Dikusi Terbatas DPD Cok Rat 8 Juli 2015

Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota DPD Bali AA. Ngr. Oka Ratmadi, SH anggota komite IV yang membidangi sektor pajak Rabu, 8/7/2015 bertempat di kantor DPD perwakilan Bali Denpasar mengelar diskusi terbatas dengan topik; “Kontribusi Pengurangan Subsidi BBM pada Struktur Fundamental APBN”.

Walaupun DPD tidak memiliki kewenangan langsung dalam penetapan anggaran APBN, diskusi dimaksudkan mengajak publik bali memahami secara terbuka kebijakan dan dampak penganggaran nasional dalam APBN sekaligus menyerap aspirasi untuk dapat dikomunikasikan dalam tugas dan fungsi DPD di forum-forum nasional.

Diskusi melibatkan berbagai elemen masyarakat bali dan narasumber yaitu; guru besar dan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Udayana yaitu: Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE.MS, Dr. Made Gede Wirakusuma, SE, Msi, Ak dan I Dewa Nyoman Wiratmaja SE, MM, Ak.

Seperti diketahui, hampir setiap tahun dalam rancangan dan penetapan APBN selalu dibayangi dua isu krusial yaitu subsidi dan kenaikan harga BBM. Hal itu cukup beralasan karena kedua komponen keuangan negara tersebut sangat berpengaruh terhadap struktur fundamental APBN.

Masih teringat di awal pemerintahan Presiden RI Joko Widodo penetapan APBN tahun 2015 dihadapkan pada isu pengurangan subsidi BBM. Isu ini cukup menjadi perhatian publik dan politisi karena menjadi anggaran belanja pertama pada pemerintahan baru.

Seperti biasa pengurangan subsidi BBM pada struktur fundamental APBN akan di respon cepat oleh pasar (publik) karena diyakini akan dibarengi dengan kenaikan harga BBM. Kedua isu ini pun sudah seharusnya di buka secara transfaran ke publik. Bukan saja dalam hal anggaran tetapi juga dalam hal etika, pemanfaatan, kontrol, regulasi, hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, pengelolaan sumber daya alam dan sebagainya.

Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, SE.MS banyak mengulas parameter ekonomi makro yang berpengaruh terhadap struktur fundamental APBN. Bali tidak memiliki sumber daya alam seperti hutan dan tambang, bali hanya memiliki potensi budaya. “Indonesia kaya dengan sumber daya alam, sayang selama ini industri pengelolaan SDA seolah-olah milik kita, padahal lebih banyak menguntungkan pihak asing,”pungkas Djinar Setiawina.

Lebih jauh Djinar Setiawina mengatakan, berdasarkan kajian di bali penyaluran anggaran pengurangan subsidi BBM lebih efektif untuk memperkuat produktifitas sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), terang Djinar Setiawina guru besar UNUD asal Nusa Penida ini.

Sementara Dr. Made Gede Wirakusuma, SE, Msi, Ak banyak mengulas kontribusi subsidi BBM dari sisi potensi dan kebutuhan masyarakat bali. Berdasarkan kajian ekonomi mikro subsidi BBM justru dinikmati oleh orang yang tidak sepatutnya. Subsidi BBM justru dinikmati oleh orang kaya. Disamping soal pemerataan dan keadilan, faktor sosial budaya Bali penting diperhatikan mengingat bali hanya memiliki potensi non sumber daya alam. Wacana ini harus dibuka seluas-luasnya kepada masyarakat. Wirakusuma juga menyoroti prilaku masyarakat bali yang semakin konsumtif ditengah anggaran pembangunan nasional yang depisit dan berharap dana pengurangan subsidi BBM digunakan untuk membiayai usaha atau proyek produktif.

Pembicara berikutnya I Dewa Nyoman Wiratmaja SE, MM, Ak. memaparkan dana pengurangan subsidi BMM dari sisi regulasi dan kebijakan keuangan pusat dan daerah. Jika dicermati kebijakan aliran dana APBN ke daerah melalui mekanisme penganggran APBD dapat kita lihat dalam beberapa pos yaitu; Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Tugas Perbantuan dan Dana Bagi Hasil atau dana perimbangan. Melihat pos dan mekanisme keuangan tersebut, maka boleh dikatakan anggaran pembangunan dari pengurangan subsidi BBM tidak banyak yang bisa harapkan oleh Bali. Dana bagi hasil misalnya walau bali berkontribusi 41 triliun dari sektor pariwisata tetapi UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah belum mengatur pembagian hasil dari sektor non sumber daya alam, terang Wiratmaja.

Wiratmaja mengatakan, jika Bali hendak memperjuangkan hak-hak “otonomi khusus”, maka “kekhususan” yang di maksud seharusnya dalam hal pengaturan dan perimbangan keuangan pusat dan pemerintah daerah, jangan lagi mengedepankan soal adat dan budaya karena hal itu sudah menjadi hak-hak otonum dan sudah atur melalui peraturan lainnya,” pungkas Wiratmaja.

Dalam pemaparan penutup, AA. Ngr Oka Ratmadi berharap masyarakat ikut mengontrol penggunaan anggaran negara. Krisis yang terjadi saat ini jangan sampai menghancurkan pondasi perekonomian Indonesia. Biaya pembangunan yang bersumber dari pengurangan subsidi BBM harus dijelaskan secara terbuka kepada rakyat dan dikembalikan untuk kepentingan rakyat dan berjanji semua pokok-pokok pikiran dalam diskusi ini akan disampaikan dalam forum-forum nasional. MN-MB