Malang (Metrobali.com) –

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta Pemerintah Daerah meningkatkan kesiapsiagaan bencana dengan penyiapan rambu-rambu dan jalur evakuasi, juga tempat evakuasi yang layak dan memadai.

BMKG pun mengajak Pemda untuk bersama menggencarkan sosialisasi/literasi/edukasi kesiapan dan ketangguhan masyarakat terhadap bencana, dengan cara membangun sikap budaya selamat.

Langkah kesiapsiagaan ini juga perlu dibarengi dengan gerakan penghijauan dengan tanaman yang tepat di tempat kritis/rawan bencana, seperti di puncak dan lereng gunung rawan longsor, di sepanjang bantaran sungai rawan banjir/banjir bandang, ataupun di sepanjang pantai rawan tsunami.

Himbauan tersebut ditujukan bagi daerah yang berstatus rawan gempa dan tsunami seperti Mentawai, Bengkulu, Sumatera Barat, Lampung, Selat Sunda-Banten, Selatan Jawa, Selatan Bali, Sulawesi Utara-Laut Maluku, Sorong dan Lembang.

“Masyarakat juga harus ditingkatkan pengetahuannya mengenai bencana dan bagaimana melakukan evakuasi mandiri saat bencana terjadi,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati saat mengunjungi Pantai Sendang Biru dan Pantai Tamban di Kabupaten Malang, Kamis (14/4).

Tidak hanya itu, lanjut Dwikorita, Pemda juga harus melakukan upaya mitigasi yang konkret, seperti membangun rumah atau bangunan tahan gempa, menata ruang pantai yang aman tsunami, belajar cara evakuasi mandiri, dan meningkatkan kemampuan dalam merespons peringatan dini.

“Jujur diakui bahwa masih banyak yang menganggap sepele hal ini. Padahal ancaman gempa dan tsunami ini nyata dan bisa sewaktu-waktu terjadi,” ujarnya.

Dwikorita mencontohkan soal jalur evakuasi yang menurutnya masih banyak yang kurang layak. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengganggu dan membahayakan warga yang hendak mengungsi jika jalur evakuasi tersebut dibutuhkan.

“Kita berpacu dengan waktu, jadi bagaimana caranya warga ini bisa lari secepat-cepatnya diwaktu emas yang tersisa sebelum gelombang tsunami naik ke daratan,” jelasnya.

“Saya yakin, jika rambu-rambu tersedia, kondisi jalur evakuasi baik, ada shelter tempat evakuasi yang memadai dan layak, masyarakat dan aparat sudah sering berlatih evakuasi, bangunan menerapkan struktur tahan gempa, dan tata ruang sdh menghindari zona rawan, maka jumlah korban jiwa pasti akan jauh lebih sedikit,” tambah Dwikorita.

Dalam kunjungannya ke Pantai Sendang Biru dan Pantai Tamban, Kabupaten Malang, Dwikorita secara langsung melakukan inspeksi jalur evakuasi gempa dan tsunami. Hasilnya, didapati jalur evakuasi tersebut masih jauh dari kata layak, meski telah memiliki rambu-rambu evakuasi.

“Desa ini (Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan-red), hampir semua wilayahnya berstatus merah, dan memiliki riwayat diterjang tsunami ditahun 1996 dan 2004,” imbuhnya. Selain itu, banjir rob sering pula terjadi di wilayah desa tersebut. Bahkan pihak Relawan Pengurangan Risiko Bencana menyampaikan pula aspirasi masyarakat nelayan di sana untuk direlokasi ke tempat yang lebih aman.

Ditengah keterbatasan anggaran seperti yang disampaikan oleh Pemerintah Desa atau Kecamatan, menurut Dwikorita masyarakat perlu membudayakan skenario evakuasi mandiri agar selamat dari bencana tersebut.

“Jadi, setiap KK berupaya mencari jalur evakuasi ke lokasi yang lebih tinggi. Tanpa harus menunggu peringatan dini dan menjadikan guncangan gempa sebagai alarm peringatan dini,” pungkasnya. RED-MB