I Made Pria Dharsana

“Notaris kian lama dinilai sangat berperan besar dalam memberikan kontribusi terhadap negara untuk peningkatan pembangunan di sector ekonomi nasional Melalui Investasi langsung dan Pasar Modal. Namun kian lama, dirasa jabatan tersebut tergerus dan diragukan keprofesionalannya dikarenakan adanya indeks penurunan terhadap kinerja Notaris itu sendiri yang disinyalir menghambat iklim investasi;

Dari 17.856 Notaris yang telah diangkat dan menjalankan jabatan nya di seluruh Indonesia , banyak diantaranya yang terkena masalah hukum, baik yang dilaporkan oleh klien nya sendiri maupun ikut serta terlapor dan ada yang sudah dijatuhkan sanksi pidana . namun masih juga ada yang sudah diputuskan oleh majelis pengawas daerah (MPD) tetapi hasil pemeriksaan nya tidak diteruskan atau dijatuhkan sanksi dan ada juga yang belum diperiksa padahal sudah lama dilaporkan oleh masyarakat dengan berbagai kendala dan alasan. Ini soal kinerja dan kompetensi majelis yang diragukan..apalagi banyak diantaranya merugikan kepentingan investor, karena itulah kemudian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Yasonna H Laoly menyikapinya perlu dibentuknya Tim Investigasi, pengawas diluar dari pada Majelis Pengawas Daerah( MPD yang dikenal dikalangan Notaris) melalui KEPMENKUMHAM Nomor AHU-03.UM.01.01 Tahun 2018 tentang Tim Investigasi Permasalahan Notaris Wilayah. Pembentukan tim investigasi ini dinilai positif disatu sisi tetapi negatif disisi lain, sehingga menimbulkan dualisme kapasitas penegak pengawasan terhadap Notaris”.

Peningkatan dunia ekonomi termasuk didalam nya kemudahan investasi, menyebabkan perkembangan permintaan masyarakat terhadap bidang legalisasi dan perjanjian otentik yang bersifat sempurna dengan membuat “akta otentik”. dibentuklah jabatan yang khusus mengcover permintaan masyarakat dibidang Kenotarisan itu sendiri. Akta Otentik dalam KUHPerdata Pasal 1868 adalah Suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.

Dimana dikatakan hanya Notaris yang diberi Wewenang untuk dilakukan pengesahan perjanjian dalam bentuk akta yang dikatakan telah ditentukan dalam Perundang-undangan bersifat otentik disamping sebagai alas hak namun juga bukti sah nya perjanjian dihadapan pejabat umum (Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang No 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang No 2 tahun 2014). Jadi terlihat mandat wewenang yang diberikan sangat besar terjadap Jabatan Notaris yang diatur dalam Undang-undang itu sendiri yang bersifat mengkhusus. Kian lama dinamika terhadap dunia Notaris makin berkembang dan tidak hanya berhenti sampai disitu. Kini Notaris Seakan-akan menjadi salah satu “Pahlawan” dalam hal Kemajuan Investasi/ Ekonomi dalam Negeri karena turut membantu menguntungkan pendapatan transaksi yang berdampak cukup membantu ekonomi Indonesia.

Disisi yang lain banyak anggota Notaris yang dalam menjalankan jabatan nya menyalahi UUJN dan Kode Etik Notaris yang menyebabnya munculnya banyak sengketa baik yang dilaporkan melalui MPD maupun disidang di Pengadilan. Untuk menjaga kepentingan dan perlindungan kepada masyarakat diperlukan lembaga pengawas terhadap Notaris yang kemudian disebut Majelis Pengawas Daerah, Wilayah dan Pusat; dituangkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Sebagaimana telah diubah sebagian dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi, Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah merasa Majelis Pengawas menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan yang dibentuk dan ditunjuk langsung, lalu diberikan mandat oleh pengurusnya dalam system pengurusannya itu sendiri, dinilai tidak lagi terkualifikasi dalam keterkecukapan perihal kapasitasnya. Kompetensi anggota Majelis Pengawas kurang dengan semua kendalanua. Sudut pandang pemikiran bahwa alur kerja majelis pengawas hingga saat ini adalah selalu berdasarkan laporan aduan dari masyarakat. Karena banyaknya laporan masyakarat yang masih nyangkut di meja Majelis dan tidak ada kejelasan nya sehingga banyak masyarakat yang tidak puas atas kinerja Majelis Pengawas melaporkan nya langsung kepada Menkumham. Hal ini lah yang menjadi dasar diputuskan untuk dibentuknya tim pengawas investigasi notaris dari kemenkuham.

