dan 60 persen di antaranya merupakan kebutuhan pakan ikan air tawar.

“Diharapkan dengan teknologi pakan mandiri ini kontribusi biaya pakan dalam budi daya ikan dapat ditekan hingga di bawah 50 persen,” katanya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah menerapkan program pabrik pakan ikan mandiri dapat menekan biaya operasional sehingga berimbas pada peningkatan kesejahteraan para pembudi daya ikan.

“Pakan ikan mandiri menjadi pengungkit keberhasilan pengembangan perikanan budi daya dan mampu menekan biaya operasional sebesar 25–35 persen,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP.

Menurut Achmad Poernomo, pabrik pakan ikan mandiri mempunyai keungguln, antara lain dikelola masyarakat yang tergabung dalam kelompok serta didukung formulator sehingga kualitas produksi pakan ikan memenuhi standar SNI.

Selain itu, ujar dia, pabrik pakan dibangun di sentra pengembangan perikanan budi daya, para pembudi daya ikan sebagian menggunakan pakan ikan lokal dikenal masyarakat setempat dan harga jual lebih murah dari pakan komersial.

Ia juga mengatakan bahwa kebutuhan pakan komersial yang tumbuh sekitar 12–15 persen per tahun, memungkinkan pabrik pakan ikan mandiri berkontribusi terhadap industri pakan ikan nasional.

“Jika peran pakan ikan mandiri bisa mengambil share 5–10 persen dari total kebutuhan pakan ikan, sangat banyak biaya produksi yang dapat dihemat,” katanya.

Kelembagaan pakan ikan mandiri itu sendiri dinyatakan telah dikembangkan dalam suatu sistem yang mencakup spesialisasi subsistem, yaitu subsistem pabrik pakan, subsistem bahan baku, subsistem pasar, dan subsistem pengembangan jaringan sehingga usaha itu mampu tumbuh dan berkembang serta mempunyai skala keekonomian memadai.

Selain itu, lanjut dia, spesialisasi memungkinkan dan merangsang tumbuhnya inovasi teknologi sehingga usaha semakin efisien dan mampu bersaing serta menghasilkan keuntungan.

Balitbang KKP melaksanakan program model kewirausahaan pakan ikan mandiri tersebut yang dikelola Koperasi Desa Mina Kabupaten Gunung Kidul, Daerah istimewa Yogyakarta, dengan harga terjangkau dan memenuhi kriteria SNI.

“Usaha pengembangan pabrik pakan mandiri di Gunung Kidul dikelola Koperasi Desa Mina dilakukan dengan cara pendaftaran produksi pakan agar bisa dipasarkan lebih luas, meningkatkan manajemen usaha dengan membentuk kelembagaan usaha dalam bentuk koperasi perikanan Desa Mina,” kata Achmad.

Kemudian, dibentuk jaringan pengadaan bahan baku melalui jaringan di Kabupaten Pacitan (Jatim), Wonogiri (Jateng), Tegal (Jateng), dan beberapa daerah lainnya serta memperluas jaringan pasar produk pakan ikan mandiri melalui jaringan.

Bebaskan Bea Masuk Pemerintah juga telah membebaskan bea masuk bahan baku pakan ikan untuk mendorong perkembangan pabrik-pabrik di berbagai daerah di Tanah Air yang diharapkan dapat memajukan industri tepung ikan domestik.

“Pemerintah telah membebaskan bea masuk bahan baku pakan, seperti tepung ikan, agar mendorong tumbuhnya pabrik tepung ikan di dalam negeri dan akan menyetop ekspor tepung ikan ke luar negeri,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Jumat (20/2).

Menteri Susi memaparkan KKP di samping sebagai regulator juga akan meningkatkan produksi tepung ikan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pabrik pakan ikan, tentunya sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan, ujar dia, juga akan mendorong produksi bahan baku pakan non tepung ikan sebagai substitusi tepung ikan, salah satunya adalah dengan mengajak BUMN untuk mendukung produksi maggot dari limbah kelapa sawit.

Produk substitusi tersebut diharapkan juga dapat disalurkan, antara lain melalui program “corporate social responsibility” (CSR) kepada masyarakat yang ada di sentra atau wilayah yang dekat dengan perkebunan sawit.

“Kementerian Kelautan dan Perikanan juga akan menyediakan tenaga ahli formulator pakan untuk mendukung gerakan pakan ikan mandiri dan tenaga-tenaga penyuluh lapangan yang andal dalam produksi pakan mandiri,” kata Susi.

Apalagi, Menteri Kelautan dan Perikanan selama ini juga telah mendorong penurunan harga pakan ikan guna membangkitkan gerakan kemandirian pakan di Tanah Air yang dinilai bisa berimbas pada peningkatan produksi perikanan budi daya.

Hal itu dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengingat, antara lain pakan untuk ikan atau udang menjadi komponen produksi utama yang menentukan keberhasilan produksi perikanan, khususnya budi daya ikan air tawar.

Menteri Susi juga berpendapat bahwa Gerakan Pakan Ikan Mandiri (Gerpari) menjadi penting dan strategis karena dapat mengurangi ketergantungan pada bahan baku pakan ikan impor dan mendorong peningkatan penggunaan bahan baku lokal.

“Dengan demikian, pembudi daya menjadi lebih mandiri dan mempunyai tingkat pendapatan yang lebih baik yang ujung-ujungnya akan secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Susi.

Ia juga mengungkapkan bahwa hasil pertemuan dengan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) beberapa waktu yang lalu telah menyepakati penurunan harga pakan ikan secara bertahap.

Pada bulan Maret 2015, harga pakan diklaim akan mulai diturunkan Rp 1.000,00/kg. Terkait dengan hal itu, KKP memberikan apresiasi yang tinggi kepada pabrik pakan ikan/udang atas niat baik dan dukungannya terhadap program pemerintah tersebut.

Berdasarkan data KKP, jumlah produksi perikanan budi daya pada tahun 2014 adalah 14,5 juta ton (angka sementara). Untuk selanjutnya, ditargetkan angka itu bakal mencapai 17,9 juta ton (2015), 19,43 juta ton (2016), 22,79 juta ton (2017), 26,72 juta ton (2018), dan 31,32 juta ton (2019).

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah membuat tujuh program unggulan 2015–2019 untuk mencapai perikanan budi daya yang tangguh dan mandiri, antara lain pengembangan pakan ikan mandiri untuk menekan biaya hingga kurang dari 60 persen.

Program lainnya adalah pengembangan 100 sentra perikanan budi daya terpadu, peningkatan daya saing produk, peningkatan produksi perikanan dua kali lipat menjadi 31,3 juta ton pada tahun 2019, penyediaan induk dan benih unggul, pelestarian dan keberlanjutan sumber daya perikanan budi daya, serta pengembangan kewirausahaan pembudidaya ikan.

Untuk kegiatan prioritas 2015 adalah pengembangan daya saing dengan sertifikasi budi daya ikan 8.200 unit dan sertifikasi pembenihan ikan 465 unit, peningkatan produksi rumput laut dengan kultur jaringan 100 lokasi kebun bibit rumput laut, dan pengembangan kemandirian dengan Gerpari di 70 lokasi. AN-MB