Secara garis besar fungsi pengawasan dilakukan untuk mencegah timbulnya permasalahan hukum, sifatnya adalah preventif, namun menjadi suatu pertanyaan baru, yakni bagaimana mungkin ada aduan dari masyarakat jika tidak terjadi suatu permasalahan hukum. Adanya permasalahan hukum itu menandakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris tidak atau belum dijalankan secara Optimal. Pemerintah beranggapan seharusnya tidak selalu harus menunggu aduan datang disampaikan dan masalah hukum sudah terlanjur menjadi besar dan rumit.

Tugas pengawasan dan pembinaan yang tidak hanya berdasarkan dari aduan melainkan juga berdasarkan temuan atau hasil investigasi diharapkan akan memberikan proses edukasi lebih menyeluruh kepada masyarakat, sehingga masyarakat pun lebih paham mengenai batasan-batasan pertanggungjawaban yang bisa dituntut dari seorang Notaris dan tidak dengan mudah mengadukan Notaris dengan berbagai alasan yang sebenarnya tidak menjadi kesalahan Notaris atau bahkan sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang Notaris lakukan, yang bisa berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi Notaris. Notaris dalam menjalankan jabatannya harus sesuai UUJN dan Kode Etik Notaris. (Repository UI, Brenda Budiono, Winanto Wiryomartani,Widodo Suryandono, 2018)

Yang menjadi dasar adanya alasan pembentukan tim investigasi di luar dari majelis pengawas yang sudah ada dikarenakan adanya pengaduan dari banyak masyarakat terkait permasalahan hukum yang tentunya merugikan masyarakat. Adanya indikasi banyaknya notaris yang terlibat kasus permasalahan hukum tersebut disinyalir terhitung cukup banyak dimasing-masing majelis pengawas daerah , seperti contoh di Jakarta yakni ditahun 2017 saja terdapat kasus permasalahan hukum yang melibatkan Notaris yakni dengan rata-rata jumlah diatas kisaran 900-950. Jika dibandingkan dengan Jumlah Notarisnya itu sendiri terindikasi sekitar 10% dari jumlahnya. (Berita Jakarta.kemenkumham.go.id, 06/06/2018)
Adanya analisis yang menjadi latar belakang pembentukan Tim Investigasi Oleh Kementrian HUkum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia karena wewenang mengawas Notaris terdapat kendala;1. tidak tersedianya sumber daya manusia untuk melengkapi unsur majelis pemeriksa, sedangkan kebutuhan terhadap pengawas sangat diperlukan.
2.Tidak optimalnya fungsi MPD menjadi penyebab dominan dari kekurang efektifan fungsi pengawasan maupun pembinaan. kemudian dapat dilihat ;
a) Struktural
Dapat dilihat dari indicator 4m berikut: Man, Money, Method, Means. Keempat hal ini akan berpengaruh erat dengan keadaan MPD saat ini yang menyatakan bahwa mereka mengalami kekurangan dari segi sumber daya manusia, uang operasional, alur pemeriksaan yang tidak ditepati atau masih belum rinci maupun detail.
b) Substansi Hukum
Dilihat dari lengkap atau tidaknya kewenangan yang dirincikan dalam Peraturan Menteri, Peraturan Menteri belum mengatur mengenai ketentuan sanksi bagi MPD yang lalai memenuhi kewajibannya untuk menyelesaikan proses pemeriksaan sesuai tenggat waktu yang ditur peraturan Menteri, dan tidak ada pula keharusan uji kompetensi.c. Budaya Masyarakat.
Hal yang terakhir ini menjadi bagian tidak kalah penting bagi mekanisme pengawasan internal ditingkat pengawas terkait moral dan integritas. Jika Notaris selalu berhati-hati dalam menjalankan profesinya dan selalu bertindak dalam batasan UUJN dan berperilaku sesuai Kode Etik Notaris, tidak akan nada banyak laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan oleh Notaris.

Faktor indikasi diatas menandakan adanya tanda Tanya terhadap system pengawasan Notaris itu sendiri. Apakah karena Faktor profitable yang hanya mengejar pemasukan dari si Notaris itu semata atau faktor yang lainnya, seperti adanya dugaan pelanggaran itikad baik dari para pihak itu sendiri yang menyebabkan banyak nya kemudian timbul permasalahan hukum antara para pihak yang memudian dipersangkakan kepada produk akta Notaris nya, sehingga kemudian adanya penumpukan pemanggilan Notaris mengalami peningkatan. Pada akhirnya pembentukan tim investigasi Permasalahan Notaris bisa pahami. Tim Investigasi Notaris dapat dianalogikan seperti Tim Pembantu bahwa tidak ada produk putusan berikut sanksi apapun yang dikeluarkan dari pihak Tim Investigasi Permasalahan Notaris. Hal ini dapat diasumsikan menandakan adanya jalan pintas untuk mencari inti permasalahan dari suatu laporan pelanggaran Undang-Undang Jabatan Notaris berkenaan produk akta Notaris yang dilaporkan masyarakat.

Suatu tim investigasi yang dibentuk oleh pemerintah ini dimaksudkan mengemban suatu tugas dan punya kewenangan yang secara tidak langsung serupa dengan apa yang menjadi tugas dan kewenangan dari Majelis Pengawas Notaris yang juga dibentuk oleh Menteri. jika adanya penambahan lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan notaris itu sendiri nantinya akan berdampak pada dualisme dari pengawasan, pembinaan baik didalam maupun diluar persidangan dinilai menjadi dualisme tumpang tindih pengaturan pengawasan. Dalam implementasi yang pelaksanaannya menjadi dilematis di dalam mengawasi atau menerobos proses, prosedur penyelesaian laporan permasalahan hukum kenotariatan kedepannya bila dibiarkan maka tentunya nanti permasalahan menjadi kompleks. Salah satunya benturan kepentingan yang disinyalir dapat menganggu kinerja Majelis Pengawas disatu sisi dan tim investigasi notaris kementrian juga ingin ikut serta disisi lainnya berhak memiliki wewenang dibawah UUJN.

Adanya ketidakjelasan tindakan yang diambil setelah adanya dualisme penegakan pengawasan hukum antara instansi pemerintah dengan instansi pejabat notaris itu sendiri terkait habisnya masa waktu sebagaimana pemberlakuan surat keputusan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang berinisi membentuk adanya tim investigasi diluar tim pengawas yang berkewenangan melakukan fungsi pengawasan Notaris yakni Majelis Pengawas Notaris.
Walaupun pada akhirnya adanya koordinasi antara kementrian, kepolisian maupun perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia menjadi lebih, kuat, lebih cepat dan lebih akurat. Harus ada pertimbangan terhadap faktor kematangan dari sebuah konsep pembentukan tim investigasi itu agar jelas kedudukan dan fungsinya, walaupun dibentuk secara temporeri. Sejumlah penolakan dan adu argumentasi antara pro dan kontra keputusan kementrian prihal diadakannya tim investigasi diluar MPD tersebut bukan tanpa alasan.

Disamping adanya tumpang tindih pelaksanaan dualisme hukum dalam hal fungsi pengawasan. Namun dinilai juga dapat menimbulkan adanya unsur tebang pilih terkait para pihak yang terafiliasi dengan maksud itikad membantu dengan maksud tujuan-tujuan tertentu. Memperlambat kinerja tim pengawas dalam menyelesaikan tugas-tugasnya melalui system struktur birokrasinya tersebut serta dengan adanya tim investigasi menjadikan laporan tim investigasi tersebut melampaui kewenangan yang diberikan UUJN (abuse of power).
Jika dalam hal ini dinilai kurang relevan maka sepantasnya juga Majelis Pengawas melakukan peningkatan fungsi pengawasan secara komprehensif terhadap kegiatan kenotariatan yang dilakukan oleh seorang Notaris. Pengawasan seharusnya dilakukan bersifat berkala, regular dan teratur, seperti pemeriksaan repertorium yang dilakukan secara rutin setiap dan teratur, seperti pemeriksaan repertorium yang dilakukan secara rutin setiap tahunnya.

Hal ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kesalahan dan kealpaan dalam praktek yang dilakukan oleh Notaris. Agar peran Notaris sebagai seorang Pejabat Umum yang memiliki kewenangan membuat Akta Otentik tetep dapat menjaga kepercayaan masyarakat . Disamping itu dengan kompetensi, kapabelitas, dana operasional yang cukup maka dapat mengurangi tumpukan masalah terkait penanganan Majelis Pengawas dan demi memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi masyarakat. Dengan demikian bukan malah membentuk Tim investigasi , padahal anggotanya juga semua dari kemenkum ham sedangkan ada Majelis Pengawas Notaris yang dapat di optimalkan MPW/MKN sehingga tidak ada pembentukan tim yang jelas berbeda dan tidak melampaui kewenangan.

Apalagi adanya tim investigasi melalui Surat KEPMENKUMHAM Nomor M.HH-01.AH.02.07 Tahun 2018 tentang tim investigasi Permasalahan Notaris maupun Surat KEPMENKUMHAM AHU Nomor AHU-03.UM.01.01 Tahun 2018. Menyebut bahwa masa jabatan hanya 10 bulan terhitung sejak bulan maret 2018 sampai dengan Desember 2018, maka dapat diartikan tim investigasi ini sudah berakhir.. sudah tidak boleh ada lagi ada yang mengaku-ngaku sebagai tim investigasi mengawasi Notaris apalagi mendatangi kantor Notaris tanpa kewenangan yang jelas memeriksa kantor Notaris.

Jika demikian apakah akan dibuatkan lagi Kemenkumham untuk membetuk tim Investigasi? Apakah dengsn demikian terdapat kekosongan norma hukum dari tugas dan kewenangan Tim Investigasi Permasalahan Notaris Wilayah yang berakhir di Desember 2018 tidak serta merta mengakhiri kewenangan Tim Investigasi permasalahan Notaris Wilayah yang berakhir di Desember 2018 ? padahal dengan berakhirnya kewenangan tim investigasi tersebut malah dianggap tidak serta merta mengakhiri kewenangan pihak Pemerintah melalui Kantor Wilayah Kemenkumham untuk terjun langsung dalam Proses pencari fakta atau temuan dugaan adanya pelanggaran UUJN.

Apa yang disampaikan seorang ahli Notariat bahwa tugas tim investigasi tetap ada pada Wilayah di tingkat provinsi. menurut pendapat penulis jika Kemenkumham tentang timinvestigasi Notaris yang sudah berakhir maka sudah tidak punya kewenangan apapun.  Dengan demikian bagaimana mungkin ada tim investigasi yang sudah berakhir masa tugasnya masih leluasa bekerja dan memeriksa Notaris di beberapa daerah yang sudah diperiksa/disidang oleh pengadilan ? Untuk memberi pandangan soal Tim Investigasi Notaris yang mengakibatkan benturan kewenangan ini, tentunya beralasan karena pengawasan terhadap notaris merupakan fungsi pembinaan terhadap pelaksanaan jabatan dan perilaku Notaris yang dijalankan oleh Majelis Pengawas Notaris. Meskipun memang harus diakui bahwa Majelis Pengawas Notaris yang berperan aktif membina para Notaris agar taat dan patuh terhadap kewajiban dan larangan yang diatur di dalam UUJN dan Kode Etik Notaris dirasa belum optimal.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Republik Indonesia pada saat melantik Majelis Pengawas Pusat Notaris dan Majelis Kehormatan Pusat Notaris 2019-2022,beberapa waktu lalu di jakarta, menegaskan Majelis dituntut untuk memastikan bahwa prilaku , etik dan akta yang dibuat Notaris tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan profesional serta bermartabat. Ditegaskan juga Majelis Pegawas didalam
mengambil keputusan atas pelanggaran Notaris harus tegas , cepat , sederhana agar dapat memberikan efek jera. Apalagi dikatakan pak Menteri Yasonna H Laoy ada 17.856 Notaris diseluruh Indonesia , di 514 kabupaten/kota, dengan 5 juta akta per tahun, ini memerlukan pengawasan yang tidak mudah.

Peran organisasi profesi Ikatan Notaris Indonesia (INI) mempunyai tanggung jawab yang besar, tanggung jawab yang terus menerus dalam meningkatkan kemampuan ketrampilan seluruh anggota Notaris , up grading keprofesionalan Notaris setiap saat juga terus menjaga etik dalam menjalankan jabatannya. Apabila ada anggota Notaris yang memang sudah melanggar hukum dan sudah terkena hukuman yang mempunyai hukum tetap sudah seharusnya memberikan sanksi yang keras. Disisi lain sekalipun baru disangkakan apabila sudah ditahan maka sesuai dengan pasal 9 huruf d UUJN sudah dapat diberhentikan sementara.

Sekalipun masih menunggu tahapan-tahapan pemeriksaan yang berjenjang sebelum diputuskan oleh Majelis Pengawas Pusat Notaris kemudian mengusulkan nya kepada Menteri. Ada suatu norma dan logika hukum yang semestinya diambil apabila seseorang rekan Notaris terkena masalah hukum dan sudah ditahan sehingga tidak dapat menjalankan jabatan nya.? pelayanan terhadap kepentingan masyarakat yang menjadi klien nya terganggu, disinilah seharusnya dapat diterima untuk segera diambil keputusan oleh MPD apakah yang bersangkutan diberhentikan sementara , dengan pengalihan protokol kepada rekan Notaris lain, atau diberikan cuti dengan pengganti? Ini harus jelas demi perlindungan terhadap kepentingan yang lebih luas.

Dan apabila rekan Notaris tersebut kemudian dinyatakan tidak bersalah harus dikembalikan dan dipulihkan nama baik dan profesinya sebagai Notaris ( pasal 10 angka 1 UUJN ) dan apabila setelah menjalani pemberhentian sementara berdasarkan pasal 9 angka 1 huruf c dan huruf d maka Menteri dapat mengangkat kembali menjadi Notaris (pasal 10 angka 2 UUJN)

Jika demikian adanya sesungguhnya hikmat hukum bahwa keberadaan Tim Investigasi Notaris dibentuk karena banyaknya pengaduan masyarakat terkait permasalahan hukum yang merugikan masyarakat. Seperti disebutkan oleh Kementerian Hukum dan Ham RI ada pengduan-pengaduan dari masyarakat yang disampaikan kepada MPDN, MPWN harus di tindak lanjuti dan di selesaikan tetapi menemui banyak kendala, sehingga dibuatkan dalam waktu pendek sebuah tim dijalankan oleh Tim Investigasi Notaris sehingga masyarakat memperoleh kapastian dan perlindungan hukum, walaupun kita tahu bersama mekanisme laporan dan mekanisme sidang dan waktu penuelesaian sidang atas laporan.. jika waktu saja dipergunakan apabila dipergunakan maka kendala soal waktu bukan menjadi alasan dibentuknya Tim Investigasi. Meski berbeda perspektif dalam hal maksud dan tujuan pemerintah dalam mendudukan Tim Investigasi Notaris dilapangan, di dalam menjelaskan angan-angan hikmat hukum bagi kepentingan masyarakat akan tetapi perlu melihat Perundang-Undangan yang berada diatasnya, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum di masyarakat dalam rangka perwujudan tertib hukum dapat tercapai tanpa melanggar hukum.

PDC,Redite,220919